Selama Pandemi Corona Angka Perceraian di Mojokerto Capai 566 Kasus
D'On, Mojokerto (Jatim),- Wabah corona virus disease atau Covid-19 ternyata tidak hanya meningkatkan angka kehamilan dan kelahiran, namun juga angka perceraian.
Khususnya di Bumi Majapahit, Mojokerto.
Selama tiga bulan pandemi corona, Maret-Mei 2020, Pengadilan Agama Mojokerto memvonis 566 perkara perceraian.
Dimana 421 perkara diantaranya diajukan pihak perempuan atau cerai gugat. Sedangkan sisanya merupakan cerai talak yang diajukan pihak pria, melansir newsdetik.com.
Mengenai peningkatan perkara perceraian, Ketua Pengadilan Agama Mojokerto, Asrofi mengungkapkan, bahwa persoalan ekonomi adalah pemicu paling dominan.
“Faktor penyebab perceraian paling banyak ekonomi. Baik selama pandemi Corona maupun sebelum pandemi,” tuturnya.
Dalam kasus ini, pasangan dengan usia pernikahan muda lah yang paling banyak berujung perceraian.
“Perceraian paling banyak dalam usia perkawinan 1-5 tahun. Kemudian yang kedua usia perkawinan 5-10 tahun. Yang 10 tahun ke atas sedikit sekali persentasenya,” kata Asrofi.
Akan tetapi, Asrofi menegaskan, ratusan perceraian dalam masa pandemi ini bukan karena dampak ekonomi wabah Covid-19. Karena sebagian besar permohonan cerai baru diajukan setelah pasangan berpisah selama 6 bulan hingga satu tahun sebelumnya.
“Kalau perceraian karena faktor ekonomi terdampak pandemi Corona, rata-rata akan mengajukan enam bulan kedepan setelah mediasi di keluarga dan di desa gagal,” ungkapnya.
Sebagai Ketua Pengadilan Agama, Asrofi berharap bahwa jumlah perceraian di Mojokerto akan berkurang, terlebih di masa pandemi ini, dimana hampir semua orang terimbas dampak ekonomi.
“Mudah-mudahan 6 bulan ke depan tidak terjadi lonjakan perceraian,” harapnya.
(mond/PSC)
Khususnya di Bumi Majapahit, Mojokerto.
Selama tiga bulan pandemi corona, Maret-Mei 2020, Pengadilan Agama Mojokerto memvonis 566 perkara perceraian.
Dimana 421 perkara diantaranya diajukan pihak perempuan atau cerai gugat. Sedangkan sisanya merupakan cerai talak yang diajukan pihak pria, melansir newsdetik.com.
Mengenai peningkatan perkara perceraian, Ketua Pengadilan Agama Mojokerto, Asrofi mengungkapkan, bahwa persoalan ekonomi adalah pemicu paling dominan.
“Faktor penyebab perceraian paling banyak ekonomi. Baik selama pandemi Corona maupun sebelum pandemi,” tuturnya.
Dalam kasus ini, pasangan dengan usia pernikahan muda lah yang paling banyak berujung perceraian.
“Perceraian paling banyak dalam usia perkawinan 1-5 tahun. Kemudian yang kedua usia perkawinan 5-10 tahun. Yang 10 tahun ke atas sedikit sekali persentasenya,” kata Asrofi.
Akan tetapi, Asrofi menegaskan, ratusan perceraian dalam masa pandemi ini bukan karena dampak ekonomi wabah Covid-19. Karena sebagian besar permohonan cerai baru diajukan setelah pasangan berpisah selama 6 bulan hingga satu tahun sebelumnya.
“Kalau perceraian karena faktor ekonomi terdampak pandemi Corona, rata-rata akan mengajukan enam bulan kedepan setelah mediasi di keluarga dan di desa gagal,” ungkapnya.
Sebagai Ketua Pengadilan Agama, Asrofi berharap bahwa jumlah perceraian di Mojokerto akan berkurang, terlebih di masa pandemi ini, dimana hampir semua orang terimbas dampak ekonomi.
“Mudah-mudahan 6 bulan ke depan tidak terjadi lonjakan perceraian,” harapnya.
(mond/PSC)