Breaking News

Putusan Batas Usia Capres-Cawapres Jadi Catatan Kelam Sejarah MK

Ketua Perkumpulan Perguruan Tinggi Nasionalis Indonesia (Pertinasia) Prof Dr Mulyanto Nugroho. Foto: Humas Untag Surabaya

D'On, Surabaya (Jatim),-
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK menyimpulkan bahwa Ketua MK Anwar Usman dalam kapasitasnya sebagai hakim terlapor terbukti melanggar kode etik. 

Pelanggaran itu tertuang dalam Sapta Karsa Hutama Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, serta Prinsip Kepantasan dan Kesopanan. Ketua Perkumpulan Perguruan Tinggi Nasionalis Indonesia (Pertinasia) Prof Dr Mulyanto Nugroho menyebut keputusan MKMK memberikan sanksi kepada Anwar Usman menjadi catatan kelam sejarah putusan MK.

"Putusan MKMK tidak akan memengaruhi keberlakuan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023," ujar Prof Nugroho tertulis, Rabu (15/11).

Menurutnya, setelah diberhentikan dari jabatan Ketua MK, Anwar Usman tidak berhak mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya berakhir.

Selain itu, tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pilkada 2024 yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.

“Keputusan tersebut menjadi pengalaman yang berharga bagi hakim konstitusi untuk terus mempertahankan sikap netralitas,” katanya. 

Fungsi MKMK, kata dia, melakukan pengawasan terhadap kode etik dan perilaku Hakim MK, bukan pada substansi putusan MK.

Dalam pasal 24C ayat (1) UUD RI 1945 menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan binding.

"Artinya, secara hukum tidak ada upaya lain yang dapat ditempuh terkait dengan hasil amar putusan tersebut," ucap pria yang menjabat sebagai Rektor Untag Surabaya itu. 

Dalam Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023, salah satu anggota MKMK, yakni Bintan R Saragih memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion). Dissenting opinion tersebut adalah menyatakan pemberhentian tidak dengan hormat kepada Anwar Usman sebagai Hakim Konstitusi yang disebabkan telah terbukti melakukan pelanggaran berat. 

Sebagaimana diatur pada Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, pelaksanaan sanksi terhadap pelanggaran berat hanya pemberhentian tidak dengan hormat dan tidak ada sanksi lain. Hal tersebut sangat berkaitan erat dengan reputasi peradilan dan keyakinan masyarakat terhadap independensi kehakiman. 

Sebagai benteng terakhir dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan, hal ini sangat dipengaruhi oleh integritas pribadi, kompetensi, dan perilaku hakim konstitusi saat menjalankan tugas untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara yang diajukan kepada mereka, demi mencapai keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 

”Saya berharap melalui keputusan MKMK tersebut, kepercayaan masyarakat terhadap MK dapat secara bertahap pulih, terutama mengingat tugas berat yang akan diemban MK pada tahun mendatang, yakni menangani perselisihan hasil Pemilu dan Pilkada,” tuturnya. 


(jpnn)


#MKMK #BatasUsiaCapresdanCawapres #Pilpres2024 #Pemilu2024