Protes Para Orangtua Anaknya Gagal Masuk Sekolah Negeri 'Makan Aja Susah, Mana Ada Bayar Swasta
D'On, Padang (Sumbar),- Protes para orangtua wali murid yang anaknya gagal masuk sekolah negeri karena peraturan baru. Sistem PPBB baru yang dicanangkan pemerintah tampaknya justru menyulitkan para orangtua murid.
Tidak sedikit masyarakat kelas menengah ke bawah yang mengaku keberatan dengan sistem Pelaksanaan sistem zonasi setiap tahun dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA tahun ajaran 2020/2021 khususnya di lingkungan Kota Padang maupun Provinsi Sumatera Barat saat ini.
Rusli sebagai Pembina Ikatan Pemuda - pemudi Koto Tingga Sekitarnya (IPPKS) mengatakan, warga yang datang ke SMPN 10 Padang yang mayoritas merupakan Bapak dan Ibu-ibu.
Sebagai Ketua Pembina (IPPKS) wilayah SMPN 10 yang meliputi 5 Kampung: Bandar Puding, Simpang Koto Tingga, Koto Tingga Dalam, Kampung Periuk, Tarok.
Aksi protes warga sekitarnya dipicu lantaran mereka tak terima anaknya tidak lolos dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sekolah menengah pertama (SMPN 10 Padang) negeri di wilayah itu.
Peristiwa tersebut bermula ketika ratusan para orangtua wali murid menggeruduk di SMPN 10 Padang, tuturnya Rusli pada hari Sabtu (11/07/2020) pagi.
Mereka menunggu hasil pertemuan antara masyarakat dan Dinas Pendidikan Padang, serta menyampaikan aspirasi masyarakat mengenai PPDB.
Rupanya ada beberapa wali murid yang hadir, anak mereka tak lolos dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMPN 10 Padang.
Orangtua yang mayoritas para ibu tersebut juga mendesak Dewi Anggraini, M. PD sebagai Kepala Sekolah SMPN 10 Padang memberikan jawaban atas protes masyarakat di sekitarnya SMPN 10 Padang.
Salah satu wali murid adalah Nofrida (berusia 43 tahun). Dia protes karena tak bisa anaknya sekolah negeri. Padahal, dia tidak mampu jika menyekolahkan anaknya di sekolah swasta.
"Mana sanggup bayar sekolah swasta. Kondisi sekarang sudah susah dan untuk makan saja sudah susah, mana ada bayar uang sekolah swasta," kata Nofrida.
Berlakunya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Zonasi yang menyulitkan rupanya mula berdampak pada psikis sang anak, berikut curhatan seorang ibu.
Weldawati (berusia 43 tahun) para orangtua wali murid mencurahkan isi hatinya terkait persoalan PPDB sistem zonasi.
Sambil menangis, Weldawati menuturkan, anaknya depresi lantaran terdampak Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi. Saya dibikin pusing, kadang (anak saya) tertawa sendiri, tidak mau makan, ujarnya.
Sementara itu, Evi Yandri Rajo Budiman salah satu tokoh masyarakat Pauh IX Kuranji mengatakan, emang bener terjadi protes masyarakat di SMPN 10 Padang, saya tidak namakan demo. Masyarakat berdamai - ramai
datang ke sekolah untuk memperjuangkan para orangtua wali murid supaya bisa masuk sekolah.
Selain itu, Ini perlu kita evaluasi peraturan sesuai dengan Permendikbud nomor 44 tahun 2019 punya kelemahan dan Permendikbud diatur dengan zonasi serta permasalah usia. Hasil temuan zonasi di lapangan keberadaan sekolah tidak merata sesuai dengan domisili penduduk.
Diwilayah Koto Tingga ini banyak anak-anak yang domisili disini dan ini perlu solusi dari pemerintah daerah baik itu Kota Padang maupun Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, ujarnya.
