Sederet Dakwaan Eks Penyidik KPK: Disuap Rp 11 M hingga Pasang Tarif Rp 10 M
D'On, Jakarta,- Mantan penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (13/9). Ia didakwa menerima uang suap senilai Rp 11 miliar dan USD 36 ribu.
Robin sebelumnya sudah dipecat dari KPK melalui vonis etik yang dijatuhkan Dewas KPK. Dalam sidang etik itu, juga terungkap bagaimana penerimaan uang oleh Robin.
Dalam dakwaan, jaksa menyebut suap itu terkait penanganan sejumlah kasus korupsi yang ditangani KPK.
"Terdakwa Stepanus Robin Pattuju bersama-sama dengan Maskur Husain telah menerima hadiah atau janji berupa uang dengan jumlah keseluruhan Rp 11.025.077.000 dan USD 36.000 atau setidak-tidaknya sejumlah itu," ujar jaksa dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Jaksa KPK menuturkan, uang suap itu diterima Robin bersama-sama oleh seorang pengacara bernama Maskur Husain. Suap diduga berasal dari sejumlah nama pihak yang kini tengah ditangani perkaranya oleh KPK, termasuk dari Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.
Jaksa juga membeberkan bahwa suap yang diterima oleh AKP Robin berkaitan dengan 5 perkara yang pihak yang mempunyai perkara di KPK.
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yaitu agar Terdakwa dan Maskur Husain membantu mereka terkait kasus/perkara di KPK," kata jaksa.
Berikut daftar pemberi uang yang menyuap AKP Robin:
M. Syahrial (Wali Kota Tanjungbalai) sejumlah Rp 1.695.000.00
Azis Syamsuddin (Wakil Ketua DPR) dan Aliza Gunado sejumlah Rp 3.099.887.000 dan USD 36.000
Ajay Muhammad Priatna (Wali Kota Cimahi) sejumlah Rp 507.390.000
Usman Effendi sejumlah Rp 525.000.000
Rita Widyasari (mantan Bupati Kutai Kartanegara) sejumlah Rp 5.197.800.000
Akibat perbuatannya, Robin terancam pidana dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Azis Syamsuddin Suap Penyidik Rp 3 Miliar agar Terhindar dari Kasus
Azis Syamsuddin turut disebut sebagai pemberi suap terhadap penyidik KPK. Nama politikus Golkar itu muncul dalam dakwaan mantan penyidik KPK, AKP Stepanus Robin Pattuju.
Azis Syamsuddin disebut menjadi salah satu di antara lima pihak yang memberikan suap kepada Robin. Tujuannya ialah agar terhindar dari kasus korupsi, yakni penyelidikan KPK di Lampung Tengah.
Berawal ketika Robin yang diminta tolong oleh Azis Syamsuddin pada Agustus 2020. Saat itu, Robin diminta untuk mengurus kasus yang melibatkan Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado. Aliza ialah mantan pengurus Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG).
Saat itu, Robin berdiskusi dengan advokat bernama Maskur Husain. Mereka pun setuju dengan meminta imbalan.
"Akhirnya Terdakwa dan Maskur Husain sepakat untuk mengurus kasus yang melibatkan Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado tersebut asal diberi imbalan uang sejumlah Rp 2 miliar," kata jaksa.
Sebagai uang muka, dibayarkan terlebih dahulu sebesar Rp 300 juta oleh Azis Syamsuddin pada 3 Agustus 2020. Robin menerima Rp 100 juta, sementara Rp 200 juta sisanya diterima Maskur Husain.
Pada 5 Agustus 2020, Robin kembali menerima uang sebesar USD 100 ribu. Uang diberikan di rumah dinas Wakil Ketua DPR yang ditempati Azis Syamsuddin.
"Terdakwa datang ke rumah dinas diantar oleh Agus Susanto. Uang tersebut sempat Terdakwa tunjukkan kepada Agus Susanto saat ia sudah kembali ke mobil dan menyampaikan Azis Syamsuddin meminta bantuan Terdakwa, yang nantinya Agus Susanto pahami itu terkait kasus Azis Syamsuddin di KPK," papar jaksa.
Dari uang tersebut, sebanyak USD 36 ribu diberikan kepada Maskur Husain di depan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sisanya ditukarkan menjadi Rp 936 juta yang sebanyak Rp 300 juta di antaranya juga diberikan pada Maskur Husain di Rumah Makan Borero, Keramat Sentiong.
