Fahri Hamzah: Kenapa Maksud Baik Pemerintah Ditolak Rakyat?
D'On, Jakarta,- Wakil Ketua Umum Gelora, Fahri Hamzah berharap, pemerintah Joko Widodo - Ma'ruf Amin mengambil pelajaran besar dari aksi penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Menurutnya, tujuan baik pemerintah untuk membangun perekonomian kuat di tengah pandemi Covid-19 dan krisis berlarut ini, tidak dimengerti publik atau rakyat dengan penolakan dimana-mana.
"Saya kira ada pelajaran besar yang harus dipetik hari-hari ini, karena maksud baik kadang dikotori oleh adanya maksud-maksudnya yang tidak baik. Maksud baik akhirnya bercampur dengan maksud yang tidak baik, sehingga menjadi keruh dan akhirnya rakyat menolak," kata Fahri dalam keterangannya, Jumat (9/10).
Menurut Fahri, UU Omnibus Law adalah UU yang unik, termasuk dalam penamaannya dalam Bahasa Indonesia disebut sebagai UU Cipta Kerja. UU Cipta Kerja, lanjutnya, mengatur semua kegiatan perekonomian dan lapangan pekerjaan.
"Siapa yang tidak mau lapangan kerja tercipta? Siapa yang tidak mau bekerja? Siapa yang tidak mau punya penghasilan? Kasih makan keluarga dan anak-anak. Siapa sih yang tidak mau? Semuanya ingin kerja. Lalu, kenapa undang-undang yang maksudnya baik ditolak semua orang," tuturnya.
Mantan Wakil Ketua DPR ini menilai, banyaknya aksi penolakan terhadap pengesahan UU Cipta Kerja, karena pemerintah sejak awal menutup-nutupi isi yang tercantum dalam UU Omnibus Law tersebut.
Dia menilai, pemerintah juga tidak mengkomunikasikan kepada publik hingga tiba-tiba disahkan pada Senin (5/10) lalu.
"Kalau pemerintah menyatakan ini semua baik, maka sejak awal akan dikomunikasikan. Orang harus diberi tahu hal-hal yang tercatum dalam UU ini, dan pasti semua akan menerima. Karena sekali lagi tidak ada orang yang tidak mau kerja, tidak ada orang yang tidak ingin kehidupannya menjadi baik dengan bekerja dan terlibat dalam kegiatan perekonomian," ujar Fahri.
Fahri menegaskan, sejak awal pemerintah tidak terbuka soal UU Omnibus Law Cipta Kerja. Sehingga publik mengesankan UU ini tidak berpihak kepada rakyat, tetapi berpihak kepada pengusaha, kelompok dan golongan tertentu saja yang ingin mengusai perekonomian Indonesia.
"Kalau kata almarhum WS Rendra, maksud baik saudara untuk siapa? Maksud baik saudara ada di pihak yang mana? Pertanyaan-pertayaan ini terjadi karena tidak adanya keterbukaan dari awal," ungkap Fahri.
Lebih lanjut, Fahri mengatakan, saat ini adalah waktu yang tepat bagi pemerintah secara terus menerus memberi penjelasan ke publik di tengah maraknya aksi unjuk rasa di berbagai daerah menolak UU Cipta Kerja. Pemerintah harus bisa meyakinkan publik bahwa UU Cipta Kerja ini berpihak kepada rakyat, bukan berpihak kepada yang lain.
"Ini waktu yang tepat berbicara dengan masyarakat, waktu berbicara kepada rakyat agar maksud baik kita, maksud baik pemerintah itu diketahui rakyat. Dan maksud baik itu ada di pihak rakyat," tegasn eks politikus PKS ini.
Fahri juga meminta DPR memberikan penjelasan ke publik, dan tidak cuci tangan usai mengesahkan UU Cipta Kerja dengan menyerahkan bola panasnya ke pemerintah.
Sebab, DPR yang berisi perwakilan partai politik adalah pihak yang dianggap paling bertanggungjawab karena telah membahas dan mengesahkan UU tersebut secara cepat.
"Itu saran saya kepada pemerintah dan DPR, semua anggota DPR yang sejak awal semua partai politik sebenarnya menyetujui pembahasan, meski diujung berbeda pendapat di akhirnya. Tetapi sejatinya mereka setuju, termasuk partai politik yang menolak," tandas Fahri.
(mdk/rnd)