Terkait 3 Jenazah ABK Indonesia Dilarungkan ke Laut, Ini Tanggapan Edhi Prabowo
D'On, Jakarta,- Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengaku telah berkoordinasi dengan berbagai piha terkait pelarungan 3 jenazah ABK Indonesia dari atas kapal China.
Seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Tenaga Kerja, dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
“Kita telah berkoordinasi. Termasuk mengenai dugaan adanya eksploitasi terhadap ABK kita (Indonesia),” kata Edhy, Kamis (7/5/2020).
Anak buah Prabowo Subianto ini mengaku, pelarungan jenazah atau burial sea memang dimungkinkan dengan mengacu aturan kelautan Organisasi Buruh Internasional atau ILO.
Dalam peraturan ILO ‘Seafarer’s Service Regulations’, pelarungan jenazah di laut diatur dalam Pasal 30.
Disebutkan, jika ada pelaut yang meninggal saat berlayar, maka kapten kapal harus segera melaporkannya ke pemilik kapal dan keluarga korban.
Dalam aturan itu, pelarungan di laut boleh dilakukan setelah memenuhi beberapa syarat.
Pertama, kapal berlayar di perairan internasional. Kedua, ABK telah meninggal lebih dari 24 jam atau kematiannya disebabkan penyakit menular dan jasad telah disterilkan.
Ketiga, kapal tidak mampu menyimpan jenazah karena alasan higienitas atau pelabuhan melarang kapal menyimpan jenazah, atau alasan sah lainnya.
Dan keempat, sertifikat kematian telah dikeluarkan oleh dokter kapal (jika ada).
Pasal itu juga menyebutkan bahwa pelarungan tidak bisa dilakukan begitu saja dan jenazah yang diperlakukan dengan hormat serta adanya upacara kematian.
Tak hanya itu, pelarungan dilakukan dengan cara seksama sehingga jenazah tidak mengambang di atas air.
Salah satu cara yang banyak digunakan adalah menggunakan peti atau pemberat agar jenazah tenggelam.
Upacara dan pelarungan juga harus didokumentasikan baik dengan rekaman video atau foto sedetail mungkin.
Edhy memastikan, pihaknya juga fokus pada dugaan eksploitasi terhadap ABK Indonesia seperti dilaporkan media Korea, MBC News, kemarin.
Dimana disebut ada beberapa ABK yang mengaku bahwa tempat kerja mereka sangat tidak manusiawi.
Mereka bekerja sehari selama 18 jam, bahkan salah satu ABK mengaku pernah berdiri selama 30 jam.
Para ABK Indonesia juga dilaporkan diminta minum air laut yang difilterisasi.
Jika benar terdapat perlakuan tidak manusiawi terhadap ABK Indonesia, pihaknya akan menyampaikan laporan ke otoritas pengelolaan perikanan di laut lepas.
“KKP akan segera mengirimkan notifikasi ke RFMO (Regional Fisheries Management Organization) untuk kemungkinan perusahaan atau kapal mereka diberi sanksi,” tegasnya.
Adapun mengenai ABK yang selamat dan kini berada di Korea Selatan, Edhy memastikan akan menemui mereka dan pemerintah akan meminta pertanggungjawaban perusahaan yang merekrut dan menempatkan mereka.
Bentuk pertanggungjawaban tersebut antara lain, menjamin gaji dibayar sesuai kontrak kerja serta pemulangan ke Indonesia.
“Kami juga akan mengkaji dokumen-dokumen para ABK kita. Termasuk kontrak-kontrak yang sudah ditandatangani,” pungkasnya.
(rmol/ruh/pojoksatu)