Uang kembali diterima Robin dari Azis Syamsuddin secara bertahap mulai akhir bulan Agustus 2020 sampai dengan Maret 2021. Uang berasal dari Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado dengan total SGD 171.900.
Uang tersebut ditukarkan menjadi Rp 1.863.887.000. Sebagian uang diberikan kepada Maskur yakni Rp 1,8 miliar di Rumah Makan Borero, Keramat Sentiong, pada bulan September 2020.
KPK meyakini uang itu bertujuan agar Robin mengurus perkara sehingga Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado tak terlibat.
"Bahwa untuk mengurus kasus yang melibatkan Azis Syamsuddin dan Aliza Gundao di KPK, Terdakwa dan Maskur Husain telah menerima uang dengan jumlah keseluruhan sekitar Rp 3.099.887.000 dan USD 36 ribu," kata jaksa.
"Uang tersebut kemudian Terdakwa dan Maskur Husain bagi, di mana Terdakwa memperoleh Rp 799.887.000 sedangkan Maskur Husain memperoleh Rp 2.300.000.000 dan USD 36 ribu," pungkas jaksa.
KPK Bongkar Peran Sentral Azis Syamsuddin, Diduga Terlibat 3 Kasus Suap Penyidik
Peran sentral politikus Golkar sekaligus Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin terkait dugaan kasus suap kini mulai terbongkar. Ia diduga terlibat dalam setidaknya tiga perkara kasus suap penyidik KPK.
Tiga di antara kasus itu turut melibatkan Azis Syamsuddin. Berikut rinciannya:
Tanjungbalai
Robin disebut menerima uang Rp 1.695.000.000 dari Wali Kota Tanjungbalai Syahrial. Uang diterima bersama dengan advokat bernama Maskur Husain.
Suap diduga agar Robin mengupayakan Syahrial terhindar dari kasus di KPK. Syahrial diduga terlibat kasus suap jual beli jabatan.
Azis Syamsuddin ialah orang yang mengenalkan Robin kepada Syahrial. Pertemuan itu terjadi pada bulan Oktober 2020 di rumah dinas Wakil Ketua DPR yang ditempati Azis Syamsuddin.
Azis Syamsuddin dan Syahrial berasal dari Golkar. Syahrial pernah menjabat Ketua DPD II Partai Golkar Kota Tanjungbalai.
"Pada pertemuan tersebut, M. Syahrial yang telah paham Terdakwa adalah penyidik KPK menyampaikan permintaan bantuan kepada Terdakwa, antara lain agar penyelidikan kasus jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Tanjungbalai tidak naik ke tahap penyidikan," papar jaksa.
Robin dan Maskur sepakat untuk membantu Syahrial. Namun imbalannya uang yang disepakati Rp 1,7 miliar secara bertahap.
Robin mengarahkan Syahrial mengirimkan uang melalui rekening Riefka Amalia dan rekening Maskur Husain. Riefka ialah adik dari teman wanita Robin.Awalnya, Syahrial hanya mengirimkan Rp 350 juta saja pada November 2020. Robin kemudian meminta Syahrial mengirimkan uang yang sudah disepakati dengan mengatakan, “karena di atas lagi pada butuh bang”.
Akhirnya, Syahrial memberi uang secara bertahap dengan jumlah keseluruhan Rp 1.695.000.000. Yakni melalui 86 kali transfer serta pemberian tunai secara langsung. Dari uang itu, sebanyak Rp 1.205.000.000 diberikan kepada Maskur. Sedangkan Robin menerima Rp 490 juta.
Selain menerima uang, Robin juga pernah meminjam mobil dinas milik pemerintah Kota Tanjungbalai merek Toyota Kijang Innova dari tanggal 22 Desember 2020 sampai 13 April 2021.
Pada sekitar awal November 2020, Syahrial mendapat informasi bahwa Tim Penyidik KPK akan datang ke Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Kota Tanjungbalai. Ia lantas menghubungi dan meminta Robin mengecek informasi tersebut.
Robin kemudian menyampaikan benar ada tim Penyidik KPK akan datang ke Kabupaten Labuhanbatu Utara tetapi tidak akan datang ke Kota Tanjungbalai. Ia mengeklaim hal itu karena sudah diamankan olehnya.
