Alasan Komisi II Larang Eks HTI Jadi Peserta Pemilu di Draf RUU
D'On, Jakarta,- Draf RUU Pemilu mengatur larangan mantan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menjadi peserta Pemilu Presiden, Legislatif, dan Kepala Daerah. Aturan ini disandingkan dengan larangan eks anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) atau yang terlibat G30S/PKI. Hal itu tercantum dalam Pasal 182 ayat 2 draf RUU Pemilu.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustofa mengatakan, larangan tersebut normatif. Karena setiap warga negara Indonesia harus patuh konstitusi dan mengakui ideologi Pancasila.
"Kalau itu menurut saya normatif saja bahwa semua warga negara Indonesia ya harus patuh dengan konstitusi. Jadi dia harus mengakui yang namanya ideologi kita dasar negara kita Pancasila," ujar Saan di DPR, Selasa (26/1).
Menurutnya, menjadi kesepahaman bersama bahwa orang yang tidak mau mengakui dan ingin mengubah konstitusi serta dasar negara tidak bisa diberikan kesempatan menjadi peserta Pemilu.
"Bagi mereka yang tidak mau mengakui itu bahkan ingin mengubah ya tentu itu tidak bisa kita beri kesempatan untuk mencalonkan baik di eksekutif maupun legislatif. Jadi itu sudah menjadi kesepahaman bersama," jelas Saan.
Namun, Saan menjelaskan, tidak menutup juga Peraturan KPU menambah ketentuan eks PKI dan HTI dibolehkan dengan syarat mengumumkan publik. Seperti aturan eks narapidana korupsi mengikuti pemilihan legislatif meski akhirnya batal di Mahkamah Agung.
"Kecuali nanti dia ketika turunannya kan PKPU, dia akan menyatakan pada publik misalnya PKPU nya seperti apa turunannya," ujar Saan.
Aturan larangan eks HTI dan eks PKI dalam RUU Pemilu terdapat dalam Pasal 182 ayat 2. Pasal itu mengatur syarat peserta Pemilu baik Pilpres, Pileg, dan Pilkada. Pada huruf jj disebutkan syarat bukan bekas anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Sementara pada huruf ii disebutkan bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G.3O.S/PKI.
(mdk/eko)