Breaking News

MK Dikhawatirkan Tak Independen Tangani Sengketa Pemilu 2024 Pasca Kabulkan Batas Usia Capres

Mahkamah Konstitusi 

D'On, Jakarta,-
Pakar Politik, Ikrar Nusa Bakti mengaku khawatir Mahkamah Konstitusi (MK) tidak independen untuk tangani sengketa Pemilu 2024. Sebab, MK telah mengabulkan permohonan uji materi atau judicial review Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.

Menurut dia, MK merupakan mahkamah tertinggi yang memutus apakah sebuah Undang-undang bertentangan dengan konstitusi (UUD RI 1945) atau tidak. Selain itu, MK juga mengadili kasus-kasus yang terjadi dalam sengketa pemilu presiden, pemilu legislatif, DPD, dan kepala daerah. 

"Jika dalam penentuan (keputusan MK) siapa menjadi capres/cawapres banyak dipertanyakan orang, bagaimana MK bisa dipercaya dalam memutuskan sebuah kasus pemilu yang akan datang," kata Ikrar dikutip pada Sabtu, 21 Oktober 2023.

Apalagi, kata dia, para pakar hukum juga banyak yang mempertanyakan putusan MK terkait dengan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. "Kenapa gugatan (soal yang sama) ditolak, kenapa yang itu (gugatan umur capres/cawapres yang baru-baru ini diputus MK) diterima? Kalau standingnya mahasiswa, memang dia mau menjadi wapres? Tidak masuk akal," jelas dia.

Menurut dia, tidak salah jika Putusan MK mengabulkan tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden itu adanya kepentingan politik yang menginginkan Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka maju sebagai kandidat Pemilu Presiden 2024. Sebab, Gibran yang merupakan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhalang usia minimal 40 tahun. Namun, MK telah memutuskan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden tetap 40 tahun, kecuali berpengalaman menjadi kepala daerah. Terlebih, lanjut Ikrar, Ketua MK Anwar Usman adalah paman dari Gibran.

"Saldi Isra bahkan mengatakan mengapa harus terburu-buru memutuskan gugatan soal umur capres. Memang sudah sepenting itu? Makanya, diduga adanya penyalahgunaan kekuasaan MK untuk memutuskan perkara umur ini," ujarnya.

Tentu, Ikrar berharap demokrasi di Indonesia semakin matang dan bisa dicapai pada pemilu kesembilan sejak reformasi. Sedangkan, Pemilu 2024 mendatang merupakan pemilu keenam sejak reformasi. Artinya, kata dia, masih ada tiga pemilu lagi yang akan membuat pemilu di Indonesia benar-benar membuat demokrasi yang substansial yang matang.

Jika pada pemilu keenam ini ada pemaksaan anak presiden menjadi cawapres, lanjut Ikrar, maka demokrasi akan mundur jauh ke sebelum masa reformasi. "Pada masa sebelum 1998, Pak Soeharto tidak pernah mengajukan anaknya menjadi capres/cawapres. Mbak Tutut hanya jadi Menteri Sosial. Kalau kita mundur lagi, kapan kita akan selesai bicara soal demokrasi," tegas Ikrar.

Namun demikian, Ikrar menegaskan hal ini bukan berarti menentang sikap Presiden Jokowi. Akan tetapi, kata dia, tokoh-tokoh demokrasi ingin menyadarkan bahwa menjadikan Gibran sebagai calon wakil presiden bukan hal sederhana apalagi ayahnya masih menjabat sebagai Kepala Negara. "Bayangkan, jika anakmu bertanding untuk jabatan tertentu dan kamu menjadi juri utamanya. Bagaimana bisa berlangsung netral. Jika Gibran maju, maka lapangan berkompetisi itu tidak setara. Kita bukan mau menentang Jokowi, tetapi kita ingin menyadarkan. Mudah-mudahan Pak Jokowi sadar," pungkasnya.

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan permohonan uji materi atau judicial review Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang diajukan mahasiswa UNS, Almas Tsaqibbirru RE A terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.  Dalam putusannya, MK menyatakan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden tetap 40 tahun, kecuali sudah berpengalaman sebagai kepala daerah.


(VV)


#MahkamahKonstitusi #SengketaPemilu #nasional #pemilu