|
Sutan Sjahrir-Gibran |
Dirgantaraonline.co.id,- Dalam forum rapimnas, Partai Golkar mengusulkan Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024. Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto membeberkan alasan partainya mengusulkan nama Gibran Rakabuming.
Saat itu, Airlangga menyinggung nama Sutan Sjahrir yang menjadi perdana menteri Indonesia di awal kemerdekaan saat berusia 36 tahun. Usia yang sama dengan Gibran saat ini.
Sutan Sjahrir sendiri dikenal sebagai salah satu bapak bangsa karena perjuangannya dalam memerdekakan Indonesia. Pascakemerdekaan, Sutan Sjahrir tercatat menjadi perdana menteri pertama Republik Indonesia dan termuda karena saat itu ia masih berusia 36 tahun. Selain itu, ia juga dipercaya oleh Soekarno untuk menjabat sebagai ketua Komisi Nasional Indonesia Pusat (KNIP), menteri dalam Negeri, dan menteri luar negeri. Keterlibatannya dalam berbagai urusan kenegaraan di usia muda menjadikan Sutan Sjahrir sebagai teladan bagi anak-anak muda masa kini.
Lantas siapa Sutan Sjahrir? Berikut profil dan jejak perjuangannya untuk Indonesia.
Pendidikan Sultan Sjahrir
Sutan Sjahrir lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat pada 5 Maret 1909. Sjahrir berasal dari keluarga yang berada karena orang tuanya merupakan seorang pejabat terpandang yang memegang jabatan penting di Medan. Sejak awal, Sjahrir sudah mengenyam pendidikan di sekolah terbaik pada zaman kolonial Belanda. Pendidikannya dimulai di Europeesche Lagere School (ELS) atau setingkat sekolah dasar. Kemudian berlanjut ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) yang setingkat sekolah menengah pertama. Di masa ini, ia mulai banyak membaca buku terbitan Eropa dan karya sastra dari luar negeri. Ia menghabiskan masa menengah atas di salah satu sekolah termahal dan terbaik di Bandung, Algemeene Middelbare School (AMS) dan menjadi siswa terbaik di sana. Studinya di AMS selesai pada 1929 dan ia langsung pergi ke Amsterdam untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Amsterdam.
Pergerakan Sjahrir di Belanda
Ketika Sjahrir di Belanda, Mohammad Hatta telah berada di sana selama delapan tahun dan masih belajar di sekolah bisnis di Rotterdam. Hatta saat itu menjabat sebagai ketua Perhimpunan Indonesia, sebuah organisasi mahasiswa patriotik dari Indonesia yang berpusat di Belanda. Di bawah bimbingan Hatta, Sjahrir pun turut bergabung dalam organisasi tersebut.
Pada 1929, pemerintah kolonial Belanda menangkap Soekarno dan anggota Partai Nasional Indonesia (PNI) yang dianggap melakukan kegiatan revolusioner untuk melawan pihak Belanda. Pada 1931, PNI dibubarkan dan digantikan oleh Partindo. Pembubaran dan pergantian ini tidak disambut baik oleh beberapa pihak dan pihak yang tidak setuju tersebut akhirnya membuat golongan baru bernama Golongan Merdeka yang kemudian berganti nama menjadi PNI-Baru. Sjahrir termasuk dalam keanggotaan PNI-Baru.
Memutuskan Berhenti Sekolah
Bagi Hatta dan Sjahrir, penangkapan tersebut akan menyurutkan semangat kaum pergerakan kemerdekaan dan kejadian tersebut juga mengisyaratkan bahwa Tanah Air akan menghadapi masalah serius. Melihat situasi ini sebagai sesuatu yang genting, Sjahrir memutuskan untuk berhenti dari studinya di Belanda dan kembali ke Indonesia pada 1931. Di Indonesia, Sjahrir berhasil terpilih menjadi pemimpin PNI-Baru. Strategi perjuangan PNI-Baru berazaskan nasionalisme dan demokrasi. Menurut tokoh-tokoh PNI-Baru, kemerdekaan dapat dicapai dengan terlebih dahulu mendidik rakyat agar mereka memiliki kematangan jiwa dan pengetahuan luas tentang organisasi. Dengan demikian, rakyat akan memiliki kekuatan untuk mengadakan aksi mencapai kemerdekaan.
Setelah Hatta kembali ke Indonesia dan memimpin PNI-Baru bersama Sjahrir, partai ini cenderung lebih radikal dari sebelumnya yang ditandai dengan mobilisasi massa secara besar-besaran. Hal ini membuat pemerintah kolonial Belanda mengawasi secara ketat aktivitas PNI-Baru. Kedua pemimpin tersebut ditangkap dan ditahan oleh pihak Belanda dan dipenjarakan. Tak hanya itu, mereka berdua juga diasingkan di Boven Digoel, Papua dan kemudian dibuang selama 6 tahun di Banda Neira, Kepulauan Banda, Maluku.
Membangun Jaringan Pergerakan
Pada masa pendudukan Jepang, Sjahrir membangun jaringan pergerakan bawah tanah untuk mempersiapkan merebut kemerdekaan tanpa bekerja sama dengan Jepang seperti yang direncanakan Soekarno saat itu. Sjahrir percaya pendudukan Jepang di Indonesia sudah tidak lama lagi karena akan kalah dalam perang melawan sekutu. Untuk itu, Indonesia harus segera merebut kemerdekaan dari pihak Jepang.
Mendesak Soekarno-Hatta Deklarasikan Kemerdekaan
Sjahrir pun mendesak Soekarno dan Hatta untuk mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia pada 15 Agustus 1945. Namun, dwitunggal itu menolak dan memilih untuk tetap pada rencana yang telah ditetapkan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yaitu pada 24 September 1945.
Hal ini membawa kekecewaan dari pemuda Indonesia terlebih saat itu Jepang telah kalah dalam perang. Para pemuda akhirnya menculik Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945 untuk mendesak dideklarasikannya kemerdekaan Indonesia. Soekarno dan Hatta pun memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Menjabat Perdana Menteri
Pascakemerdekaan, Sutan Sjahrir menjabat sebagai perdana menteri, menteri luar negeri dan menteri dalam negeri dari 14 November 1945-12 Maret 1946 pada masa Kabinet Sjahrir I. Pada Kabinet Sjahrir II yang dimulai dari 12 Maret 1946-2 Oktober 1946, Sjahrir masih menjabat sebagai perdana menteri dan menteri luar negeri. Begitu pula pada masa Kabinet Sjahrir III yang berlangsung dari 2 Oktober-27 Juni 1947, Sjahrir masih memegang jabatan yang sama seperti kabinet periode sebelumnya.
Selanjutnya, Sjahrir yang dijuluki si Kancil dan The Smiling Diplomat mendirikan Partai Sosialis Indonesia pada 1948. Sjahrir sempat dipenjarakan yang membuat kesehatannya menurun. Sjahrir meninggal dunia di Zurich, Swiss pada 9 April 1966 dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Sutan Sjahrir ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui Keppres Nomor 76 Tahun 1966.
(*)
#SutanSjahrir #GibranRakabumingRaka #Pilpres2024 #TokohKemerdekaanBangsa #pahlawannasional