Jimly Cs Hanya Butuh 9 Hari untuk Buat Putusan Dugaan Pelanggaran Etik Hakim MK
Jimly Asshiddiqie
D'On, Jakarta,- Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) akan memutuskan nasib Ketua MK Anwar Usman dan 8 hakim MK lainnya atas dugaan pelanggaran kode etik hakim hari ini, Selasa (7/11/2023). MKMK yang dipimpin oleh Jimly Asshiddiqie, memeriksa, mengadili hingga memutuskan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi ini dalam waktu 9 hari kerja, mulai Kamis 26 Oktober hingga hari ini, Selasa, 7 November 2023.
MKMK sebenarnya diberi waktu 1 bulan untuk menangani dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi atas putusan MK soal batas minimal usia dalam UU Pemilu, yakni dari 24 Oktober 2023 hingga 24 November 2023. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Konstitusi Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pembentukan dan Keanggotaan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi tanggal 23 Oktober 2023.
Namun, atas permintaan pelapor, maka MKMK bekerja hingga hari ini, Selasa (7/11/2023) dengan pertimbangan, besok, 8 November 2023 merupakan hari terakhir pergantian nama bakal capres dan cawapres.
MK menerima dan memeriksa 21 laporan dugaan pelanggaran etik terhadap 9 hakim MK dengan laporan terbanyak Ketua MK Anwar Usman, disusul Saldi Isra dan Arief Hidayat. Selain itu, ada hakim MK yang dilaporkan secara bersama baik hakim yang setuju dengan putusan usia capres dan cawapres minimal 40 tahun atau sedang/pernah menjabat sebagai kepala daerah ataupun hakim yang dissenting opinion.
Dalam rangkaian sidang tersebut, MK telah mendengarkan keterangan pelapor, 9 hakim terlapor, hakim konstitusi, ahli, dan saksi. MKMK menggelar sidang terbuka saat mendengar keterangan pelapor dan ahli. Sementara terhadap masing-masing 9 hakim konstitusi, MKMK melakukan pemeriksaan secara tertutup.
Jimly pernah membeberkan 9 poin dugaan pelanggaran etik hakim MK dari 21 laporan tersebut. Pertama, pelapor mempermasalahkan hakim yang dinilai punya kepentingan tidak mengundurkan diri dalam memutuskan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat batas usia capres-cawapres. Dalam perkara tersebut, Ketua MK Anwar Usman yang merupakan ipar dari Presiden Joko Widodo ikut memutuskan perkara tersebut. Putusan itu pun dianggap sarat kepentingan lantaran membuka jalan mulus untuk anak sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai cawapres dari KIM.
Kedua, hakim membicarakan dan membahas substansi materi perkara yang sedang diperiksa.
Ketiga, melaporkan hakim yang menulis dissenting opinion (perbedaan pendapat dalam putusan) yang berisikan keluh-kesah soal masalah dalam mekanisme pengambilan keputusan. Menurut pelapor dissenting opinion seharusnya terkait substansi, bukan keluh kesah yang menjadi masalah internal.
Keempat, melaporkan hakim yang berbicara masalah internal MK di publik.
Kelima, pelanggaran prosedur, registrasi dan persidangan yang diduga atas perintah ketua hakim.
Keenam, melaporkan pembentukan MKMK yang dianggap lambat, padahal sudah diperintahkan oleh UU.
Ketujuh, isu soal manajemen dan mekanisme pengambilan keputusan.
Kedelapan, MK dinilai dijadikan alat politik dan mendapatkan intervensi dari kekuasaan.
Kesembilan, adanya pemberitaan di media yang sangat rinci, padah hal tersebut berlangsung internal dan tertutup sehingga diduga ada yang membocorkan ke publik.
Diketahui, Perkara 90/PUU-XXI/2023 terkait dengan uji materi Pasal 169 huruf q dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam putusannya, MK menambahkan norma baru, yakin syarat minimal usia capres dan cawapres 40 tahun atau pernah/sedang menjabat kepala daerah.
Namun, putusan tidak diambil dengan suara bulat. Putusan mengabulkan sebagian ini disetujui oleh lima hakim MK, yakni Anwar Usman, Manahan Sitompul, Guntur Hamzah, Enny Nurbaningsih, dan Daniel Yusmic. Dari 5 hakim tersebut, hakim Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic mempunyai alasan berbeda dalam pertimbangannya.
Sementara empat hakim konstitusi yang berbeda pendapat ialah Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo. Keempatnya menilai gugatan layak ditolak.
#MajelisKehormatanMK #MKMK #JimlyAsshidiqie #PutusanMKMK #PelanggaranKodeEtikHakimMK #nasional