Breaking News

Jambore 'Terkutuk' di Korsel, Cuaca Ekstrem-Pelecehan Seksual

Peserta Jambore Pramuka Dunia bersiap meninggalkan lokasi perkemahan pramuka di Buan, Korea Selatan

D'On, Korea Selatan,-
Jambore Pramuka Dunia yang diselenggarakan di Korea Selatan (Korsel) mengalami beberapa insiden. Insiden itu pun beragam, mulai panas 'mendidih' yang membakar hingga skandal pelecehan seksual.

Jambore Pramuka Dunia Korsel menuai banyak kecaman. Kegiatan yang diadakan pada cuaca ekstrem atau panas mendidih ini dilaporkan banyak menelan korban hingga jatuh sakit.

Puluhan ribu peserta pun dievakuasi untuk menghindari korban lebih lanjut.

Dilansir Independent, Selasa (8/8/2023), suhu ekstrem itu sebelumnya telah mendorong tiga kontingen nasional mundur. Meski begitu, penyelenggara Jambore Pramuka Dunia di Korsel memutuskan untuk melanjutkan acara tersebut.

Dikutip dari AFP, media Korea menyebutnya sebagai "aib nasional" seiring dengan keluhan dari peserta dan keluarganya yang kian memuncak.

Sehari sebelumnya, pelaksanaan Jambore Pramuka Dunia mendapat tekanan beberapa pihak agar dibatalkan pada Sabtu. Hal ini buntut kelompok-kelompok dari Amerika Serikat dan Inggris memutuskan untuk pulang seminggu lebih cepat dari jadwal karena panas yang parah dan kondisi cuaca buruk.

Suhu telah naik hingga 34 derajat Celcius di Saemangeum, yang terletak di dekat kota Buan di garis pantai barat Korsel. Di sinilah 39.000 peserta, terutama pramuka berusia 14 hingga 18 tahun, telah berkemah sejak Jumat.

Adapun, Korea Selatan menjadi tuan rumah kegiatan jambore dunia empat tahunan tersebut di provinsi Jeolla Utara, setelah mengalokasikan lebih dari 100 miliar won untuk acara tersebut.

Surat kabar JoongAng Ilbo melaporkan bahwa sebagian dana digunakan oleh pegawai negeri untuk "perjalanan bisnis" yang tidak ada hubungannya dengan menampung 43.000 pramuka.

Perjalanan ke Inggris dan Prancis pada 2019 melibatkan tur Istana Buckingham dan melihat musikal, plus mencicipi anggur di Montmartre.

Pemimpin Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa Kim Gi-hyeon menilai perkemahan itu bisa memiliki infrastruktur berkualitas tinggi jika "anggaran besar-besaran jambore telah dilaksanakan dengan benar".

"Pada titik ini, sepertinya penipuan besar-besaran terhadap publik dan bahkan mungkin mencapai tingkat penggelapan dana publik," kata Kim, yang berjanji akan melakukan penyelidikan penuh.

Secara spesifik, kritik dari berbagai pihak juga terfokus pada masalah yang dapat dicegah, yakni toilet yang tidak sehat.

Gambar-gambar toilet yang jorok, tidak sempurna, dan meluap telah beredar luas di media sosial.

"Ini terlihat seperti toilet 20 tahun lalu dan akan dikenang sebagai citra Korea Selatan," keluh seorang komentator YouTube.

Kepala kontingen Inggris, kelompok pramuka terbesar dengan lebih dari 4.000 anggota, mengatakan sanitasi yang buruk merupakan faktor utama dalam keputusan untuk berangkat lebih awal.

Pemerintah mengakui masalah tersebut dan menjanjikan ratusan staf kebersihan lagi, tetapi para kritikus mengatakan itu sudah terlambat.

Perkemahan 'Terkutuk'

Jambore diadakan di Saemangeum, sebuah dataran pasang surut reklamasi yang baru selesai pada 2006, dan sudah menjadi kontroversi karena mengeringkan apa yang dikatakan para ilmuwan sebagai lahan basah yang penting bagi burung yang bermigrasi.

Reklamasi tersebut menghancurkan area makan utama bagi ratusan ribu burung, kata para ahli, dan jumlah burung yang mengunjungi muara setiap tahun turun drastis antara tahun 2001 dan 2014.

