Gaduh RUU HIP Buat Panas Hubungan PDIP dan Golkar
D'On, Jakarta,- Gaduh pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) berdampak pada hubungan parpol di koalisi pemerintah. PDIP merasa ditinggal sendirian dalam memuluskan wacana beleid tersebut.
Setelah RUU HIP tersebut mendapat penolakan hebat dari masyarakat, ormas besar seperti NU dan Muhammadiyah, tak ada lagi parpol yang setuju dilanjutkan, kecuali PDIP.
Seorang sumber dari petinggi Golkar membocorkan, ada kesepakatan antara PDIP dan Golkar untuk memuluskan RUU HIP dan RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Tapi deal itu rusak karena sikap Golkar.
"PDIP menganggap harusnya Golkar ikut membela PDIP, yang terjadi malah saling tuduh," ujar Politikus senior Golkar tersebut.
Hubungan antara PDIP dan Golkar pun dinilai sedang tidak baik. Bahkan, PDIP disebut menjadi pihak paling lantang meminta Presiden Joko Widodo untuk mereshuffle Airlangga Hartarto dari Menko Ekonomi.
Namun, Ketua DPP Golkar Maman Abdurachman menegaskan, hubungan partainya dengan pemimpin parpol koalisi pemerintah baik-baik saja.
"Perbedaan itu hal yang biasa. Lawong kita sama istri di rumah saja terkadang ada bedanya, apalagi hubungan antara partai," kata Maman saat dilansir dari merdeka.com.
Dalam rapat paripurna DPR 22 April 2020, mayoritas fraksi parpol pemerintah mendukung RUU HIP dibahas ke tahap selanjutnya. PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PAN, dan PPP kompak, tak ada penolakan. Hanya PKS dan Demokrat yang tidak setuju.
Setelah RUU HIP masuk di Baleg, di tengah pembahasan marak penolakan. Isu PKI menjadi salah satu yang kental disematkan dalam beleid tersebut. Parpol yang awalnya mendukung pun balik menolak. Golkar pun demikian, PDIP sendirian.
"Akibat penolakan RUU HIP ini juga memanaskan situasi PDIP vs PG," kata senior Golkar itu.
Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno menegaskan, hubungan partainya dengan Golkar masih kompak. Senada dengan Maman, perbedaan pandangan dalam sebuah itu merupakan hal lumrah.
"Perbedaan pandangan soal biasa di Senayan, namun komitmen berbuat untuk kepentingan bangsa, kepentingan yang lebih besar, sama," tegas Hendrawan.
Soroti Menteri Ekonomi
Isu Presiden Jokowi akan merombak isi kabinet kain kencang. Terlebih, Sekretariat Presiden menggunggah isi rapat 18 Juni lalu yang berisi Jokowi marah kepada para jajaran menteri.
Jokowi marah, menteri masih tampak biasa saja dalam menghadapi situasi pandemi Covid-19, sampai menyinggung reshuffle kabinet. Jokowi menyoroti kinerja menteri bidang kesehatan, sosial dan ekonomi. Video itu diunggah 28 Juni yang kemudian memanaskan isu reshuffle kabinet.
"Saya lihat masih banyak kita ini yang seperti biasa-biasa saja. Saya jengkelnya di situ. Ini apa enggak punya perasaan, ini suasana krisis," kata Jokowi saat itu.
PDIP pun mengamini, dari gesture Jokowi ini, tampaknya bakal ada reshuffle dalam waktu dekat. PDIP pun ikut menyoroti kinerja menteri di bidang ekonomi yang dipimpin langsung oleh Ketum Golkar Airlangga Hartarto sebagai koordinator.
"Terutama tentu yang berkaitan dengan pembantu-pembantu presiden yang berkaitan dengan penanggulangan Covid-19, penanggulangan dampak sosial ekonomi dan pemulihan ekonomi," jelas Sekretaris Fraksi PDIP, Andreas Hugo Pareira.
Andreas mendorong Jokowi segera melakukan reshuffle. Hal itu guna memperkuat kepercayaan publik dan bentuk keseriusan pidato Jokowi.
"Langkah ini perlu segera dilakukan agar tidak menjadi rumors politik dan memperkuat kepercayaan publik terhadap keseriusan pemerintah sebagaimana pidato presiden yang memang sangat serius," tegas dia.
Sementara Ketua Bappilu Golkar Maman Abdurachman melihat, teguran Jokowi lebih menyasar kepada UMKM. Kementerian tersebut dipimpin oleh Teten Masduki, politikus PDIP.
"Terkait masalah ekonomi penekanan presiden lebih kepada kepada sektor UMKM, namun tentunya banyak hal dan faktor yang akan dilihat oleh presiden," tegas Maman.
Golkar Tak Ingin Reshuffle
Sementara itu, Ketua DPP Golkar Bobby Adhityo Rizaldi menilai, teguran keras Jokowi jangan melulu dikaitkan dengan reshuffle. Dia melihat, ini cara Jokowi untuk melecut kerja para menterinya.
"Statement Presiden harus dimaknai sebagai upaya meningkatkan kinerja, bukan melulu reshuffle," ujar Bobby dilansir dari merdeka.com, Rabu (1/7).
Menurutnya, formasi kabinet saat ini perlu dipertahankan karena baik dari rekam jejak yang luar biasa dan hasil yang sampai saat masih cukup baik. Jadi, dia melihat perkataan Presiden jangan selalu dimaknai soal reshuffle.
"So why change the winning team? Terlalu dini untuk melakukan evaluasi kinerja, utamanya karena baru di awal periode langsung ada bencana wabah pandemi yang bersifat global internasional. Kalo melihat formasi kabinet saat ini, cukup solid, semua sektor bertanggung jawab, dan indikator penanganan Covid-19, termasuk terbaik di regional kawasan," tuturnya.
(mond/merdeka)