Breaking News

3 'Pengkhianatan' Erdogan Terhadap Putin, Turki-Rusia Retak?

Putin-Erdogan

D'On, Turki,-
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan saat ini disebut-sebut telah melakukan 'pengkhianatan' terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin. Pasalnya, baru-baru ini beberapa kali Erdogan terlihat mengambil keputusan yang mengingkari kesepakatan dengan Putin.

Akibatnya, Putin dikatakan sangat marah dengan 'pengkhianatan' tersebut, di mana menurut para analis, langkah Erdogan membuat Rusia makin terisolasi di diplomasi internasional.

Berikut tiga 'pengkhianatan' yang dilakukan Erdogan terhadap Putin, seperti dikutip dari berbagai sumber

Memulangkan Komandan Azov ke Ukraina

Turki dilaporkan memulangkan Komandan Batalyon Azov ke Ukraina. Langkah ini dianggap sebagai pengkhianatan bagi Rusia. Pasalnya, hal itu mengingkari kesepakatan yang ditengahi oleh Ankara yang berjanji untuk mempertahankan komandan Azov di Turki sampai akhir perang Rusia di Ukraina.

Komandan Batalyon Azov Ukraina terdiri dari lima komandan, yakni Denys Prokopenko, Serhiy Volynskiy, Sviatoslav Palamar, Denys Shleha, dan Oleh Khomenko.

Kelima komandan telah menjadi pahlawan Ukraina atas perlawanan mereka di dalam pabrik Azovstal selama dua bulan pengepungan Mariupol. Mereka akhirnya ditangkap oleh pasukan Rusia setelah jatuhnya Mariupol pada Mei 2022.

Selama kesepakatan selanjutnya yang ditengahi oleh Turki pada September 2022, Kremlin mendapat jaminan bahwa kelima komandan akan tetap berada di Turki hingga akhir perang.

Dukung Swedia Gabung NATO

Erdogan pada Senin (10/7/2023) setuju meneruskan tawaran Swedia untuk bergabung dengan aliansi militer NATO ke parlemen.

"Dengan senang hati saya mengumumkan ... bahwa Presiden Erdogan telah setuju untuk meneruskan protokol aksesi untuk Swedia ke majelis nasional besar sesegera mungkin, dan bekerja sama dengan majelis untuk memastikan ratifikasi," kata Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg dalam sebuah pernyataan, mengutip Reuters.

Sementara keanggotaan NATO Finlandia mendapat lampu hijau pada April, Turki dan Hongaria belum menyetujui tawaran Swedia. Stockholm telah bekerja untuk bergabung dengan blok tersebut pada pertemuan puncak aliansi di ibu kota Lituania, Vilnius pekan ini.

Erdogan juga mengatakan Uni Eropa harus membuka jalan bagi aksesi Ankara ke blok itu sebelum parlemen Turki menyetujui tawaran Swedia untuk bergabung dengan aliansi militer NATO.

Stoltenberg mengatakan Erdogan telah setuju untuk mendorong ratifikasi di parlemen "sesegera mungkin", tetapi dia tidak dapat memberikan kalender spesifik. Butuh waktu dua minggu bagi parlemen Turki untuk meratifikasi keanggotaan Finlandia.

Tahun lalu Swedia dan Finlandia melamar keanggotaan NATO, meninggalkan kebijakan non-blok militer mereka yang telah berlangsung selama beberapa dekade Perang Dingin sebagai tanggapan atas invasi Rusia ke Ukraina.

Negosiasi Perpanjangan Kesepakatan Biji-bijian Laut Hitam

Negosiasi yang dilakukan Erdogan dan Putin terkait kesepakatan biji-bijian Laut Hitam dengan Ukraina yang ditengahi PBB dan Turki masih tersendat.

Pada Sabtu pekan lalu lalu Erdogan mengatakan telah menekan Rusia untuk memperpanjang kesepakatan biji-bijian setidaknya tiga bulan dan mengumumkan kunjungan Putin pada bulan Agustus. Kesepakatan sendiri akan berakhir pada 17 Juli mendatang.

Di sisi lain, Kremlin mengatakan selama akhir pekan tidak ada panggilan telepon yang dijadwalkan dan tidak ada kepastian tentang pertemuan kedua pemimpin tersebut.

Kantor berita Rusia RIA pada Senin (10/7/2023) melaporkan negosiasi antara kedua kepala negara menjadi satu-satunya harapan untuk memperpanjang kesepakatan biji-bijian Laut Hitam yang akan berakhir pekan depan.

Kesepakatan Laut Hitam antara Rusia dan Ukraina telah ditengahi oleh PBB dan Turki pada Juli 2022. Ini bertujuan untuk mencegah krisis pangan global dengan membiarkan biji-bijian Ukraina dapat diekspor dengan aman dari pelabuhan Laut Hitam meski invasi Rusia masih berjalan.

Mengutip sumber tanpa nama yang akrab dengan negosiasi, RIA melaporkan tidak ada optimisme untuk perpanjangan kesepakatan, hal yang sering diulang Moskow dalam beberapa pekan terakhir.

"Praktek kami menunjukkan bahwa negosiasi antara kedua pemimpinlah yang mampu mengubah situasi, tidak terkecuali masa sulit saat ini," kata sumber itu seperti dikutip RIA dan Reuters. "Hari ini, ini tetap satu-satunya harapan."

(luc/cnbc)


#Putin #Erdogan #Internasional #Turki #Rusia