Saemangeum sekarang menjadi pantai lumpur tanpa pohon dengan sedikit perlindungan dari panasnya musim panas dan para kritikus memperingatkan tentang risikonya.

"Apa yang orang tidak mengerti tentang Saemangeum ... adalah bahwa itu dikutuk," kata Sohoon Yi, seorang profesor sosiologi di Universitas Nasional Kyungpook.

"Itu dikutuk dengan kematian burung migran yang tak terhitung jumlahnya dan air mati... Sudah saatnya kita menyebut Saemangeum apa adanya: bencana ekologis yang disebabkan oleh persepsi keliru tentang hubungan manusia dengan alam."

Anggota parlemen Lee Won-taeg menandai kegagalan besar dalam persiapan ke parlemen hampir setahun sebelum jambore, mengutip kurangnya rencana darurat untuk cuaca ekstrem dan pengendalian serangga.

Menteri Jender Seoul Kim Hyun-sook, salah satu penyelenggara utama, menjawab bahwa perencanaan berjalan "tanpa hambatan".

Lee memperingatkan Kim selama sesi parlemen: "Tunggu dan lihat. Sejarah pada akhirnya akan meminta Anda, menteri, bertanggung jawab untuk ini."

Namun, Seoul bersikeras jambore akan dilanjutkan, bahkan setelah badan kepanduan global menyerukan agar jambore dipersingkat dan orang tua mengatakan itu telah "berubah menjadi mimpi buruk".

Ancaman Topan

Selain gelombang panas dan buruknya fasilitas yang ada, jambore itu juga menghadapi ancaman topan dahsyat.

Lebih dari 1.000 bus yang membawa 37.000 pengintai mulai meninggalkan lokasi jambore pada hari Selasa. Bus-bus tersebut dikawal oleh 273 kendaraan patroli polisi dan empat helikopter polisi, dan para peserta akan ditempatkan di 128 lokasi akomodasi di seluruh negeri.

Delegasi RI pun termasuk rombongan yang akan dievakuasi. Hal ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi.

"Anak-anak kita menurut rencana akan mulai dipindahkan besok sekitar siang dan sore," kata Retno di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (7/8/2023).

Retno mengatakan tim Kedutaan Besar Republik Indonesia di Seoul akan membantu sepenuhnya proses pemindahan, dengan mencarikan bus dan lainnya, meski rencana lokasi pemindahan masih dibicarakan dengan otoritas Korsel.

"Tim sudah bertindak cepat, baik dari Pramuka itu sendiri yang dibantu tim KBRI juga. Kita doakan saja supaya proses pemindahan itu akan berjalan lancar dan anak-anak selamat," imbuh Retno.

Pelecehan Seksual

Sebanyak 80 peserta asal Korsel yang mengikuti Jambore Pramuka Dunia Saemangeum 2023 memilih untuk meninggalkan acara tersebut. Hal ini dilakukan usai panitia dianggap abai melindungi para remaja perempuan setelah seorang pria masuk ke kamar mandi wanita.

Asosiasi Pramuka Provinsi Jeolla Utara, yang memiliki 80 peserta di Jambore, mengumumkan bahwa mereka akan mundur dari kamp, setelah seorang kakak pembina Pramuka Thailand datang ke kamar mandi wanita pada Rabu lalu.

Melansir The Korea Herald, ada sekitar 100 saksi atas kejadian tersebut.

Sementara itu, kakak pembina Pramuka asal Thailand diberi peringatan ringan oleh Komite Jambore, kata pejabat Pramuka Korea. Bahkan asosiasinya telah melaporkan kasus tersebut ke polisi setempat.

"Keseriusan kasus ini diakui (oleh polisi) dan dipindahkan ke Unit Investigasi Wanita dan Pemuda Badan Kepolisian Jeonbuk," katanya saat konferensi pers di pusat pers Jambore di perkemahan.

Pemimpin tersebut mengkritik Panitia Jambore dengan mengatakan bahwa mereka tidak mengambil tindakan untuk melindungi para korban atau memisahkan mereka dari kakak pembina Pramuka yang dituduh.

"Para anggota Pramuka mengatakan mereka takut dan tidak ingin mengikuti perkemahan Jambore," kata pejabat itu.


(luc/cnbc)

#JamborePramukaDunia #Internasional #KoreaSelatan #CuacaEkstrem #PelecehanSeksual