12 Kepala Daerah Perempuan yang Pernah Ditangkap KPK, Terakhir Ade Yasin, Berikut Daftarnya
D'On, Jakarta,- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar operasi tangkap tangan (OTT) dan menangkap Bupati Bogor, Ade Yasin pada Rabu (27/4/2022).
Ade Yasin ditangkap terkait dugaan adanya tindak pidana korupsi pemberian dan penerimaan suap di wilayah Jawa Barat.
Selain Ade Yasin, KPK juga menangkap 11 orang lain secara paralel di Bandung dan Cibinong sejak Selasa (26/4/2022) pagi.
Kini, Ade Yasin telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 2021.
Penangkapan Ade Yasin kian menambah daftar panjang kepala daerah perempuan yang harus berurusan dengan KPK karena kasus korupsi.
Sebelumnya ada nama mantan Bupati Klaten, Sri Hartini; eks Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari, hingga yang lama ada nama Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah.
Sebagian besar dari mereka masih berada di dalam bui. Bahkan ada yang baru saja divonis.
Inilah daftar 11 kepala daerah perempuan di Indonesia yang terjerat kasus korupsi seperti dirangkum Dirgantaraonline.co.id:
1. Bupati Bogor, Ade Yasin
Ade Yasin ditangkap oleh KPK di kediamannya pada Rabu pagi.
Ketua KPK, Firli Bahuri menjelaskan, penangkapan Bupati Bogor itu merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat.
Hal ini terkait dugaan adanya pemberian uang dari Ade Yasin melalui orang kepercayaannya kepada anggota tim audit BPK Perwakilan Jawa Barat.
Peristiwa penangkapan Ade, kata Firli, dilakukan sejak Selasa (26/4/2022) pagi.
Penangkapan Ade Yasin dilakukan setelah penyidik KPK menangkap lebih dulu auditor-auditor BPK.
Firli mengungkapkan, tim KPK awalnya terjun ke lapangan menuju ke sebuah hotel di Bogor.
Namun, setelah para pihak menerima uang selanjutnya mereka pulang ke Bandung, Jawa Barat.
"Sehingga KPK membagi 2 tim di mana 1 tim di antaranya bergerak menuju Bandung mengamankan para pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat beserta barang bukti uang yang ada padanya," papar Firli.
Setelah bergerak, lanjut dia, tim mengamankan empat pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat dimaksud yang saat itu sedang berada kediamannya masing-masing di Bandung pada (Selasa 26/4/2022) malam.
Kemudian, saat itu juga tim langsung mengamankan dan membawa menuju gedung Merah Putih KPK di Jakarta.
Lebih lanjut, secara paralel dengan penangkapan di Bandung, pada Rabu (27/4/2022) pagi, tim juga mengamankan Bupati Kabupaten Bogor di rumahnya.
Penangkapan juga menyasar pihak-pihak lain antara lain pejabat dan ASN Pemkab Bogor di rumah tempat tinggal masing-masing di wilayah Cibinong, Kabupaten Bogor.
Dalam kegiatan tangkap tangan, KPK mengamankan bukti uang dalam pecahan rupiah dengan total Rp 1,024 miliar.
"Yang terdiri dari uang tunai sebesar Rp 570 juta dan uang yang ada pada rekening bank dengan jumlah sekitar Rp 454 juta," ujar Firli.
Sosok bupati kedua yang ditangkap KPK adalah Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari.
Bersama suaminya, anggota DPR RI Hasan Aminuddin, Puput ditangkap KPK pada Senin (30/8/2021).
Tantri menjadi bupati menggantikan suaminya, Hasan Aminuddin yang menjabat sebagai Bupati Problinggo selama dua periode yakni 2003-2008 dan 2008-2013.
Tantri dilantik pada 20 Februari 2013 dan disebut sebagai bupati perempuan termuda se-Indonesia saat itu.
Ternyata pada saat dilantik sebagai bupati untuk periode ke-2 pada September 2018, Tantri ternyata pernah menjanjikan pemerintahannya bersih dari korupsi.
Kala itu Tantri bertekad menjalankan pemerintahan yang bersih dari tindakan korupsi.
Namun, tiga tahun kemudian, ia justru ditangkap KPK karena kasus korupsi.
Kini Tantri tengah menunggu vonis yang akan dijatuhkan majelis hakim setelah dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 800 juta.
Ia juga dituntut mengembalikan uang pengganti Rp 20 juta.
3. Bupati Kolaka Timur, Andi Merya Nur
Sosok bupati perempuan lainnya yang ditangkap KPK karena kasus korupsi adalah Bupati Kolaka Timur, Andi Merya Nur.
Andi Merya Nur terjaring OTT KPK yang digelar pada Selasa (21/9/2021).
Bersama Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Anzarullah, Andi Merya Nur ditetapkan sebagai tersangka KPK.
Keduanya terjerat kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara 2021.
Andi Merya diduga meminta uang Rp 250 juta kepada Kepala BPBD Kolaka Timur, Anzarullah terkait pengerjaan dua proyek di Kolaka Utara yang bersumber dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Padahal Andi Merya Nur baru tiga bulan menjabat sebagai Bupati Kolaka Timur definitif.
