Breaking News

Ini Undang-Undang yang Mengatur Hukuman Mati Koruptor

Ilustrasi 

D'On, Jakarta,-
Pembahasan terkait Undang-Undang (UU) yang mengatur tentang hukuman mati bagi koruptor sudah sejak lama menjadi topik yang cukup kontroversial dalam penerapannya.

Beberapa pakar mendukung hukuman tersebut dengan menilainya sebagai langkah yang tegas untuk memberantas korupsi yang telah merugikan negara dan masyarakat. Mereka percaya bahwa hukuman mati dapat menjadi efektif sebagai peringatan untuk memberikan efek jera bagi para koruptor.

Di sisi lain, terdapat juga pihak yang mengkritik kebijakan ini karena menganggapnya sebagai langkah yang tidak manusiawi. Pasalnya, Mereka berpendapat bahwa hukuman mati tidak efektif dalam mencegah tindak korupsi karena dapat menyebabkan potensi kesalahan hukum dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Polemik terkait hukuman mati bagi koruptor ini mencerminkan kerumitan dalam menangani kasus korupsi yang telah terjadi.

Hukuman bagi pelaku korupsi di Indonesia sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Berikut ini Undang-Undang yang Mengatur Hukuman Mati bagi Koruptor.

Dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah direvisi oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, berbunyi:

1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

2. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Adapun definisi "keadaan tertentu" tersebut juga telah dibahas secara lebih rinci dalam pasal demi pasal pada pasal 2 ayat (2), berbunyi :

"Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi".


(B1)

#KPK #Korupsi #HukumanMatiKorupsi #HukumanMati #Koruptor