Istilah OTT Tidak Akan Digunakan Lagi Oleh KPK
D'On, Jakarta,- Sayonara OTT KPK, ucapan itu tampaknya pas diungkapkan karena istilah OTT di KPK tak akan lagi digunakan. Kini, KPK hanya akan memakai istilah tangkap tangan.
OTT adalah singkatan dari operasi tangkap tangan. Istilah itu biasa dipakai saat KPK menangkap tangan para pelaku tindak pidana korupsi.
Apa maksud OTT?
Dilansir dari laman kpk.go.id, menurut Pasal 1 butir 19 KUHAP arti tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya.
Atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.
Total 144 OTT KPK
Istilah OTT di KPK memang memiliki sejarah panjang. Sejak awal KPK berdiri, total ada 144 kali OTT yang digelar KPK.
Plt juru bicara KPK Ali Fikri sempat memamerkan capaian OTT KPK. Saat itu, Ali mencatat total telah melakukan 141 OTT sejak KPK berdiri.
"Jika kita merujuk pada data dan fakta, selama KPK berdiri telah melakukan 141 kali OTT, yang 100 persen terbukti di persidangan," kata Ali kepada wartawan, Senin (10/1).
Namun, jumlah itu tercatat saat KPK menangkap Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi. Usai melakukan OTT terhadap Rahmat Effendi, KPK kembali melakukan tiga OTT berikutnya yakni OTT Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas'ud, OTT Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin, dan OTT Hakim PN Surabaya Itong Isnaini Hidayat.
Ali menyadari pihaknya menerima banyak pro-kontra perihal OTT KPK. Apalagi, pro-kontra itu muncul kembali saat KPK baru-baru ini melakukan OTT terhadap Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi alias Pepen.
Ali menyebut pihaknya mendapat dukungan dari sebagian besar masyarakat karena melakukan OTT KPK tanpa pandang bulu. Akan tetapi di sisi lain, Ali menilai masih ada pihak yang mencoba menggiring opini di tengah proses hukum yang berjalan di KPK.
"Sebagian besar masyarakat mendukung langkah sigap KPK ini sebagai bentuk ikhtiar pemberantasan korupsi yang tanpa pandang bulu. Di lain sisi, masih saja ada pihak-pihak yang mencoba menggiring opini kontra-produktif dalam proses penegakan hukum yang tengah dilakukan KPK," ungkapnya.
"Kami khawatir, narasi yang bertolak belakang dengan fakta-fakta hukum di lapangan, justru akan mengkorupsi hak publik untuk mengetahui Informasi yang sebenarnya," sambungnya.
Ali menegaskan pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK akan menjunjung tinggi asas dan norma hukum yang berlaku. KPK dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya berpedoman pada asas-asas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Istilah OTT Tak Akan Dipakai Lagi
Ketua KPK Firli Bahuri mengungkap pihaknya tidak akan lagi menggunakan istilah OTT saat rapat kerja bersama Komisi III DPR RI. Firli mengatakan pihaknya kini akan menggunakan istilah tangkap tangan.
"Tadi ada menyampaikan apa yang dilakukan KPK atau pendekatan apa yang dilakukan KPK sebelum melakukan operasi tangkap tangan. Dalam kesempatan ini, perkenankan kami untuk menyampaikan tidak menggunakan lagi istilah operasi tangkap tangan," kata Firli saat rapat kerja di gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (26/1/2022).
Firli memastikan kini KPK hanya akan memakai istilah tangkap tangan terhadap pihak yang tertangkap oleh KPK melakukan tindak pidana korupsi. Dia beralasan istilah OTT tidak dikenal dalam hukum Indonesia.
"(Istilah jadi) tangkap tangan, kenapa? Karena dalam konsep hukum yang dikenal adalah tertangkap tangan," ucapnya.
Lebih lanjut, Firli mengungkap yang dilakukan KPK sebelum melakukan tangkap tangan. Dia menyebut upaya pendidikan masyarakat hingga pencegahan akan dilakukan terlebih dulu sebelum tangkap tangan.
"Sebelum seseorang kita tangkap tangan tentunya kita sudah melakukan tiga pendekatan sebelumnya. Mulai dari upaya pendidikan masyarakat, upaya pencegahan melalui monitoring center for prevention (MCP) 8 area intervensi," ujarnya.
"Seketika angkanya rendah kita bisa yakini daerah tersebut rawan tindak pidana korupsi. karena sesungguhnya MCP diamanatkan dalam rangka mencegah risiko korupsi, mitigasi korupsi. dan itu betul bisa dibuktikan, yang tertangkap pastilah MCP-nya rendah," lanjutnya.
(fas/aik/detik)