Gak Terima jadi Teroris, KKB Ngamuk-ngamuk mau Lapor ke PBB
D'On Papua,- Keputusan pemerintah yang menetapkan kelompok kriminal bersenjata (KKB) sebagai taroris tak diterima Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).
Sebagai ‘serangan balik’ TPNPB-OPM sedang mengumpulkan data kasus ‘terorisme’ yang dilakukan pemerintah Indonesia di Papua dan ini saat ini sedang dikaji.
Kendati demikian, mereka tak membeberkan kasus apa saja yang bisa dikategorikan sebagai kasus terorisme oleh pemerintah Indonesia.
Demikian disampaikan Juru Bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom dalam keterangannya, Senin (3/5/2021).
“Kami punya ahli soal itu,” katanya.
Setelah semua data terkumpul, maka kasusnya akan diajukan ke mekanisme hukum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Terkait pelabelan teroris, ia menyatakan pemerintah Indonesia telah melakukan kesalahan.
“Jangan salah menggunakan definisi,” ujarnya.
Bahkan, TPNPB-OPM meyakini semua negara akan berbeda pendapat dengan Indonesia terkait pelabelan teroris.
“Kami ini organisasi perjuangan kemerdekaan. Secara hukum jalan dan perlawanan terhadap pasukan teroris dari Indonesia akan terus dilakukan,” kata dia.
Dunia Internasional Dukung Indonesia
Langkah Pemerintah Indonesia menerapkan UU Terorisme atas kebrutalan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua dinilai sudah tepat.
Karena itu, dunia dan masyarakat internisional diyakini bakal memahami langkah pemerintah tersebut.
Itu disampaikan Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana dilansir dari Antara, Jumat (30/4/2021).
“Masyarakat internasional akan memahami penggunaan kekerasan oleh pemerintah bukanlah justifikasi untuk bertindak secara represif di tanah Papua,” ungkap dia.
Pendapat Hikmahanto Juwana ini didasarkan atas aksi-aksi yang selama ini dilakukan KKB di Papua.
“Penggunaan kekerasan oleh pihak-pihak tertentu yang melawan pemerintah yang sah di Papua telah sampai pada penggunaan kekerasan yang mengarah pada terorisme,” ulasnya.
Ia menilai, setidaknya ada tiga kategori penggunaan kekerasan di Papua.
Pertama, kategori penggunaan kekerasan dalam bentuk Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Pihak ini menggunakan kekerasan tapi tidak ada niatan dari pelaku untuk memisahkan diri dari NKRI atau mengusung ideologi separatisme.
Kedua, adalah kategori penggunaan kekerasan untuk tujuan memisahkan diri dari NKRI.
Dalam Undang-Undang TNI disebutkan bahwa kelompok ini merupakan separatisme bersenjata.
“Pihak-pihak yang menggunakan kekerasan dengan jelas memiliki ideologi untuk memisahkan diri,” terangnya.
Sementara penyerangan dengan menggunakan senjata, lanjut Hikmahanto, adalah instalasi militer atau pemerintahan.
Terakhir, adalah penggunaan kekerasan yang bertujuan untuk menimbulkan suasana teror.
“Sama sekali bukan penduduk sipil,” tegas Rektor Universitas Jenderal A. Yani itu.
(int/ruh/pojoksatu)