Mengusut Fakta Pelecehan Seksual oleh Alumnus UII Yogyakarta
D'On, Yogyakarta,- Kasus dugaan pelecehan seksual kembali menerpa dunia kampus. Kali ini giliran Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta yang diterpa isu tak sedap.
Alumni UII yang berinisial IM diduga telah melakukan pelecehan seksual. Pria yang kerap menjadi pembicara ini diperkirakan telah melakukan pelecehan seksual terhadap 15 orang.
Para korban IM ini mulai melapor setelah Aliansi UII Bergerak mulai membeberkan tingkah laku IM.
"Sementara yang masuk memang kayaknya 15 (korban) ada. Tapi kita belum ngasih tahu soalnya info kita masih pilah-pilah kronologi dan sebagainya. Tapi kalau yang sudah menghubungi ada 15 ini," kata Meila Nurul Fajriah selaku kuasa hukum korban ketika dihubungi, Kamis (30/4).
Meila menjelaskan dari 15 korban tersebut, sudah 5 orang yang meminta advokasi. Dari data yang ia peroleh, pelecehan seksual yang diduga dilakukan IM terhitung sejak 2016 hingga 11 April 2020.
Bahkan menurut Meila, terdapat korban yang berada di Melbourne, Australia, yang notabene tempat IM berdomisili saat ini.
"Kami juga mendapat kasus di Melbourne oleh IM. Karena IM di Melbourne. Beberapa minta perlindungan tapi masih mengumpulkan korban yang lain. Kami belum bisa pastikan (jumlahnya) tapi kalau kasus terjadi di Melbourne ada," kata Meila.
Meila menambahkan, 5 korban yang meminta advokasi juga menceritakan modus yang dilakukan IM ketika hendak melakukan perbuatannya. Mulai dari mengajak ke indekos hingga meminta phone seks.
"Kalau yang di Yogya pola yang beberapa dia itu dulu jualan buku sama bimbel dan itu korban-korban diajak ke kosan ambil buku atau bimbel itu aja. Tapi paling banyak phone seks sama teks," kata Meila.
"Hanya beberapa di kosan tapi itu enggak banyak dan itu belum saya itung. Saya belum lihat semuanya (kronologinya)," ujar Meila.
Meila mengatakan, beberapa korban masih menulis kronologi kejadiannya. Dari kronologi tersebut pihaknya akan mengecek satu per satu dan melakukan kajian.
Namun meski sudah mulai ada korban yang berani meminta advokasi, Meila belum memutuskan apakah kasus ini dibawa ke kepolisian atau tidak.
"Sementara untuk ke kepolisian belum kami sarankan. Masih kami coba kaji dulu kasus ini secara hukumnya. Kami lihat dulu hasil akhir kajiannya," kata Meila.
Meila mengatakan, untuk membawa kasus ini ke ranah hukum butuh persetujuan dari para korban.
"Sekiranya hasil kajian kami mengarah ke sana (ranah hukum) dan para penyintas bersedia buat membawa kasus ini ke ranah hukum, maka kami bisa saja membuat laporan resmi ke kepolisian. (Tapi) kami belum bisa kasih kepastian," katanya.
Meski demikian, apabila hasil kajian mengarah ke ranah hukum, pihaknya tak segan melaporkannya ke polisi.
"Tapi kalau tidak ya sekali lagi kami akan kembalikan ke korban mereka maunya apa," ujarnya.
Sejauh ini, kata Meila, ada dua permintaan korban dalam kasus ini. Pertama menuntut agar IM meminta maaf di depan publik. Kedua meminta UII agar tak memberikan panggung lagi kepada IM.
"Pertama mereka (korban) meminta IM mengakui perbuatannya secara publik yang kedua mereka meminta IM tidak diberikan tempat lagi dan panggung di UII dan itu banyak beraktivitas di UII. Tapi tidak menutup kemungkinan juga di luar juga banyak korban enggak ingin ada panggung lagi untuk IM," kata Meila.
Sementara itu IM yang kini tengah menempuh pendidikan di Melbourne, Australia, akhirnya buka suara mengenai tuduhan terhadapnya. Dalam unggahan di Instagram, IM memberikan klarifikasi terkait kasus pelecehan seksual yang menyeretnya
"Bahkan sebelum pemberitaan menyebar, tidak ada satu pun pihak yang menghubungi saya, meminta klarifikasi, atau tabayyun. Sehingga ketika berita tersebar secara cepat dan masif, saya tidak punya kesempatan untuk membela diri," ujar IM.
Adapun Rektor UII, Fathul Wahid, menyatakan telah membaca broadcast mengenai dugaan pelecehan seksual itu. Dia mengaku baru mengetahui dugaan kekerasan seksual ini pada Selasa (28/4). Selama menjabat rektor belum ada laporan resmi terkait kasus ini.
Fathul menegaskan bahwa pihaknya akan mengusut informasi tersebut. Dia menegaskan UII tidak akan pernah memberikan ruang untuk praktik kekerasan atau pelecehan seksual.
"Kami melakukan langkah antisipatif yang mungkin karena tidak ada laporan resmi. Yang pertama kami melakukan rapat pimpinan kami juga menyepakati beberapa hal salah satunya kami akan membantu korban jika itu benar adanya," tutupnya.
