Terkait Mafia Tanah, BPN Sebut Sertifikat Elektronik Tak Bisa Dipalsukan
D'On, Jakarta,- Kementerian ATR/BPN mengakui akhir-akhir ini marak praktik mafia tanah yang mengalihkan hak atas tanah/bangunan dari pemilik asli. Dengan adanya sertifikat tanah elektronik ini diharapkan masyarakat terhindar dari kejahatan penipuan hingga mafia tanah.
"BPN terus akan memperbaiki, meningkatkan kualitas produk kita supaya tidak mudah dilakukan pemalsuan-pemalsuan. Sertifikat yang sekarang pun sebetulnya tidak bisa dipalsukan. Kalau sertifikat palsu itu dibawa ke BPN pasti ketahuan bahwa itu bukan produk BPN. Namun yang dibawa ke BPN adalah sertifikat yang asli, yang palsu yang diserahkan kepada pemilik sehingga pemilik nggak tahu kalau sudah dipalsukan," jelas Dirjen Penanganan Masalah Agraria, Pemanfaatan Ruang dan Tanah Kementerian ATR/BPN Agus Wijayanto dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (19/2/2021).
Upaya peningkatan kualitas produk tersebut salah satunya dilakukan dengan diluncurkannya program digitalisasi dan sertifikasi dalam pelayanan dan sertifikat elektronik.
"Sehingga nanti ke depan dengan digital, warkah-warkah digital ini tidak mudah dipalsukan, tidak akan bisa diambil. Demikian juga dengan sertifikat, sertifikat itu yang utamanya ada di dalam data komputer," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran mengatakan pihaknya akan meningkatkan kerja sama dengan Kementerian ATR/BPN dan Kejaksaan Agung RI untuk memberantas mafia tanah.
"Ke depan untuk mengoptimalkan kerja Satgas Mafia Tanah kami dan BPN sepakat untuk libatkan tim dari Kejaksaan Agung RI untuk bisa menyamakan persepsi tentang perbuatan melawan hukum yang dilakukan mafia tanah, karena ada karakteristik yang berbeda di dalam kejahatan mafia tanah ini," ujar Fadil.
Untuk diketahui, Polda Metro Jaya menangkap 15 tersangka, termasuk Fredy Kusnadi, terkait kasus mafia tanah yang menjarah rumah ibu Dino Patti Djalal. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat mengatakan para pelaku menghadirkan figur palsu yang berperan seolah-olah sebagai pemilik sah atas tanah atau bangunan. Figur palsu itu dilengkapi pula dengan identitas palsu.
Hal ini juga yang dilakukan oleh tersangka Fredy Kusnadi. Dia diketahui membayar Rp 10 juta kepada tersangka Aryani untuk memerankan figur sebagai Yusmisnawati yang diketahui sebagai keluarga ibu Dino Patti Djalal.
Menurut Tubagus, figur-figur palsu ini yang berperan seolah-olah keluarga Dino Patti Djalal melakukan transaksi perpindahan hak milik bangunan di PPAT. Padahal selama proses tersebut berlangsung korban tidak mengetahui proses itu sama sekali.
"Yang dimaksud dengan figur adalah dilahirkan seseorang yang menyerupai korban, dibuat sedemikian menyerupai korban dilengkapi dengan dokumen KTP palsu kemudian melakukan transaksi di pejabat pembuat akte tanah. Terjadilah pemindahan hak. Padahal yang punyanya tidak tahu karena seolah-olah saja," papar Tubagus.
Lima belas tersangka itu memiliki peran masing-masing mulai dari aktor intelektual, yang menyiapkan sarana-prasarana, menyiapkan figur, hingga berperan sebagai notaris dan PPAT.
(mea/dtk)