Sejumlah Pecalang Sambangi Polda Bali, Ingin Kasus Munarman Dituntaskan
D'On, Denpasar (Bali),- Sejumlah orang mendatangi Ditreskrimsus Polda Bali menanyakan kelanjutan laporan atas Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman pada 2017. Kala itu, massa mengatakan Munarman dilaporkan soal ujaran kebencian.
"Hari ini kita datang memastikan apakah tidak lanjut dari laporan kita 2017 yang lalu itu, kan yang lebih tahu dari kepolisian. Jadi yang jelas bagaimana caranya Munarman ini segera ditangkap karena dia sudah melakukan pelecehan, menebar kebencian, yang ada di Bali meskipun tadi dia berbicara dengan sebelumnya di media sosial," kata Manggala Utama Pasikan Pecalang Bali I Made Mudra kepada wartawan, Selasa (29/12/2020).
"Dan semua dan data-data itu bahkan sudah dilengkapi oleh rekan kita. Jadi unsur masyarakat kita di Bali sangat majemuk, ada yang muslim, ada yang Kristen, meskipun Bali Hindu tuan rumah. Tetapi tuduhannya si Munarman ini yang kurang ajar, yang nggak masuk akal, mereka menuduh pecalang-pecalang di Bali melempari rumah-rumah saudara muslim, bahkan melarang orang muslim akan salat. Itu kan tidak mungkin," tambah Mudra.
Justru, menurutnya, pecalang di Bali tidak pernah melakukan apa yang dituduhkan oleh Munarman. Bahkan ia menyebut pecalang di Bali sangat toleran terhadap umat beragama di Bali.
"Justru kenyataannya kita di pecalang, kalau minta bantuan dari orang, kan misalnya ada hari besar, ada yang mudik saat Idul Fitri, rumahnya kosong, siapa yang menjaga? Kita di lingkungan kita masing-masing, kan ada pecalangnya," ungkap Mudra.
Mudra mendukung polisi menuntaskan kasus Munarman. Mudra mengatakan warga juga mendukung agar kasus ini dituntaskan.
"Untuk itulah kami tetap men-support kepolisian dalam hal bagaimana untuk menuntaskan kasus Munarman ini agar betul-betul dituntaskan. Jadi masyarakat mendukung pecalang mendukung langkah-langkah yang dilakukan kepolisian," paparnya.
Sementara itu, dihubungi terpisah, Kabid Humas Polda Bali Kombes Syamsi pihak Polda Bali akan menindaklanjuti dengan menyerahkan ke penyidik. Syamsi menjelaskan massa mempertanyakan omongan Munarman di media sosial untuk segera ditindaklanjuti.
"Jadi begini, dengan adanya mereka menyampaikan aspirasi untuk menindaklanjuti kasus Munarman, nah itu dari pihak kita akan menyerahkan kepada penyidik. Nah, nanti setelah diserahkan, apa tuntutan mereka kepada penyidik, nanti penyidik menindaklanjuti aspirasi yang mereka sampaikan gitu," kata Syamsi saat dihubungi terpisah.
"Iya mereka kan menyampaikan supaya itu ditindaklanjuti apa yang menjadi omongan Munarman di medsos itu. Mereka minta untuk segera ditindaklanjuti itu saja mereka memintanya," lanjut Syamsi.
Kasus ini bergulir pada 2017. Munarman juga telah menjalani pemeriksaan di Polda Bali sebagai tersangka dugaan kasus fitnah terhadap pecalang dan dijerat dengan UU ITE.
Munarman juga sempat mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar soal status tersangka kasus dugaan fitnah pecalang. Namun Munarman mencabut gugatannya itu.
"Menerima permohonan pencabutan praperadilan oleh pemohon," kata ketua majelis hakim Agus Walujo Tjahjono dalam persidangan di PN Denpasar, Denpasar, Bali, Senin (20/2/2017).
Penjelasan Munarman Usai Diperiksa pada 2017
Munarman menegaskan tidak bermaksud menyebarkan permusuhan atau informasi SARA. Munarman menyampaikan itu setelah menjalani pemeriksaan di Polda Bali pada 2017.
"Perlu dicatat, saya tidak ada maksud sedikit pun untuk menyebarkan atau melakukan tindakan yang bersifat permusuhan atau penyebaran informasi yang terkait dengan SARA," kata Munarman di Mapolda Bali, Jl WR Supratman, Denpasar, Bali, Selasa (14/2/2017).
Munarman lantas menjelaskan kedatangannya sewaktu masih menjabat juru bicara FPI ke kantor Kompas Group bertujuan menyampaikan hak jawab.
Hal ini dilakukan karena FPI, menurut Munarman, keberatan atas pemberitaan Kompas terkait dengan kasus penutupan dan penyitaan paksa warung makan di Serang yang buka saat siang hari di bulan puasa pada 2016.
"Jadi tidak ada maksud dan tujuan untuk menyeret-nyeret pihak lain atau kelompok lain atau informasi yang bernada permusuhan atau kebencian terhadap salah satu kelompok yang ada di Indonesia ini," ujar Munarman.
"Sekali lagi, selaku media, Kompas, itu kita minta untuk bersikap proporsional, profesional, dan adil saja. Jadi itu konteksnya yang perlu saya tegaskan," imbuhnya.
(idh/detik.com)