Kasus Perselingkuhan Staf KPU Sijunjung Dengan Staf KPU Provinsi Sumbar Masih Menunggu Putusan Sanksi dari KPU Pusat
D'On, Sijunjung (Sumbar),- Kelanjutan kasus perselingkuhan antara wanita berinisial "M" staf Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sijunjung dengan pria berinisial "R" yang merupakan staf KPU Provinsi Sumatera Barat yang mana atas perselingkuhan ini telah menghasilkan seorang bayi masih menunggu keputusan KPU Pusat.
Dikatakan Afriyandi SH, praktisi hukum bahwa ia sangat mengapresiasi upaya suami "M" untuk mencari keadilan pada kasus yang dialaminya.
"Upaya suami "M" patut diapresiasi, karena berani mengungkapkan kelakuan istrinya yang berselingkuh hingga melahirkan seorang bayi dari pasangan selingkuhnya "R', saatnya suami "M" mendapatkan keadilan hukum," ucap Afi saat dikunjungi media ini pada (11/6/2020) silam.
"Diutaran Afi, dari hasil penyidikan, sebagaimana yang dijelaskan Kasat Reskrim Polres Kab.Sijunjung Fetrizal, dinyatakan bahwa kedua telapor (R dan M) benar telah melakukan perselingkuhan hingga M hamil dan melahirkan seorang anak. Dan secara hukum, sesungguhnya pernyataan tertulis hasil penyidikan ini cukup menjadi bukti bagi suami M dalam melanjutkan perjuangannya dalam melaporkan pelanggaran PP Nomor 53 tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang dilakukan "R dan M" ke institusinya yakni KPU Pusat" jelas Afi.
Sebelumnya, suami sah dari M, inisial "A" telah melaporkan perbuatan istrinya ke Kepolisian Resort (Polres) Sijunjung pada Tanggal 28 Januari 2020 lalu. Pasal yang dilaporkan A yaitu pasal 284 KUHP tentang perzinahan yang melibatkan suami - istri.
Kasat Reskrim Polres Sijunjung, Fetrizal. S saat dikonfirmasi media ini mengatakan, membenarkan adanya laporan yang masuk atas kasus perzinahan antara M dan R pada Januari 2020 lalu. Namun setelah kasus tersebut dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Sijunjung, pihak kejaksaan menolak karena kasus tersebut sudah melewati batas waktu yaitu Enam bulan sebagaimana diatur dalam pasal 74 ayat 1 KUHP.
"Kasus tersebut sudah kami limpahkan ke Kejaksaan Negeri Sijunjung, namun Pihak kejaksaan menolak memproses kasus tersebut dan mengembalikan berkas perkaranya karena batas waktu kasus tersebut dilaporkan sudah lewat dari Enam bulan," ujar Fetrizal, Kamis (11/06/2020) di ruang kerjanya.
Selanjutnya, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Sijunjung Limra Mesdi, SH didampingi Jaksa Fungsional, Reni Novita saat ditanyai, Kamis (11/06/2020) diruang kerjanya membenarkan berkas kasus perselingkuhan M dan R ditolak dan sudah dikembalikan ke penyidik pada tanggal 03 Juni 2020.
"Setelah berkasnya kami teliti ternyata pelapor A melaporkan kasus tersebut pada Januari 2020, sementara pelapor A mengetehui perbuatan istrinya tersebut sejak November 2018, artinya sudah melewati batas waktu pelaporan. Oleh karena itu atas dasar hukum, berkas tersebut tidak bisa diproses sebagaimana diatur dalam pasal 74 ayat 1 KUHP yang berbunyi, bahwa pengaduan hanya dapat dilakukan dalam waktu enam bulan sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat tinggal di Indonesia, atau dalam waktu sembilan bulan jika bertempat tinggal di luar Indonesia," terangnya.
Ditempat terpisah, Sekretaris KPU Sijunjung, Irzal saat dikonfirmasi mengatakan sampai saat ini M masih bertugas seperti biasa di Kantor KPU Sijunjung. Mengenai sanksi terkait perbuatan yang mencemarkan nama baik instansi KPU yang dilakukan M, Irzal mengatakan pihak KPU Sijunjung tidak punya wewenang menjatuhkan sanksi pada M dan masih menunggu keputusan KPU Pusat.
