Jaksa Tanggapi Eksepsi: Izinkan Kami Luruskan Kesesatan Berpikir Rizieq Shihab
D'On, Jakarta,- Rizieq Shihab menuding dakwaan perkara dugaan penyiaran kabar bohong atau hoax yang berujung keonaran terkait hasil tes swab di RS UMMI yang menjerat adalah fitnah dan tuduhan keji. Jaksa yang menyusun dakwaan itu pun menepis anggapan Rizieq itu.
"Izinkan kami untuk meluruskan tentang kekeliruan dan kesesatan berpikir terdakwa dalam menilai dan memahami kebenaran dari pada isi dari suatu dakwaan yang dibaca dan diajukan oleh terdakwa dan penasihat hukum sebagai sesuatu yang dianggap fitnah dan tujuan keji terhadap diri terdakwa," ujar jaksa saat membacakan tanggapan eksepsi di ruang sidang PN Jakarta Timur, Rabu (31/3/2021).
Jaksa kemudian menjelaskan mengenai perbedaan dakwaan dan fitnah. Jaksa kemudian menjelaskan mengenai pengertian dakwaan merujuk pada kamus hukum.
"Untuk meluruskan hal tersebut, perlu kami jelaskan tentang apa yang dimaksud dari dakwaan dan apa yang fitnah. Menurut kamus hukum Drs Sudarsono cetakan ke V, Februari 2007 halaman 87 yang dimaksud dakwaan berasal dari kata dakwaan, yang memilik beberapa pengertian antara lain, satu tuduhan, kedua, tuntutan jaksa penuntut umum," ucapnya.
"Ketiga, tuntutan atau gugatan yang diajukan oleh seorang atau orang lain karena haknya telah dilanggar, dirugikan yang umumnya dilakukan di muka sidang," imbuhnya.
Diketahui, Rizieq didakwa menyebarkan berita bohong terkait hasil tes swab dalam kasus RS Ummi. Jaksa menilai perbuatan Rizieq Shihab menimbulkan keonaran di masyarakat.
Atas perbuatannya, Rizieq Shihab dijerat pasal berlapis. Berikut pasal yang menjerat Rizieq Shihab dalam kasus tes swab RS Ummi.
Pertama primer: Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Subsider: Pasal 14 ayat (2) UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Lebih subsider: Pasal 15 UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau
Kedua: Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau
Ketiga: Pasal 216 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(man/dhn)