Evi Yandri Rajo Budiman berharap, semua persoalan ini cepat selesai dan kita tidak menginginkan satu anak tidak sekolah, tentu sesuai dengan donasi para wali murid berharap anak bisa sekolah di SMPN 10 Padang. Memang sebagian yang datang kesini para wali murid patut kita pertimbangkan secara ekonomi, pangkasnya.
(DP)
Tidak sedikit masyarakat kelas menengah ke bawah yang mengaku keberatan dengan sistem Pelaksanaan sistem zonasi setiap tahun dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA tahun ajaran 2020/2021 khususnya di lingkungan Kota Padang maupun Provinsi Sumatera Barat saat ini.
Rusli sebagai Pembina Ikatan Pemuda - pemudi Koto Tingga Sekitarnya (IPPKS) mengatakan, warga yang datang ke SMPN 10 Padang yang mayoritas merupakan Bapak dan Ibu-ibu.
Sebagai Ketua Pembina (IPPKS) wilayah SMPN 10 yang meliputi 5 Kampung: Bandar Puding, Simpang Koto Tingga, Koto Tingga Dalam, Kampung Periuk, Tarok.
Aksi protes warga sekitarnya dipicu lantaran mereka tak terima anaknya tidak lolos dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sekolah menengah pertama (SMPN 10 Padang) negeri di wilayah itu.
Peristiwa tersebut bermula ketika ratusan para orangtua wali murid menggeruduk di SMPN 10 Padang, tuturnya Rusli pada hari Sabtu (11/07/2020) pagi.
Mereka menunggu hasil pertemuan antara masyarakat dan Dinas Pendidikan Padang, serta menyampaikan aspirasi masyarakat mengenai PPDB.
Rupanya ada beberapa wali murid yang hadir, anak mereka tak lolos dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMPN 10 Padang.
Orangtua yang mayoritas para ibu tersebut juga mendesak Dewi Anggraini, M. PD sebagai Kepala Sekolah SMPN 10 Padang memberikan jawaban atas protes masyarakat di sekitarnya SMPN 10 Padang.
Salah satu wali murid adalah Nofrida (berusia 43 tahun). Dia protes karena tak bisa anaknya sekolah negeri. Padahal, dia tidak mampu jika menyekolahkan anaknya di sekolah swasta.
"Mana sanggup bayar sekolah swasta. Kondisi sekarang sudah susah dan untuk makan saja sudah susah, mana ada bayar uang sekolah swasta," kata Nofrida.
Berlakunya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Zonasi yang menyulitkan rupanya mula berdampak pada psikis sang anak, berikut curhatan seorang ibu.
Weldawati (berusia 43 tahun) para orangtua wali murid mencurahkan isi hatinya terkait persoalan PPDB sistem zonasi.
Sambil menangis, Weldawati menuturkan, anaknya depresi lantaran terdampak Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi. Saya dibikin pusing, kadang (anak saya) tertawa sendiri, tidak mau makan, ujarnya.
Sementara itu, Evi Yandri Rajo Budiman salah satu tokoh masyarakat Pauh IX Kuranji mengatakan, emang bener terjadi protes masyarakat di SMPN 10 Padang, saya tidak namakan demo. Masyarakat berdamai - ramai
datang ke sekolah untuk memperjuangkan para orangtua wali murid supaya bisa masuk sekolah.
Selain itu, Ini perlu kita evaluasi peraturan sesuai dengan Permendikbud nomor 44 tahun 2019 punya kelemahan dan Permendikbud diatur dengan zonasi serta permasalah usia. Hasil temuan zonasi di lapangan keberadaan sekolah tidak merata sesuai dengan domisili penduduk.
Diwilayah Koto Tingga ini banyak anak-anak yang domisili disini dan ini perlu solusi dari pemerintah daerah baik itu Kota Padang maupun Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, ujarnya.
Evi Yandri Rajo Budiman berharap, semua persoalan ini cepat selesai dan kita tidak menginginkan satu anak tidak sekolah, tentu sesuai dengan donasi para wali murid berharap anak bisa sekolah di SMPN 10 Padang. Memang sebagian yang datang kesini para wali murid patut kita pertimbangkan secara ekonomi, pangkasnya.
(DP)