Nenek di Banyuasin Hadapi Sidang Gugatan Anak Karena Tanah Warisan
D'On, Banyuasin (Sumsel),- Pengadilan Negeri Pangkalan Balai Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan (Sumsel) kembali menggelar sidang gugatan empat anak perempuan terhadap ibunya yang sudah lansia. Kasus yang berujung di meja hijau ini terkait tanah warisan.
Nenek Darmina (78) digugat keempat anaknya yaitu HE, DS, AP dan MK. Meski tegar, nenek Darmina tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya atas gugatan tersebut.
Darmina mengatakan, dirinya merasa takut dan tubuhnya gemetaran ketika mengikuti sidang di PN Pangkalan Balai Banyuasin tersebut.
"Rasanya gemetar, kita tidak pernah (ikut sidang). Itu saja, banyak takut," kata Nenek Darmina, Sabtu (25/7) seperti dilansir dari Liputan6.com, Minggu (26/7).
Dari wajahnya, nenek lansia ini tak bisa menyembunyikan raut kekecewaan dan kesedihan. Karena anak dan cucunya masih ingin memiliki tanah warisan mendiang suaminya.
Padahal, tanah warisan yang sudah terjual tersebut, merupakan jatah mendiang anak lelakinya. Yang diwariskan kembali ke cucu dari mendiang anaknya tersebut.
Dia pun tak habis pikir dengan gugatan tersebut, karena semua anak-anaknya sudah mendapatkan jatah tanah warisan masing-masing seluas 750 meter persegi.
Sementara itu, kuasa hukum dari Darmina yang juga tergugat, Purwata Adi Nugraha, mengatakan dirinya belum bisa berkomentar apa-apa.
"Harapan kami semoga ada solusi yang terbaik, walaupun bagaimana ini masih dalam satu keluarga," singkatnya.
Dalam sidang kedua, Darmina terus didampingi tergugat lainnya yaitu Angga, yang merupakan cucu kandungnya.
Dengan menggunakan kursi roda, Darmina mengikuti persidangan, yang diketuai Majelis Hakim M Alwi dan anggota Majelis hakim Erwin Tri Surya Anandar dan Ayu Cahyani Sirait.
Majelis Hakim membacakan hasil sidang pengadilan yaitu adanya mediasi antara penggugat dan tergugat yakni Darmina, Angga, Notaris Fahrizal, Lurah Kedondong Rate dan Camat Banyuasin III Sumsel.
Hakim Upayakan Mediasi
Dijelaskan Ketua Hakim Persidangan, untuk sidang kedua ini, adanya pertemuan, mediasi, antara penggugat dan tergugat yang telah disepakati antara penggugat dan tergugat. Sidang selanjutnya akan kembali digelar di tanggal 8 September 2020.
Hakim Mediatori pun sempat mempertemukan antara pihak penggugat dan tergugat di ruang tertutup, usai sidang berakhir menjelaskan terkait mediasi.
Pamitra PN Pangkalan Balai Khoirul menyampaikan, bahwa gugatan perdata itu didaftarkan ke PN Kelas II Pangkalan Balai Banyuasin pada 25 Juni 2020 dan kini tahap sidang mediasi.
"Penggugat yang masih anak kandung tergugat dikuasakan oleh kuasa hukum Ahmad Azhari bersama rombongan.
Menggugat lima di antaranya Darmina, Angga, Notaris Fahrizal, Lurah Kedondong Rate dan Camat Banyuasin III," ujarnya.
Objek yang sengketa merupakan tanah seluas 12 ribu meter persegi, terdiri dari 3 surat yang terletak di Jalan Mutiara Kelurahan Kedondong Rate Banyuasin Sumsel.
Awal Mula Gugatan
Kuasa Hukum penggugat, Achmad Azhari, mengungkapkan kronologi kasus perdata tersebut, hingga akhirnya kliennya memutuskan untuk menggugat secara hukum.
Gugatan perdata itu didaftarkan ke Pengadilan Negeri Kelas II Banyuasin, pada 25 Juni 2020 lalu dan saat ini dalam tahap pemeriksaan berkas.
"Kamis kemarin (16/7/2020) baru agenda pemeriksaan berkas, ditunda hingga Minggu depan karena berkas tergugat belum lengkap," katanya, Jumat (17/7/2020).
Menurutnya, kasus tersebut merupakan persoalan keluarga besar pasangan almarhum Afla Kasim dan Darmina.
Keduanya suami istri itu memiliki lima orang anak yakni Agustina Herawati, mendiang Abdul Gani, Milakaturina, Aprilina, dan Sinta Dewi.
Persoalan ini dimulai setelah Afla Kasim yang merupakan kepala keluarga wafat, pada 7 April 2019 lalu. Afrilina pun dipercayakan oleh Afla Kasim, untuk memegang surat tanah yang menjadi sengketa.
"Sebelum wafat, Afla Kasim berpesan untuk tidak menjual tanah itu dan digunakan untuk usaha anak cucunya kelak," ujarnya.
Setelah Afla Kasim meninggal dunia, Afrilina yang memegang surat itu malah dilaporkan polisi oleh Angga di Banyuasin Sumsel.
"Laporan ke Afrilina atas penggelapan surat. Waktu itu, Afrilina yang tidak ingin masalah meruncing, langsung menyerahkan surat itu kepada Angga," katanya.
Tanah warisan tersebut ternyata dijual oleh Angga, dengan alasan untuk membiayai kehidupan dan berobat Darmina yang tinggal bersamanya.
Pihaknya menduga ada permainan, karena sebelum dijual kepada orang lain. Yang mana diduga ada jual beli antara Angga dan Darmina terhadap lahan warisan itu. Nilai jual beli lahan itu juga, tidak masuk akal karena berada di bawah pasaran.
"Darmina menjual tanah itu kepada Angga sekitar 100 juta. Lalu Angga menjual kembali kepada orang lain senilai Rp550 juta. Padahal harga pasar tanah itu mencapai miliaran rupiah," katanya.
Kliennya menilai, Darmina yang sudah renta dimanfaatkan oleh Angga. Karena gugatan tersebut, lanjutnya, bukan untuk meminta warisan. Hanya saja untuk menjaga harta orangtuanya, yang seharusnya tidak boleh dijual.
Ia menegaskan keinginan kliennya ingin membatalkan transaksi jual beli tersebut, agar lahan itu tetap terjaga keberadaannya sesuai amanah dari mendiang Afla Kasim.
(Seo/mdk/L6)