Ia menggantikan Syamsul Bahri yang meninggal dunia akibat serangan jantung setelah bermain sepak bola.
Saat itu, Andi Merya Nur merupakan Wakil Bupati Kolaka Timur hasil Pilkada Kolaka Timur tahun 2020.
Atas kasusnya, Andi Merya Nur divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 250 juta oleh majelis hakim PN Kendari pada Selasa (26/4/2022) pagi.
Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK yaitu 5 tahun.
4. Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip
KPK menangkap Bupati Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip di di Kantor Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud, Selasa (30/4/2019).
Penangkapan ini terjadi hanya beberapa bulan sebelum Sri Wahyumi menanggalkan jabatannya sebagai Bupati Talaud.
Sri Wahyumi ditangkap atas dugaan penyalahgunaan APBD tahun 2018 Kabupaten Talaud.
Dia ditangkap berkaitan dugaan suap-menyuap terkait revitalisasi pasar di wilayahnya.
Setelah kasus ini naik di persidangan, Sri Wahyumi divonis penjara selama 4 tahun 6 bulan.
Namun oleh Mahkamah Agung (MA), vonis tersebut dipotong menjadi dua tahun penjara setelah Sri Wahyumi mengajukan peninjauan kembali (PK).
Ia pun dieksekusi Jaksa KPK pada 26 Oktober 2020 dan dijebloskan ke Lapas Wanita Klas II-A Tangerang.
Setelah menjalani hukuman, Sri Wahyumi keluar dari Lapas Wanita Tangerang pada 28 April 2021.
Namun sehari kemudian yaitu pada 29 April 2021, KPK kembali menangkap Sri Wahyumi dan menjadikannya tersangka.
Adapun perkara yang menjerat Sri Wahyumi adalah pengembangan dari kasus suap lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan pekerjaan revitalisasi Pasar Beo tahun 2019.
Atas kasus ini, Sri Wahyumi divonis empat tahun penjara oleh PN Manado karena terbukti memperkaya diri.
Sri Wahyumi menerima gratifikasi proyek pembangunan infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Talaud pada saat menjabat.
Majelis hakim mengatakan, antara pertengahan 2014 dan 2017, Sri Wahyumi menerima gratifikasi atau commitment fee sebesar 10 persen dari nilai berbagai pekerjaan atau proyek yang dilelang kepada beberapa pengusaha.
Selama itu, dia terbukti menerima Rp 9.303.500.000 melalui empat ketua kelompok kerja (pokja) pengadaan barang dan jasa.
Selain pidana empat tahun penjara, Sri Wahyumi Manalip juga dituntut membayar denda Rp 200 juta subsider kurungan tiga bulan.
Lalu Sri Wahyumi Manalip juga diminta membayar uang ganti rugi sebesar Rp 9.303.500.000.
Jika tidak dibayarkan dalam kurun waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta benda Sri Manalip disita negara untuk dibayarkan sebagai uang ganti rugi.
Bila harta masih tidak cukup untuk membayar ganti rugi, maka akan diganti hukuman penjara selama dua tahun.
Kemudian rumah yang baru saja dibeli oleh Sri Wahyumi Manalip di Perumahan Citra Grand Blok Q, Kelurahan Jatikarya, Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi, Jawa Barat juga disita negara.
5. Bupati Bekasi, Neneng Hassanah Yasin
Pada 16 Oktober 2018, KPK menangkap Bupati Bekasi, Neneng Hassanah Yasin terkait kasus dugaan penerimaan suap terkait proyek perizinan proyek pembangunan Meikarta.
Selain Neneng, KPK juga beberapa mengamankan beberapa anak buahnya karena bertindak sebagai penerima suap.
Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi Sahat M Nohor, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Bekasi Kabupaten Dewi Tisnawati, serta Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi Neneng Rahmi.
Saat anak buahnya ditangkap KPK, Neneng sempat bersumpah jika ia tidak mengetahui soal kasus tersebut.
"Saya demi Allah nggak tahu," kata Neneng.
Saat ini, kasus dugaan penerimaan suap terkait proyek perizinan proyek pembangunan Meikarta tengah disidangkan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung.
Sementara itu, Neneng yang akhirnya mundur sebagai bupati juga baru saja melahirkan anak ke empatnya pada Jumat (19/4/2019) lalu.
6. Bupati Subang, Imas Aryumningsih
Bupati Subang, Imas Aryumningsih ditangkap KPK dalam OTT pada 14 Februari 2018 atau dua hari jelang masa kampanye.
Imas Aryumningsih juga terjerat kasus suap terkait pengurusan izin dari dua perusahaan di Subang, Jawa Barat.
Pada OTT tersebut, KPK mengamankan sejumlah uang yang diduga untuk transaksi praktik korupsi dan beberapa orang lain termasuk kurir, pihak swasta, dan pegawai setempat.
Imas Aryumningsih rencananya akan ikut Pemilihan Bupati Subang 2018 berpasangan dengan Sutarno.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung pun menjatuhkan pidana penjara selama 6,5 tahun serta denda Rp 500 juta atau setara tiga bulan penjara.
