Buruh Laporkan 2.265 Pelanggaran THR yang Tak Digubris Pemerintah
D'On, Jakarta,- Sebanyak 2.265 kasus dilaporkan buruh atas perbuatan perusahaan tidak menuntaskan kewajiban membayar Tunjangan Hari Raya (THR), bahkan sebagian hanya mencicil.
Hal tersebut tercatat dalam posko Posko Pengaduan THR yang diinisiasi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta bersama Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), serta Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK).
Perwakilan Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI) Dian Septi menuturkan, sebanyak 1.338 buruh dari tiga perusahaan di sektor manufaktur dan jasa pariwisata di Jakarta dan Kabupaten Semarang mengadukan bahwa pembayaran THR mereka dicicil.
Tidak hanya itu, masih ada enam buruh dari satu perusahaan di bidang manufaktur tidak memperoleh sama sekali THR.
Mirisnya lagi, ada 14 buruh sektor manufaktur di Ibu Kota tidak mendapat THR lantaran dipecat paksa oleh perusahaan.
“Sedangkan, 907 buruh manufaktur dan transportasi di Jakarta tidak mendapat THR sama sekali,” ungkap Dian Dalam konferensi pers yang disiarkan di YouTube Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta pada 12 Mei 2021,
Dian membeberkan segala penyimpangan perusahaan yang tidak membayarkan hak THR buruh sudah dilaporkan kepada Kementerian Ketenagakerjaan. Tetapi laporan tak kunjung digubris.
“Setiap tahun Kemenaker juga bangun posko (pengaduan) THR. Tapi pelanggaran THR temuan di lapangan masih terjadi. Jadi, seolah-olah yang penting ada posko, ada pengaduan menjelang hari raya, tapi terjadi pembiaran,” ujarnya.
Dian juaga menambahkan, FSBI juga sudah melakukan survei terhadap 123 responden menyoal pemenuhan hak THR buruh di 50 perusahaan pada 19 sektor usaha, termasuk pekerja rumah tangga, di 22 kabupaten/kota yang digelar pada 29 April 2021.
Hasilnya, didapati 52 persen responden mengaku hak THR tidak dipenuhi sesuai dengan Permenaker Nomor 6 Tahun 2015.
“Rinciannya, sebanyak 13,28 persen buruh mengatakan THR mereka dicicil, 15,4 persen mengatakan besaran THR dikurangi, 3,3 persen mengatakan THR dicicil dan besarannya dikurangi,” papar Dian.
Kemudian, juga sebanyak 2,4 persen hanya menerima THR berupa bingkisan, dan 17,1 persen tidak mendapat THR.
Dalam kesempatan sama, perwakilan dari KPBI Ilhamsyah membeberkan buruh di sektor transportasi ialah satu di antara yang jamak didapati pelanggaran THR.
Ia berkata, kalangan buruh di sektor tersebut, macam sopir dan tenaga kerja bongkar muat, tidak ada yang namanya THR. Selama ini, mereka hanya diganjar ‘uang ketupat’ setiap kali momen menjelang Lebaran.
“Saya buruh di transportasi hanya dapat uang ketupat, berkisar Rp100 ribu sampai Rp250 ribu. Jadi tidak merasakan THR. Padahal bekerja bertahun-tahun, kontribusi besar pada distribusi barang, perekonomian kita,” keluhnya.
(*)