Divonis 2 Tahun Penjara Petinggi Sunda Empire Bersikukuh Ingin Menata dan Melindungi Bumi
D'On, Bandung (Jabar),- Petinggi Sunda Empire divonis hakim dengan hukuman dua tahun penjara. Menanggapi hal itu, mereka meyakini bahwa tatanan dunia tetap harus berubah dengan menonjolkan perdamaian dan kesejahteraan.
Vonis hukuman yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Benny Eko Supriyadi di Pengadilan Negeri Bandung itu ditujukan kepada Nasri Banks, Raden Ratna Ningrum dan Ki Ageng Ranggasasana yang sebelumnya didakwa Pasal 14 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 tahun 1946.
Vonis yang diberikan hakim dua tahun penjara lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta hukuman empat tahun penjara. Menurut Nasri Banks, hukuman yang diterimanya tidak lantas mengubah keyakinannya mengenai nilai Sunda yang dimiliki oleh dunia. Sistem yang ada saat ini merusak berbagai tatanan yang seharusnya terjaga, seperti alam.
"Iya karena Sunda itu eksis, Sunda milik dunia. Jadi tidak bisa kita menerima sistem itu jadi salah justru merusak tatanan yang sudah dibangun oleh para pendahulu," kata dia.
Vonis karena dinyatakan menyebarkan bohong menurutnya disebabkan ketidaktahuan dan keterbatasan berpikir memahami Sunda. Meski demikian, ia mengakui memerlukan waktu agar orang-orang bisa memahami hal tersebut.
"Itu karena ketidaktahuan dan keterbatasan berpikir, baca sejarahnya yang bagus karena tidak mungkin sistem administrasi dunia itu muncul tiba-tiba, dia harus ada asal-usul," ucap dia.
Sementara itu, Rangga menilai vonis yang diterima merupakan barometer dari hukum yang ada di Indonesia. Ia mengaku akan menunggu waktu tujuh hari untuk memutuskan langkah apa yang akan ditempuh.
"Apapun hasilnya bahwa ini merupakan barometer, perkara putusan tadi dan saya pikir-pikir, nanti kita lihat di tujuh hari karena dalam prinsip poinnya kami menuntut pada posisi bebas, saya apalagi. Jadi kan jelas yang mengunggah dalam proses ini kan ada pelakunya dan ini tidak untuk onar tapi membuat kemanusiaan perdamaian, kesejahteraan bagi seluruh dunia," kata dia.
Ia menegaskan, sedari awal misi dari Sunda Empire adalah menata kembali sistem yang ada di dunia. Semua harus punya tanggung jawab yang sama menata hukum termasuk yang berhubungan dengan keselamatan bumi.
"Kalau enggak ada penatanya, siapa yang mau nata dan siapa yang peduli nuklir diledakkan sementara mereka anak-anak dan istrinya diselamatkan. Siapa yang berani berteriak bahwa hukum dan undang-undang juga harus ditinjau kembali," tegas dia.
"Ada prinsip poin bahwa keselamatan bumi bahwa kita semua punya kewajiban untuk menyelamatkan bumi, kalau misalkan kami dianggap dalam posisi salah ya silakan mereka. Soal pro dan kontra biasa, apapun bentuknya jangan sampai ada figur dalam proses yang ada justru enggak jelas, dunia harus ditata kembali. Siapapun manusianya boleh dan berhak dan itu dilindungi oleh undang-undang internasional dan undang-undang dasar 45," ia melanjutkan.
Sunda empire ia jelaskan bukan soal pribadi atau satu kelompok tertentu. Sunda Empire, ia katakan menyangkut semua isi bumi dan seisinya. Dunia setiap 75 tahun itu harus ada penataan ulang. Ia menyinggung tugas Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 24 Oktober.
"Seharusnya tidak keluar ke umum berkaitan dengan berakhirnya perjanjian soal tanah 75 tahun tapi karena disampaikan ke umum itu yang menyebabkan orang jadi awam, perbedaan pengetahuan dan ilmu menyebabkan kita dianggap salah, kalau misalkan itu dianggap tidak berpikir, tanggapi semua tuh yang bikin film fiksi, ini kita tidak berbicara tentang fiksi tapi bicara tentang tatanan dunia ini harus ditata kembali dan diselamatkan, siapa yang peduli sekarang? Kalau semua 10 nuklir itu diledakkan, kita semua jadi tengkorak," jelas dia.
"Bahwa misi kemanusiaan dan perdamaian kemudian mensejahterakan kita bahwa dan itu diakui, itu menjadi catatan bahwa kita masih mau berjuang, dalam langkah manapun," katanya.
(mdk/rhm)