Sidang Unlawful Killing Laskar FPI, Hakim-Jaksa Debat soal Posisi Saksi
D'On, Jakarta,- Sidang kasus pembunuhan atau unlawful killing enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) dengan terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Mohammad Yusmin Ohorella di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) diwarnai perdebatan antara jaksa dengan majelis hakim dan kuasa hukum terdakwa.
Perdebatan ini berkutat pada persoalan posisi keberadaan saksi yang dihadirkan dalam sidang tersebut. Dalam sidang yang dipimpin hakim ketua M Arif Nuryanta tersebut, jaksa keberatan karena dari delapan saksi yang disiapkan untuk diperiksa, ada tujuh yang hadir langsung di PN Jaksel, dan hanya satu yang hadir secara daring dari Kejaksaan Negeri (Kejari), Jakarta Selatan.
Jaksa keberatan dengan kehadiran para saksi di PN Jaksel, karena dalam penetapan saat sidang sebelumnya dinyatakan hari ini digelar secara daring.
"Sesuai panggilan dan penetapan majelis hakim bahwa persidangan tetap online belum ada penetapan di luar itu," kata Jaksa yang hadir di persidangan secara virtual, Selasa (2/11).
Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum terdakwa Henry Yosodiningrat mengatakan majelis hakim telah mempertimbangkan agar saksi dihadirkan secara offline. Saksi akan dihadirkan secara bertahap dan bergantian untuk mempertimbangkan protokol kesehatan.
Jaksa pun menyanggahnya karena pada penetapan sebelumnya majelis hakim memutuskan digelar online, meskipun pihaknya juga di waktu lalu mengusulkan offline.
"Belum ada penetapan yang mengubah penetapan itu untuk offline sehingga kami berketetapan bahwa sidang hari ini masih online sebagaimana penetapan hakim yang terakhir," kata jaksa.
Kuasa hukum terdakwa lainnya, Otto Hasibuan menyarankan agar tujuh saksi yang telah hadir di PN Jaksel itu tetap diperiksa agar persidangan tidak ditunda. Seperti Otto, hakim ketua Arif juga cenderung memilih memeriksa tujuh orang saksi secara bergantian.
"Dengan melihat seperti ini majelis akan mengambil sikap bahwa persidangan ada offline tidak terbatas saksinya tidak sebanyak yang penuntut umum hadirkan, mungkin empat dulu dan nanti tetap satu-satu," tutur Arief.
Meski demikian jaksa tetap keberatan. Mereka mengaku tetap konsisten dengan penetapan mengenai teknis pemeriksaan saksi di sidang sebelumnya.
Jaksa menyatakan siap menghadirkan para saksi secara offline pada persidangan berikutnya jika majelis hakim memutuskan demikian.
"Mohon maaf atas keberatan kami ini dan mohon dicatat dalam berita acara sidang," tutur Jaksa.
Persoalan ini terus berlarut. Berdasarkan catatan waktu yang terpantau dalam persidangan itu, perdebatan perihal posisi saksi itu berlangsung hingga sekitar setengah jam
Majelis hakim bersikeras sidang tetap berlangsung online meski tujuh saksi di PN Jaksel diperiksa secara offline. Sementara, jaksa tetap keberatan karena menurut mereka, hal itu tidak sesuai penetapan dalam sidang sebelumnya.
Perdebatan ini kemudian ditengahi hakim anggota Suharno. Ia bertanya apakah Jaksa sanggup menghadirkan tujuh orang itu ke ruang sidang.
"Apakah penuntut umum sanggup untuk menghadirkan saksi-saksi yang telah dihadirkan di Pengadilan Negeri ke ruang sidang?" tanya Suharno.
"Izin menjawab Yang Mulia, bukan sanggup atau tidak, tapi kami keberatan kalau saksi ini diperiksa di pengadilan," kata Jaksa.
Suharno lantas mengatakan majelis hakim tidak akan memeriksa saksi yang terlanjur hadir di PN Jaksel jika jaksa merasa keberatan.
Menurut Suharno, perdebatan tersebut terus berputar-putar dan tidak ada ujungnya. Ia lantas menyarankan agar hanya memeriksa saksi yang disetujui jaksa. Pertimbangan ini kemudian disetujui Hakim Ketua, Arif.
"Kalau saudara keberatan tidak akan kami periksa untuk (tujuh) saksi itu...karena keberatan, kita periksa saksi yang telah disiapkan oleh penuntut umum," kata Suharno.
Dalam perkara ini total ada dua terdakwa yang disidang. Dua terdakwa--yang merupakan anggota kepolisian--itu adalah Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella.
Sebelumnya, Jaksa mendakwa dua anggota Polda Metro Jaya, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Mohammad Yusmin Ohorella telah melakukan pembunuhan di luar hukum yang mengakibatkan tewasnya 6 anggota Laskar FPI di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek pada Desember tahun lalu.
Baik Fikri maupun Yusmin diduga melakukan tembakan mematikan kepada enam anggota Laskar FPI.