Lampung Tengah
KPK juga mengungkap ada dugaan suap lain yang diterima Robin. Azis Syamsuddin disebut menjadi pihak yang menjadi pemberi suap.
Dalam dakwaan, disebutkan bahwa Azis Syamsuddin memberikan uang total Rp 3.099.887.000 dan USD 36 ribu kepada Robin. Nama kader Golkar lainnya, Aliza Gunado, juga disebut terkait hal ini.
Pemberian uang itu diduga agar Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado terhindar dari kasus korupsi, yakni penyelidikan KPK di Lampung Tengah.
"Terdakwa yang diminta tolong oleh Azis Syamsuddin lalu berdiskusi dengan Maskur Husain guna membahas tentang apakah mereka bersedia mengurus kasus yang melibatkan Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado terkait penyelidikan KPK di Lampung Tengah," kata jaksa.
Diduga, uang itu untuk mengamankan keterlibatan Azis Syamsuddin dalam kasus Lampung Tengah. Azis Syamsuddin selaku Ketua Banggar DPR disebut pernah meminta fee 8% terkait pengurusan Dana Alokasi Khusus untuk Lampung Tengah.
Terkait dugaan fee itu, Azis Syamsuddin pernah dilaporkan ke MKD. Namun, belum diketahui tindak lanjut atas laporan itu.
Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado disebut sepakat memberikan uang sejumlah Rp 2 miliar. Hal itu berdasarkan diskusi pada sekitar bulan Agustus 2020.
Uang kemudian diberikan secara bertahap. Dimulai dengan uang muka Rp 300 juta dari Azis Syamsuddin pada 3 Agustus 2020.
Salah satu penyerahan uang bahkan disebut pernah terjadi di rumah dinas Wakil Ketua DPR. Transaksi kemudian sempat berlanjut di depan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Total uang yang diterima Robin dan Maskur dari Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado ialah Rp 3.099.887.000 dan USD 36 ribu. Robin mendapat bagian Rp 799.887.000, sedangkan Maskur memperoleh Rp 2.300.000.000 dan USD 36 ribu.
Untuk kasus di Lampung Tengah, belum ada penjelasan lebih lanjut dari KPK soal dugaan keterlibatan Azin Syamsuddin. Namun, Azis Syamsuddin pernah dilaporkan ke MKD DPR terkait hal tersebut.
Kutai Kartanegara (Kukar)
Dugaan keterlibatan Azis Syamsuddin juga muncul dalam pengurusan perkara Robin untuk mantan Bupati Kukar, Rita Widyasari. Rita Widyasari diduga menyuap Robin dan Maskur Husain sebesar Rp 5.197.800.000.
Suap diduga bertujuan agar Robin dan Maskur membantu mengembalikan aset Rita yang disita KPK. Rita Widyasari ialah terpidana kasus suap dan gratifikasi sekaligus tersangka pencucian uang yang masih dalam tahap penyidikan.
Sama seperti kasus Tanjungbalai, Azis Syamsuddin merupakan pihak yang mengenalkan Robin. Azis Syamsuddin mengenalkan Robin pada Rita pada Oktober 2020. KPK tidak menjelaskan bagaimana dan di mana perkenalan itu terjadi.
Rita dan Azis sama-sama kader Golkar. Rita pernah menjabat Ketua DPD I Partai Golkar Kaltim.
Dari perkenalan itu, berlanjut kepada komunikasi lain. Robin dan Maskur menjanjikan bisa mengurus pengembalian aset-aset yang disita KPK terkait kasus pencucian uang. Keduanya juga berjanji bisa membantu peninjauan kembali (PK) yang diajukan Rita.
Mereka awalnya meminta imbalan Rp 10 miliar serta meminta bagian 50 % dari total nilai aset yang berhasil dikembalikan.
Maskur Husain meyakinkan Rita bahwa tarif itu lebih murah daripada yang biasanya dia minta. Sebab ada Robin yang sebagai penyidik KPK disebut bisa menekan para hakim PK.
"Setelah itu, Rita Widyasari menghubungi Azis Syamsuddin guna menginformasikan komunikasi dirinya dengan Terdakwa dan Maskur Husain," kata jaksa.
Dalam kasusnya, Rita divonis 10 tahun penjara dengan denda Rp 600 juta subsidair 6 bulan kurungan. Rita terbukti menerima suap dan gratifikasi bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin.