"Terkait masalah sanksi kami tidak memiliki wewenang, mangka dari itu "M" masih bertugas di KPU Sijunjung, namun kami masih menunggu sanksi apa yang akan diberikan KPU Pusat," pungkasnya.
(tim)
Dikatakan Afriyandi SH, praktisi hukum bahwa ia sangat mengapresiasi upaya suami "M" untuk mencari keadilan pada kasus yang dialaminya.
"Upaya suami "M" patut diapresiasi, karena berani mengungkapkan kelakuan istrinya yang berselingkuh hingga melahirkan seorang bayi dari pasangan selingkuhnya "R', saatnya suami "M" mendapatkan keadilan hukum," ucap Afi saat dikunjungi media ini pada (11/6/2020) silam.
"Diutaran Afi, dari hasil penyidikan, sebagaimana yang dijelaskan Kasat Reskrim Polres Kab.Sijunjung Fetrizal, dinyatakan bahwa kedua telapor (R dan M) benar telah melakukan perselingkuhan hingga M hamil dan melahirkan seorang anak. Dan secara hukum, sesungguhnya pernyataan tertulis hasil penyidikan ini cukup menjadi bukti bagi suami M dalam melanjutkan perjuangannya dalam melaporkan pelanggaran PP Nomor 53 tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang dilakukan "R dan M" ke institusinya yakni KPU Pusat" jelas Afi.
Sebelumnya, suami sah dari M, inisial "A" telah melaporkan perbuatan istrinya ke Kepolisian Resort (Polres) Sijunjung pada Tanggal 28 Januari 2020 lalu. Pasal yang dilaporkan A yaitu pasal 284 KUHP tentang perzinahan yang melibatkan suami - istri.
Kasat Reskrim Polres Sijunjung, Fetrizal. S saat dikonfirmasi media ini mengatakan, membenarkan adanya laporan yang masuk atas kasus perzinahan antara M dan R pada Januari 2020 lalu. Namun setelah kasus tersebut dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Sijunjung, pihak kejaksaan menolak karena kasus tersebut sudah melewati batas waktu yaitu Enam bulan sebagaimana diatur dalam pasal 74 ayat 1 KUHP.
"Kasus tersebut sudah kami limpahkan ke Kejaksaan Negeri Sijunjung, namun Pihak kejaksaan menolak memproses kasus tersebut dan mengembalikan berkas perkaranya karena batas waktu kasus tersebut dilaporkan sudah lewat dari Enam bulan," ujar Fetrizal, Kamis (11/06/2020) di ruang kerjanya.
Selanjutnya, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Sijunjung Limra Mesdi, SH didampingi Jaksa Fungsional, Reni Novita saat ditanyai, Kamis (11/06/2020) diruang kerjanya membenarkan berkas kasus perselingkuhan M dan R ditolak dan sudah dikembalikan ke penyidik pada tanggal 03 Juni 2020.
"Setelah berkasnya kami teliti ternyata pelapor A melaporkan kasus tersebut pada Januari 2020, sementara pelapor A mengetehui perbuatan istrinya tersebut sejak November 2018, artinya sudah melewati batas waktu pelaporan. Oleh karena itu atas dasar hukum, berkas tersebut tidak bisa diproses sebagaimana diatur dalam pasal 74 ayat 1 KUHP yang berbunyi, bahwa pengaduan hanya dapat dilakukan dalam waktu enam bulan sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat tinggal di Indonesia, atau dalam waktu sembilan bulan jika bertempat tinggal di luar Indonesia," terangnya.
Ditempat terpisah, Sekretaris KPU Sijunjung, Irzal saat dikonfirmasi mengatakan sampai saat ini M masih bertugas seperti biasa di Kantor KPU Sijunjung. Mengenai sanksi terkait perbuatan yang mencemarkan nama baik instansi KPU yang dilakukan M, Irzal mengatakan pihak KPU Sijunjung tidak punya wewenang menjatuhkan sanksi pada M dan masih menunggu keputusan KPU Pusat.
"Terkait masalah sanksi kami tidak memiliki wewenang, mangka dari itu "M" masih bertugas di KPU Sijunjung, namun kami masih menunggu sanksi apa yang akan diberikan KPU Pusat," pungkasnya.
(tim)