Selain itu, Imas juga diwajibkan membayar uang ganti rugi pada negara senilai Rp 410 juta.
"Jika setelah satu bulan keputusan tidak sanggup membayar, maka diganti dengan disitanya harta benda terdakwa, atau diganti kurungan penjara selama satu tahun," ujar hakim.
7. Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari
Pada awal Januari 2018, KPK menetapkan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari sebagai tersangka kasus dugaan korupsi bersama-sama Khairudin, Komisaris PT Media Bangun Bersama.
Bupati Rita Widyasari menerima gratifikasi sebesar Rp 110 miliar sebagai balas jasa dengan sejumlah pengusaha.
Selain itu, Rita juga terbukti menerima suap Rp 6 miliar dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun alias Abun terkait pemberian izin lokasi perkebunan kelapa sawit.
Atas perbuatannya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Rita dengan hukuman pidana 10 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu, hak politik Rita juga dicabut agar publik tidak salah pilih pemimpin yang pernah terbukti korupsi.
"Menjatuhkan pidana tambahan pada Rita Widyasari berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik, 5 tahun sejak selesai menjalani pidana pokok," ujar ketua majelis hakim Sugianto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (6/7/2018).
8. Wali Kota Tegal, Siti Masitha
Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno juga terjerat kasus korupsi terkait suap pengelolaan dana jasa pelayanan RSUD Kardinah Kota Tegal Tahun 2017 dan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kota Tegal tahun 2017.
Siti Masitha ditangkap KPK di Rumah Dinas Wali Kota di Kompleks Balai Kota, Jalan Ki Gede Sebayu, Kota Tegal, Selasa (29/8/2017).
Siti diduga menerima suap Rp 7 miliar yang akan digunakannya untuk ongkos politik karena Siti berniat mencalonkan diri sebagai wali kota Tegal untuk periode 2019-2024.
Pengadilan pun memvonis Siti dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta atau setara dengan 4 bulan kurungan.
9. Wali Kota Cimahi, Atty Suharti
Ternyata pada saat dilantik sebagai bupati untuk periode ke-2 pada September 2018, Tantri ternyata pernah menjanjikan pemerintahannya bersih dari korupsi.
Kala itu Tantri bertekad menjalankan pemerintahan yang bersih dari tindakan korupsi.
Namun, tiga tahun kemudian, ia justru ditangkap KPK karena kasus korupsi.
Kini Tantri tengah menunggu vonis yang akan dijatuhkan majelis hakim setelah dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 800 juta.
Ia juga dituntut mengembalikan uang pengganti Rp 20 juta.
10. Bupati Klaten, Sri Hartini
KPK juga pernah menangkap Bupati Klaten, Sri Hartini dalam operasi tangkap tangan di Klaten, Jawa Tengah pada Desember 2016.
Bupati petahana itu ditangkap bersama anak anak perempuannya, Dina Permata Sari yang diduga memiliki peran penting.
Operasi tangkap tangan terhadap Bupati Klaten diawali adanya laporan dari masyarakat yang mencium adanya praktik KKN di lingkungan kantor Bupati.
Penyuapan tersebut berhubungan dengan promosi dan mutasi jabatan dalam pengisian perangkat daerah di Kabupaten Klaten.
Atas perbuatannya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang memvonis Sri Hartini dengan pidana 11 tahun penjara serta denda Rp 900 juta atau setara 10 bulan penjara.
11. Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah
Nama Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah yang pernah ditangkap KPK, Jumat (20/12/2013) sempat jadi perbincangan di kalangan masyarakat.
Penangkapan bekas orang nomor satu di Banten ini juga menguak dinasti politik di provinsi tersebut.
Tak hanya itu, Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar juga terseret dalam kasus ini karena adiknya, Tubagus Chaeri Wardana juga ditangkapk dalam kasus penyuapan.
Atut Chosiyahdivonis 5,5 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/7/2017).
Atut juga diwajibkan membayar denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Atut terbukti merugikan negara sebesar Rp 79,7 miliar dalam pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten.
Ia dinilai telah memperkaya diri sendiri dan orang lain.
12. Bupati Minahasa Utara, Vonnie Anneke Panambunan
Bupati Minahasa Utara, Vonnie Anneke Panambunan pernah terjerat kasus korupsi saat menjabat sebagai bupati pada 2005–2010.
Ia tersandung kasus korupsi pembangunan Bandara Loa Kulu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, saat baru tiga tahun menjabat sebagai bupati.
Atas perbuatannya, ia divonis hukuman 1,5 tahun serta denda Rp 100 juta atau hukuman kurungan selama enam bulan.
Majelis juga mewajibkan Vonnie membayar kerugian negara sebesar Rp 4,006 miliar.
Setelah selesai menjalani masa hukuman pada 2015, Vonnie kembali maju di Pilkada Minahasa Utara yang kembali mengantarkannya ke kursi bupati periode 2016-2021.
(*)
#KepalaDaerahPerempuan #Korupsi #KPK #Hukum