(Heta)
Alumni UII yang berinisial IM diduga telah melakukan pelecehan seksual. Pria yang kerap menjadi pembicara ini diperkirakan telah melakukan pelecehan seksual terhadap 15 orang.
Para korban IM ini mulai melapor setelah Aliansi UII Bergerak mulai membeberkan tingkah laku IM.
"Sementara yang masuk memang kayaknya 15 (korban) ada. Tapi kita belum ngasih tahu soalnya info kita masih pilah-pilah kronologi dan sebagainya. Tapi kalau yang sudah menghubungi ada 15 ini," kata Meila Nurul Fajriah selaku kuasa hukum korban ketika dihubungi, Kamis (30/4).
Meila menjelaskan dari 15 korban tersebut, sudah 5 orang yang meminta advokasi. Dari data yang ia peroleh, pelecehan seksual yang diduga dilakukan IM terhitung sejak 2016 hingga 11 April 2020.
Bahkan menurut Meila, terdapat korban yang berada di Melbourne, Australia, yang notabene tempat IM berdomisili saat ini.
"Kami juga mendapat kasus di Melbourne oleh IM. Karena IM di Melbourne. Beberapa minta perlindungan tapi masih mengumpulkan korban yang lain. Kami belum bisa pastikan (jumlahnya) tapi kalau kasus terjadi di Melbourne ada," kata Meila.
Meila menambahkan, 5 korban yang meminta advokasi juga menceritakan modus yang dilakukan IM ketika hendak melakukan perbuatannya. Mulai dari mengajak ke indekos hingga meminta phone seks.
"Kalau yang di Yogya pola yang beberapa dia itu dulu jualan buku sama bimbel dan itu korban-korban diajak ke kosan ambil buku atau bimbel itu aja. Tapi paling banyak phone seks sama teks," kata Meila.
"Hanya beberapa di kosan tapi itu enggak banyak dan itu belum saya itung. Saya belum lihat semuanya (kronologinya)," ujar Meila.
Meila mengatakan, beberapa korban masih menulis kronologi kejadiannya. Dari kronologi tersebut pihaknya akan mengecek satu per satu dan melakukan kajian.
Namun meski sudah mulai ada korban yang berani meminta advokasi, Meila belum memutuskan apakah kasus ini dibawa ke kepolisian atau tidak.
"Sementara untuk ke kepolisian belum kami sarankan. Masih kami coba kaji dulu kasus ini secara hukumnya. Kami lihat dulu hasil akhir kajiannya," kata Meila.
Meila mengatakan, untuk membawa kasus ini ke ranah hukum butuh persetujuan dari para korban.
"Sekiranya hasil kajian kami mengarah ke sana (ranah hukum) dan para penyintas bersedia buat membawa kasus ini ke ranah hukum, maka kami bisa saja membuat laporan resmi ke kepolisian. (Tapi) kami belum bisa kasih kepastian," katanya.
Meski demikian, apabila hasil kajian mengarah ke ranah hukum, pihaknya tak segan melaporkannya ke polisi.
"Tapi kalau tidak ya sekali lagi kami akan kembalikan ke korban mereka maunya apa," ujarnya.
Sejauh ini, kata Meila, ada dua permintaan korban dalam kasus ini. Pertama menuntut agar IM meminta maaf di depan publik. Kedua meminta UII agar tak memberikan panggung lagi kepada IM.
"Pertama mereka (korban) meminta IM mengakui perbuatannya secara publik yang kedua mereka meminta IM tidak diberikan tempat lagi dan panggung di UII dan itu banyak beraktivitas di UII. Tapi tidak menutup kemungkinan juga di luar juga banyak korban enggak ingin ada panggung lagi untuk IM," kata Meila.
Sementara itu IM yang kini tengah menempuh pendidikan di Melbourne, Australia, akhirnya buka suara mengenai tuduhan terhadapnya. Dalam unggahan di Instagram, IM memberikan klarifikasi terkait kasus pelecehan seksual yang menyeretnya
"Bahkan sebelum pemberitaan menyebar, tidak ada satu pun pihak yang menghubungi saya, meminta klarifikasi, atau tabayyun. Sehingga ketika berita tersebar secara cepat dan masif, saya tidak punya kesempatan untuk membela diri," ujar IM.
Adapun Rektor UII, Fathul Wahid, menyatakan telah membaca broadcast mengenai dugaan pelecehan seksual itu. Dia mengaku baru mengetahui dugaan kekerasan seksual ini pada Selasa (28/4). Selama menjabat rektor belum ada laporan resmi terkait kasus ini.
Fathul menegaskan bahwa pihaknya akan mengusut informasi tersebut. Dia menegaskan UII tidak akan pernah memberikan ruang untuk praktik kekerasan atau pelecehan seksual.
"Kami melakukan langkah antisipatif yang mungkin karena tidak ada laporan resmi. Yang pertama kami melakukan rapat pimpinan kami juga menyepakati beberapa hal salah satunya kami akan membantu korban jika itu benar adanya," tutupnya.
(Heta)