Dinilai Lamban Usut Korupsi Bansos Covid-19 Juliari, MAKI Gugat KPK ke PN Jaksel
D'On, Jakarta,- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) merealisasikan menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan lambannya penanganan kasus suap pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 di Kementerian Sosial (Kemensos).
MAKI menggugat KPK dengan mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (19/2).
"Hari ini, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan MAKI selaku Pemohon telah melakukan pendaftaran gugatan praperadilan melawan KPK selaku termohon," ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangannya.
Boyamin mengatakan, gugatan ini diajukan lantaran pihaknya menilai KPK telah menelantarkan penanganan kasus suap yang menjerat mantan Mensos Juliari Batubara ini. Menurut MAKI, KPK tidak menjalankan seluruh izin penggeledahan yang telah diterbitkan Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
MAKI mengatakan, tim penyidik baru melakukan sekitar lima kali penggeledahan. Minimnya penggeledahan yang dilakukan menurut MAKI menghambat rampungnya berkas perkara Juliari dan tersangka penerima suap lainnya.
"Bahwa diduga ada 20 izin penggeledahan yang dikeluarkan oleh Dewas KPK untuk keperluan penanganan perkara tersebut, namun sampai saat ini termohon KPK tidak melaksanakan seluruh izin tersebut," kata Boyamin.
Dalam gugatan ini, MAKI juga mempertanyakan lambannya KPK memeriksa legislator Ihsan Yunus. Padahal, tim penyidik telah menggeledah rumah orangtua Ihsan Yunus, dan memeriksa adik Ihsan Yunus, Muhammad Rakyan Ikram.
Bahkan, dalam rekonstruksi yang dilakukan KPK terungkap adanya pemberian uang sebesar Rp 1,5 miliar dan dua unit sepeda merk Brompton kepada Ihsan melalui Agustri Yogasmara yang disebut sebagai operator Ihsan Yunus.
Tim penyidik KPK sendiri berdasarkan agenda pemeriksaan telah menjadwalkan memeriksa Ihsan Yunus pada Rabu (27/1). Namun, saat itu Ihsan Yunus mangkir. Pemeriksaan kembali terhadap Ihsan Yunus urung dilakukan KPK.
"Termohon melalui Plt Jubir Ali Fikri memberikan rilis berita yang berisi KPK telah memanggil Ihsan Yunus namun kenyataannya adalah tidak ada bukti apapun telah terjadi pemanggilan kepada Ihsan Yunus sehingga nampak termohon tidak serius dan main-main menangani perkara korupsi penyaluran Sembako Bansos Kemsos," kata Boyamin.
Menurut Boyamin, dengan penelantaran 20 izin penggeledahan dan tidak diperiksanya Ihsan Yunus telah menghambat penanganan perkara. Bahkan, Boyamin menyebut tindakan-tindakan tersebut sebagai bentuk penghentian penyidikan kasus suap bansos secara materiel, diam-diam, menggantung, dan menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap tersangka lainnya.
Untuk itu, dalam gugatan praperadilan yang diajukan, MAKI meminta PN Jaksel menyatakan penghentian penyidikan secara diam-diam yang dilakukan KPK tersebut tidak sah dan batal demi hukum. MAKI juga meminta PN Jaksel memerintah KPK melanjutkan proses hukum kasus ini dengan menjalankan seluruh izin penggeledahan yang diterbitkan Dewas dan memeriksa Ihsan Yunus.
"Memerintahkan secara hukum termohon segera melakukan tindakan penggeledahan sebagaimana 20 izin yang telah dikeluarkan oleh Dewas KPK dan melakukan pemanggilan atas Ihsan Yunus, melakukan penyelesaian penanganan penyidikan, dan melimpahkan berkas perkara kepada jaksa penuntut umum pada KPK," kata Boyamin.
(mdk/rhm)