KPK Siap Buktikan Azis Syamsuddin Terlibat Suap di Sidang
Plt juru bicara KPK, Ali Fikri, menyatakan bahwa dakwaan itu disusun berdasarkan fakta yang ditemukan dalam proses penyidikan. Menurut Ali, semua yang termuat dalam dakwaan pasti akan dibuktikan dalam persidangan.
"Semua fakta-fakta rangkaian perbuatan para terdakwa sebagaimana hasil penyidikan kami pastikan akan dibuktikan oleh jaksa di persidangan," kata Ali Fikri.
Ali menyatakan nama-nama yang disebutkan dalam dakwaan akan didalami lebih lanjut dalam persidangan. Termasuk nama Azis Syamsuddin.
"Semua alat bukti dan juga hasil pemeriksaan selama penyidikan akan diperlihatkan dan kembali dikonfirmasi kepada para saksi termasuk tentu dugaan keterlibatan beberapa pihak yang disebutkan dalam surat dakwaan tersebut juga akan didalami lebih lanjut," ujar Ali.
"Masyarakat dapat mengikuti proses persidangan dimaksud karena terbuka untuk umum," kata Ali.
AKP Robin Ancam Saksi Demi Uang: Kalau Tidak Bayar, Bapak Tersangka
AKP Stepanus Robin Pattuju, disebut pernah mengancam saksi demi memuluskan untuk mendapat uang. Saksi itu diduga diancam akan dijadikan tersangka bila belum menyetorkan uang.
Dalam dakwaan, Robin bersama advokat bernama Maskur Husain disebut menerima suap hingga Rp 11 miliar. Ada lima orang yang menjadi pemberi suap, salah satunya Usman Effendi.
Usman Effendi diduga terlibat dalam kasus suap Kalapas Sukamiskin yang ditangani KPK. Robin diduga mengetahui hal itu dan memanfaatkannya.
Pada 3 Oktober 2020, Robin menghubungi Usman Effendi dan mengenalkan diri teman Radian Azhar dan juga penyidik KPK. Radian Azhar merupakan terpidana pemberi suap Kalapas Sukamiskin.
Dalam komunikasi itu, Robin menyebut Usman Effendi mempunyai kasus di KPK dan segera menjadi tersangka.
"Pada saat itu, terdakwa menyampaikan kepada Usman Effendi bahwa terdakwa mencari Usman Effendi karena ada hal darurat yaitu Usman Effendi akan dijadikan tersangka terkait kasus Kalapas Sukamiskin, oleh karenanya terdakwa meminta mereka bertemu," ujar jaksa.
Pada malam harinya, Usman Effendi dan Robin bertempat di Puncak Pass. Usman Effendi pun meminta bantuan Robin agar dirinya tidak jadi tersangka.
Robin menyanggupinya dengan meminta imbalan sebesar Rp 1 miliar. Usman Effendi keberatan dengan nilai uang tersebut. Akhirnya Robin meminta Usman Effendi membayar Rp 350 juta sebagai uang muka.
Robin pun meminta uang segera dibayarkan. Bila tidak, maka Usman Effendi akan menjadi tersangka.
"Terdakwa lalu menyampaikan, 'Bapak bayar Rp 350 juta saja untuk Tim dan tidak harus sekali bayar lunas. Yang penting masuk dananya hari Senin, karena jika tidak hari Senin dibayar, Bapak akan dijadikan tersangka pada ekspos pada hari Senin jam 16.00'," sambungnya.
Kesepakatan pun berlanjut hingga pada Minggu 4 Oktober 2020. Robin kembali menelepon Usman Effendi sembari mengingatkan untuk segera menyerahkan uang yang diminta sebelumnya.
Uang kemudian diberikan bertahap sejak tanggal 6 Oktober 2020 sampai dengan 19 April 2021. Total uang yang ditransfer melalui rekening milik Riefka Amalia itu mencapai Rp 525 juta.
Uang tersebut kemudian diberikan kepada advokat yang juga kolega Robin, Maskur Husain, sebesar Rp 272.500.000. Sementara Robin mendapat Rp 252.500.000.
Maskur Husain sudah turut dijerat bersama Robin. Ia pun menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor.
Namun untuk Usman Effendi, KPK belum mengumumkan statusnya lebih lanjut terkait kasus suap Kalapas Sukamiskin. Kasus itu menjerat mantan Kalapas Sukamiskin, Wahid Husen.
(Kumparan)