Majelis Rakyat Papua Tolak Industri Miras di Tanah Papua
Ketua Pokja Agama MRP Yoel Luiz Mulait menyatakan pihaknya bersepakat menolak izin investasi miras skala besar hingga eceran yang diberikan oleh Presiden Jokowi.
"Maka MRP Pokja Agama dengan tegas menyatakan menolak Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang bidang usaha penanaman modal yang menetapkan Papua sebagai salah satu wilayah tempat minuman keras boleh produksi secara terbuka,” ujar dia dalam keterangan tertulis, Senin (1/3/2021).
Lantas pada 26 Februari, Pokja Agama melakukan rapat koordinasi dengan Kepala BNN Provinsi Papua Brigjen Pol Robinson Siregar, Direktur Narkoba Polda Papua Kombes Alfian Tanjung, Kasat Pol PP Provinsi Papua Wiliam Andrei, sementara Walikota Jayapura pada saat itu berhalangan datang.
Hasil rapat koordinasi kemudian dibangun kesepakatan bersama yaitu atas dukungan rakyat Papua melalui para tokoh agama, sebagai pimpinan umat yang ada di tanah Papua, mereka mengutuk dan menolak miras dan narkoba di sana.
"Maka para pemangku kebijakan baik BNN Papua, Polda Papua dan Satpol PP juga mempunyai komitmen yang sama untuk memberantas miras dan narkoba di Tanah Papua," jelas Yoel.
Rakyat Papua pun perlu menolak Perpres tersebut lantaran dikhawatirkan semakin banyak kematian orang Papua. Ditambah tingkat kriminalitas tertinggi termasuk kematian akibat miras dan narkoba sesuai data Polda Papua, terjadi di daerah tersebut.
Selanjutnya, Ketua MRP Timotius Murib berujar, miras dan narkoba adalah musuh bersama untuk diperangi bersama guna menyelamatkan orang asli Papua.
Pemerintah resmi membuka industri alkohol bagi investor asing. Hal ini dilakukan dengan menerbitkan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 yang mengeluarkan industri alkohol dari daftar usaha tertutup untuk investasi yang sebelumnya diatur dalam Perpres Nomor 44 Tahun 2016. Kini daftar bidang usaha tertutup untuk investasi hanya tersisa enam saja.
Dalam Perpres 10/2021, industri alkohol masuk dalam klasifikasi “Daftar Bidang Usaha dengan Persyaratan Tertentu" atau lampiran III. Ada tiga yang diperbolehkan yaitu industri minuman keras mengandung alkohol, industri minuman mengandung alkohol: anggur, dan industri minuman mengandung malt.
Ada dua ketentuan. Syarat a. menyatakan penanaman modal baru yang dilakukan pada Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua maka harus memperhatikan budaya dan kearifan lokal setempat. Selanjutnya menurut syarat b. penanaman modal di luar daerah yang disebutkan tadi tetap diperbolehkan, tetapi dengan terlebih dahulu diusulkan gubernur wilayah bersangkutan.
(tirto)