ACT Klaim Bukan Lembaga Zakat Bisa Ambil 13,5 Persen dari Donasi yang Terkumpul
D'On, Jakarta,- Lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) menjadi perhatian publik lantaran diduga menyelewengkan dana donasi. Uang itu mengalir ke segala arus, termasuk ke dompet para petinggi.
ACT mengakui pihaknya mengambil lebih dari 13,5 persen donasi untuk dana operasional lembaga. Tak sesuai dengan Fatwa MUI Nomor 8 Tahun 2011 yang hanya membolehkan amil zakat menerima 1/8 atau sekitar 12,5 persen dari hasil yang diterima
Presiden ACT Ibnu Khajar membantah ada aturan yang dilanggar. Dia mengatakan bahwa ACT bukan lembaga zakat, sehingga dana operasional yang diambil pun bisa mencapai 13,5 persen atau lebih.
"ACT bagaimana bisa mengambil 13,5 persen, sebagai amil zakat 12,5 persen. Kenapa lebih? (Karena) ACT bukan lembaga zakat," kata Ibnu dalam konferensi pers di kantor ACT, Jakarta Selatan, Senin (4/7).
ACT Punya Lembaga Zakat
Berdasarkan situs resmi mereka, ACT adalah yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan. Mereka memiliki sejumlah program sosial di antaranya pemulihan pascabencana, pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, serta program berbasis spiritual seperti kurban, zakat, dan wakaf.
Berbeda dengan program donasi sosial yang dananya langsung dikelola oleh ACT, program spiritual umumnya dikelola oleh lembaga-lembaga lain di bawah naungan ACT.
Global Zakat, misalnya. Lembaga ini resmi terdaftar sebagai Lembaga Amil Zakat (Laznas) dalam SK Menteri Agama RO No. 731 Tahun 2016. Global Zakat berfokus dalam pengelolaan zakat baik di tanah air maupun mancanegara.
Dalam pelaksanaannya, Global Zakat seringkali dipromosikan oleh ACT di berbagai platform lembaga itu. Dengan kata lain, ACT memiliki andil dalam program zakat milik anak lembaganya tersebut.
Tak Ambil dari Zakat
Meski memiliki lembaga zakat, ACT mengklaim tidak mengambilnya untuk dipakai sebagai penunjang biaya operasional.
Presiden ACT Ibnu Khajar mengatakan 13,5 persen sumbangan yang diambil untuk operasional tidak berasal dari dana yang diterima lembaga zakat.
"Cabang kami ada 78 cabang di Indonesia dan kiprah kami lebih 47 di global. Maka diperlukan dana operasional untuk divisi bantuan lebih banyak sehingga kami ambilkan sebagian dari dana non-zakat yang dari infak sedekah atau donasi umum," kata Ibnu.
Sebelumnya, tanda pagar (tagar) #AksiCepatTilep hingga #JanganPercayaACT viral di media sosial. Tagar itu muncul tak lama setelah Majalah Tempo mengeluarkan laporan investigasi berjudul 'Kantong Bocor Dana Umat'.
Laporan itu membahas soal isu gaji petinggi ACT yang mencapai puluhan hingga ratusan juta Rupiah. Selain itu, dalam laporan itu disebutkan bahwa petinggi ACT menerima sejumlah fasilitas mewah dan memotong uang donasi.
Dalam klarifikasinya, Presiden ACT Ibnu Khajar menyampaikan permohonan maaf terkait dugaan penyelewengan dana donasi yang ramai di media sosial tersebut.
Ibnu mengatakan saat ini kondisi keuangan ACT dalam kondisi baik. Hal demikian sekaligus membantah pemberitaan yang menyatakan bahwa keuangan ACT bermasalah akibat dugaan penyelewengan tersebut.
Ibnu lalu menyebut laporan keuangan ACT sudah berkali-kali mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) berdasarkan hasil audit.
"Kami mewakili ACT meminta maaf sebesar-besarnya," kata Ibnu dalam konferensi pers.
(blq/bmw)
#ACT #AksiCepatTanggap