Anggota Polisi Diduga Terlibat Pemerkosaan ABG 16 Tahun di Parigi Moutong
D'On, Parimo (Sulteng),- Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (Sulteng) mengambil alih kasus persetubuhan anak di bawah umur di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) oleh 11 orang. Polisi saat ini juga masih memeriksa anggota Polri inisial Inspektur Dua MKS (sebelumnya ditulis HST) diduga terlibat dalam kasus tersebut.
Kapolda Sulteng, Inspektur Jenderal Agus Nugroho mengatakan, anggota Polri yang diduga terlibat dalam kasus persetubuhan anak tersebut saat ini masih menjalani pemeriksaan. Ipda MKS sendiri sudah diamankan.
"Terhadap pelaku oknum Polri saudara MKS sampai saat ini masih proses pemeriksaan. Memang betul yang bersangkutan belum ditetapkan sebagai tersangka," katanya kepada wartawan di Mapolda Sulteng, Kamis (1/6).
Belum ditetapkannya Ipda MKS sebagai tersangka dikarenakan masih minimnya alat bukti. Meski demikian, Agus mengaku, tidak akan pandang bulu dan bersikap profesional dan penyelidikan maupun penyidikan.
"Kita tidak pandang bulu, kita akan proses siapapun yang terlibat daam kasus ini, karena negara kita adalah negara hukum dan di depan hukum kita semua sama," ujarnya.
Sudah Ada Tujuh Tersangka
Agus menambahkan saat ini sudah ada tujuh tersangka yang telah ditahan. Sementara tiga lainnya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) yakni AW alias AT, AS alias AL dan AK alias AR.
"Terbaru sudah kita tangkap dua tersangka yakni FL dan EK. Jadi total sudah tujuh orang ditahan diantaranya EK alias MT, pak guru ARH alias AF, AR, AK, Pak kades HR, FL dan DD," tuturnya.
Agus juga meluruskan kasus yang terjadi terhadap RI (16) bukan pemerkosaan, tetapi persetubuhan terhadap anak di bawah umur. Ia menjelaskan ada perbedaan unsur konstitutif dalam kasus pemerkosaan.
"Unsur konstitutif (pemerkosaan) itu adanya tindak kekerasan ataupun ancaman kekerasan memaksa seorang wanita untuk bersetubuh dengannya diluar perkawinan berdasarkan pasal 285 KUHP. Apalagi kejadian ini bukan bersama-sama, tapi sendiri-sendiri dan di tempat serta waktu berbeda mulai April 2022 sampai dengan Januari 2023," bebernya.
Ancaman Hukuman
Sementara dalam kasus ini, tersangka disangkakan Pasal 81 ayat 2 Undang Undang Nomor 35 tahun 2014 perubahan atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan terhadap anak. Ia menyebut ancaman hukuman UU Perlindungan Anak lebih berat dibandingkan pasal 285 KUHP.
"Ancaman hukumannya bisa lebih berat yakni minimal lima tahun penjara dan maksimal 12 tahun penjara," kata dia.
Agus mengungkapkan dalam kasus ini sudah memeriksa enam orang saksi yang di mana dua diantaranya adalah orang tua RI. Selain itu, terungkap ada enam tempat kejadian perkara (TKP) dalam kasus ini.
"Barang bukti yang kita sita pakaian korban dan satu unit mobil Honda Jazz milik pelaku," tuturnya.
Fokus Kesehatan Korban
Kepala UPT P2TP2A Sulteng, Patricia Z Yabi mengaku saat ini pihaknya fokus pada pelayanan kesehatan terhadap korban. Terkait proses hukum, kata Patricia, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian.
"Kami sekarang fokus pada layanan kesehatannya. Jadi kami menyerahkan penuh (kasusnya ke polisi). Apalagi dua orang sudah ditangkap, upaya ini sangat positif," tuturnya.
Ia menegaskan saat ini korban masih dirawat di rumah sakit di Kota Palu. Meski demikian, dirinya belum bisa menjelaskan diagnosa yang dialami oleh korban.
"Situasi saat ini korban masih dalam perawatan. Memang kita sudah menunggu rilis dari rumah sakit, karena saya tidak bisa banyak berkomentar soal itu karena soal diagnosa tertentu yang memiliki bahasa kesehatan. Intinya masih dirawat," tegasnya.
Terkait informasi salah satu tersangka yang mengajukan upaya damai, Patricia mengaku belum mengetahui. "Soal itu kami belum dapat informasi," ucapnya.
(mdk/fik)
#Perkosaan #Kriminal