Demi Harga Diri, Moeldoko Akan Berusaha Dapatkan SK Menkumham
D'On, Jakarta,- Pengamat politik Ujang Komarudin menyebut KSP Moeldoko akan berusaha mendapatkan SK Menkumham Yasonna Laoly meski KLB Sibolangit Sumut merupakan KLB abal-abal.
“Walaupun KLB-nya abal-abal, dia akan tetap berusaha dapatkan SK Kemenkumham. Agar tak kehilangan harga diri,” ungkap Ujang Komarudin yang juga Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Jumat (12/3).
Menurutnya, kisruh di tubuh Partai Demokrat bisa membuat Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko, rugi banyak.
Karena ia akan dianggap sebagai tokoh begal politik setelah terlibat langsung dalam gerakan sepihak yang diklaim sebagai Kongres Luar Biasa (KLB) di Sibolangit Deli Serdang, Sumatera Utara.
“Rugi banyak. Rugi nama besar, harga diri, juga kehormatan,” ujar Ujang.
Namun, lantaran Moeldoko sudah kadung terlibat terlalu jauh dalam urusan KLB yang disebut abal-abal tersebut.
Maka KSP Moeldoko akan tetap berusaha untuk menjaga harga dirinya dengan cara melanjutkan perjuangan KLB tersebut.
“Walaupun KLB-nya abal-abal, dia akan tetap berusaha dapatkan SK Kemenkumham. Agar tak kehilangan harga diri,” lanjut Ujang Komarudin.
Ditambahkan Ujang, keterlibatan Moeldoko dalam urusan KLB yang disebut abal-abal itu tidak lepas dari peran sejumlah eks kader Demokrat, seperti Jhoni Allen Marbun, Marzuki Alie, atau Max Sopacua.
Menurutnya, para eks kader Demokrat itu bisa saja ‘menggocek’ mantan Panglima TNI itu dalam urusan KLB sepihak tersebut.
“Di politik itu saling mengerjai dan mengolah itu biasa. Mungkin Moeldoko waktu KLB yang kena olah dan tipu-tipu oleh timnya (Jhoni Allen Marbun dkk),” jelas pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia ini.
Sementara itu, Pemerhati Komunikasi Politik Tjipta Lesmana menyoroti langkah KSP Moeldoko yang mencaplok Partai Demokrat melalui KLB Sibolangit, Deliserdang, Sumut.
Guru besar ilmu komunikasi itu mensinyalir manuver politik Moeldoko merebut PD sebagai pertanda kuat bahwa Indonesia kembali mengarah ke masa kelam ala Orde Baru.
Menurut Tjipta, partai politik yang didirikan masyarakat merupakan bagian penting dalam demokrasi.
“Jadi partai politik itu penting, bahkan sangat penting dalam sistem demokrasi,” kata dia dalam akun Realita TV di YouTube, Jumat (12/3).
Peraih gelar master bidang komunikasi dari University of Chicago itu menegaskan bahwa sebuah negara tanpa partai politik tidak bisa disebut menganut demokrasi.
Sebab, partai politik harus berfungsi sesuai tujuan pembentukannya, yaitu mengontrol pemerintah dan meningkatkan partisipasi masyarakat.
Tjipta lantas mengutip pernyataan filsuf Yunani Aristoteles tentang manusia sebagai homo politicus atau makhluk politik.
Sebagai makhluk politik, manusia haus akan kekuasaan.
“Apa pun bentuknya tetapi kecenderungannya maunya lagi, lagi, dan lagi. Karena duduk di kursi itu enak sekali, kalau bisa dirinya terus berkuasa,” tegasnya.
(ral/rmol/pojoksatu)