KPK Sebut Nazaruddin Sebagai Whistlebower Bukan Justice Collaborator
D'On Jakarta,- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata memastikan lembaga antirasuah tak pernah menerbitkan surat penetapan justice collaborator (JC) terhadap mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin.
KPK hanya menerbitkan surat keterangan bahwa Nazaruddin telah membongkar kasus korupsi. Alex, sapaan Alexander mempertegas status Nazaruddin sebagai whistleblower. Bukan justice collaborator.
"KPK tidak pernah beri JC. Tetapi, dalam beberapa pemeriksaan, KPK beri surat yang bersangkutan kerjasamanya untuk membuka kasus yang lain. Kemudian dia bertindak bukan sebagai JC, tetapi whistleblower," ujar Alex di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (23/6).
Status JC diberikan kepada seseorang berdasarkan keputusan dari majelis hakim Pengadilan Tipikor. Sementara surat keputusan bekerjasama diberikan KPK kepada Nazaruddin saat proses hukum Nazaruddin sudah berkekuatan hukum tetap.
Selama Nazaruddin menjalani persidangan kasus korupsi Wisma Atlet Jakabaring, KPK tak pernah menerbitkan surat JC terhadap Nazar. Menurut Alex, Nazaruddin memang salah satu pihak yang membongkar kasus megakorupsi e-KTP.
"Seperti kasus e-KTP misalnya. Itulah kami beri surat (keterangan bekerjasama) untuk kasus e-KTP. Tetapi untuk kasus dia sendiri, KPK tidak pernah beri status sebagai JC," kata Alex.
Pernyataan KPK tak pernah memberikan JC kepada Nazaruddin juga sempat dilontarkan mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Saut memastikan, pada Juni 2017, KPK memang menerbitkan surat keterangan bekerjasama atas nama Muhammad Nazaruddin. Namun menurut Saut itu bukan JC.
"Pada 9 Juni dan 21 Juni 2017, KPK menerbitkan surat keterangan bekerja sama untuk M. Nazaruddin (bukan JC) karena yang bersangkutan sejak proses penyidikan, penuntutan, dan di persidangan telah mengungkap perkara korupsi, jadi yang diberikan surat keterangan bekerjasama," ujar Saut saat dikonfirmasi, Kamis (18/6).
Saut menyebut, syarat utama seseorang mendapatkan JC yakni bukan merupakan pelaku utama dan membuka atau memberi keterangan kepada penegak hukum sehingga kasusnya berkembang pada pihak lain yang perannya lebih tinggi.
Menurut Saut, pemberian JC dilakukan setelah adanya masukan dari jaksa penuntut umum, penyidik, pimpinan KPK dan lain sebagainya. Lagipula, menurut Saut, status JC diberikan saat proses hukum masih berjalan dan yang memutuskan adalah majelis hakim.
"Sementara, surat keterangan bekerja sama yang diberikan KPK saat perkara hukum yang menjerat Nazaruddin telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht," kata Saut.
Sebelumnya, Kabag Himas dan Protokol Ditjen Pas Kemenkumham Rika Aprianti menegaskan dua surat keterangan yang dikeluarkan KPK terhadap Nazaruddin dikategorikan sebagai JC. Hal tersebut yang menjadi landasan Ditjen Pas memberikan remisi kepada Nazaruddin.
"Status JC untuk Nazaruddin juga ditegaskan pimpinan KPK pada 2017 dan dimuat di banyak media massa. Dalam Surat Keterangan dari KPK Nomor: R-2250/55/06/2014, Muhammad Nazaruddin disebut sudah menunjukkan kerja sama yang baik dalam mengungkap perkara tindak pidana korupsi," ujar Rika dalam keterangannya, Kamis (18/6).
(mond/merdeka)
KPK hanya menerbitkan surat keterangan bahwa Nazaruddin telah membongkar kasus korupsi. Alex, sapaan Alexander mempertegas status Nazaruddin sebagai whistleblower. Bukan justice collaborator.
"KPK tidak pernah beri JC. Tetapi, dalam beberapa pemeriksaan, KPK beri surat yang bersangkutan kerjasamanya untuk membuka kasus yang lain. Kemudian dia bertindak bukan sebagai JC, tetapi whistleblower," ujar Alex di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (23/6).
Status JC diberikan kepada seseorang berdasarkan keputusan dari majelis hakim Pengadilan Tipikor. Sementara surat keputusan bekerjasama diberikan KPK kepada Nazaruddin saat proses hukum Nazaruddin sudah berkekuatan hukum tetap.
Selama Nazaruddin menjalani persidangan kasus korupsi Wisma Atlet Jakabaring, KPK tak pernah menerbitkan surat JC terhadap Nazar. Menurut Alex, Nazaruddin memang salah satu pihak yang membongkar kasus megakorupsi e-KTP.
"Seperti kasus e-KTP misalnya. Itulah kami beri surat (keterangan bekerjasama) untuk kasus e-KTP. Tetapi untuk kasus dia sendiri, KPK tidak pernah beri status sebagai JC," kata Alex.
Pernyataan KPK tak pernah memberikan JC kepada Nazaruddin juga sempat dilontarkan mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Saut memastikan, pada Juni 2017, KPK memang menerbitkan surat keterangan bekerjasama atas nama Muhammad Nazaruddin. Namun menurut Saut itu bukan JC.
"Pada 9 Juni dan 21 Juni 2017, KPK menerbitkan surat keterangan bekerja sama untuk M. Nazaruddin (bukan JC) karena yang bersangkutan sejak proses penyidikan, penuntutan, dan di persidangan telah mengungkap perkara korupsi, jadi yang diberikan surat keterangan bekerjasama," ujar Saut saat dikonfirmasi, Kamis (18/6).
Saut menyebut, syarat utama seseorang mendapatkan JC yakni bukan merupakan pelaku utama dan membuka atau memberi keterangan kepada penegak hukum sehingga kasusnya berkembang pada pihak lain yang perannya lebih tinggi.
Menurut Saut, pemberian JC dilakukan setelah adanya masukan dari jaksa penuntut umum, penyidik, pimpinan KPK dan lain sebagainya. Lagipula, menurut Saut, status JC diberikan saat proses hukum masih berjalan dan yang memutuskan adalah majelis hakim.
"Sementara, surat keterangan bekerja sama yang diberikan KPK saat perkara hukum yang menjerat Nazaruddin telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht," kata Saut.
Sebelumnya, Kabag Himas dan Protokol Ditjen Pas Kemenkumham Rika Aprianti menegaskan dua surat keterangan yang dikeluarkan KPK terhadap Nazaruddin dikategorikan sebagai JC. Hal tersebut yang menjadi landasan Ditjen Pas memberikan remisi kepada Nazaruddin.
"Status JC untuk Nazaruddin juga ditegaskan pimpinan KPK pada 2017 dan dimuat di banyak media massa. Dalam Surat Keterangan dari KPK Nomor: R-2250/55/06/2014, Muhammad Nazaruddin disebut sudah menunjukkan kerja sama yang baik dalam mengungkap perkara tindak pidana korupsi," ujar Rika dalam keterangannya, Kamis (18/6).
(mond/merdeka)