Siswi Korban Perkosaan Kades dan Dua Anggotanya Kini Hamil 5 Bulan
D'On, Katingan (Kalteng),- Kantor desa semestinya dipakai untuk kegiatan terhormat yakni untuk melayani warga. Namun di satu desa di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah (Kalteng), kantor desa justru dipakai sebagai tempat pemerkosaan.
Kepala desa (kades) memperkosa anak di bawah umur di kantornya hingga korban hamil. Tak hanya itu, korban juga diketahui telah dicabuli oleh dua bawahan kades tersebut.
Tiga oknum yang melakukan aksi pencabulan kepada satu koran tersebut yakni kades Hen (47) serta perangkatnya yang terdiri dari Alw (39) dan Nik (24).
Ketiganya diduga mencabuli korban baru berusia 17 tahun. Korban diketahui disetubuhi paksa delapan kali dalam waktu berbeda yaitu antara Juli 2019 hingga Mei 2020.
"Para tersangka merupakan kepala desa dan perangkat desa.... Korban berusia 17 tahun, siswi salah satu SMA,” ungkap Kasatreskrim Polres Katingan Iptu Adhi Heriyanto pada Kamis (9/7/2020).
Berdasarkan keterangan korban, lokasi pemerkosaan tak hanya di kantor desa, tapi juga di perumahan, di lokasi tambang emas, dan ladang hingga siswi malang tersebut 5 bulan.
Untuk diketahui Alw mencabuli korban satu kali di suatu ladang. Kala itu masa tanam padi, korban dibujuk untuk diantar pulang, lalu di tengah jalan berhenti dan mendorong korban hingga jatuh kesemak. Korban melawan namun tersangka mengancam untuk tidak melaporkan ke orang lain.
Sedangkan tersangka oknum Kades Hen melakukan persetubuhan sebanyak empat kali, lokasinya di kantor desa dan di rumah pelaku.
“Tersangka mengikuti korban, sesampai di rumah, tersangka menarik tangan korban dan memaksa,” ucap Adhi.
Kemudian tersangka juga menyetubuhi korban dan mengancam korban di kantor desa saat hendak memfotokopi KTP orangtuanya. Saat itu korban dipaksa dan dibawa ke dapur kantor desa.
“Para tersangka dalam melakukan aksinya selalu mengancam korban. Kami mengamankan tersangka Hen dan Alw, Selasa (7/7/2020) malam sedangkan Nik, Rabu (8/7/2020) dini hari.
Akibat perbuatanya para tersangka dijerat Pasal 81 ayat (1) Undang – undang RI No 17 Tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi Undang-Undang."Ancamanya minimal dua tahun dan maksimal 15 tahun penjara.
(mond/okz)