Bawaslu Usulkan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Bersyarat
D'On, Jakarta,- Sistem pemilu proporsional tertutup bersyarat diusulkan menjadi alternatif pilihan untuk diterapkan. Sebab, sistem terbuka dinilai banyak melahirkan sengketa antar calon anggota legislatif (caleg).
"Alternatifnya proporsional tertutup bersyarat. Artinya, pengaturan tentang rekrutmen caleg oleh parpol (partai politik) secara partisipatif melibatkan publik," kata Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja, dalam diskusi daring, Minggu (14/6/2020).
Bagja menambahkan, diperlukan pengaturan sanksi pidana dan administratif bagi parpol dalam rekrutmen caleg. Hal ini untuk mencegah adanya mahar politik dalam penentuan caleg.
Sementara itu, Peneliti Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor mendorong sistem terbuka tetap diterapkan.
"Kalau kita ingin memperkuat demokrasi untuk mereduksi elitisme dan oligarki, maka pilihannya sistem terbuka," kata Firman.
Firman menuturkan, secara teori dan pelaksanaan, sistem terbuka membuat rakyat sebagai pemilik suara mengetahui caleg yang akan dipilih.
"Setidaknya tahu namanya. Ini beda sekali dengan proporsional tertutup. Orang seperti beli kucing dalam karung," ucap Firman.
Firman menjelaskan, sistem terbuka sebenarnya juga memiliki sisi negatif.
"Ada kader-kader baru tapi dia populer lalu terpilih. Banyak yang masih butuh jam terbang lebih lama. Lalu, sistem terbuka cenderung tidak ramah perempuan," imbuh Firman.
Sumber: beritasatu.com
"Alternatifnya proporsional tertutup bersyarat. Artinya, pengaturan tentang rekrutmen caleg oleh parpol (partai politik) secara partisipatif melibatkan publik," kata Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja, dalam diskusi daring, Minggu (14/6/2020).
Bagja menambahkan, diperlukan pengaturan sanksi pidana dan administratif bagi parpol dalam rekrutmen caleg. Hal ini untuk mencegah adanya mahar politik dalam penentuan caleg.
Sementara itu, Peneliti Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor mendorong sistem terbuka tetap diterapkan.
"Kalau kita ingin memperkuat demokrasi untuk mereduksi elitisme dan oligarki, maka pilihannya sistem terbuka," kata Firman.
Firman menuturkan, secara teori dan pelaksanaan, sistem terbuka membuat rakyat sebagai pemilik suara mengetahui caleg yang akan dipilih.
"Setidaknya tahu namanya. Ini beda sekali dengan proporsional tertutup. Orang seperti beli kucing dalam karung," ucap Firman.
Firman menjelaskan, sistem terbuka sebenarnya juga memiliki sisi negatif.
"Ada kader-kader baru tapi dia populer lalu terpilih. Banyak yang masih butuh jam terbang lebih lama. Lalu, sistem terbuka cenderung tidak ramah perempuan," imbuh Firman.
Sumber: beritasatu.com