Beda Metode, Beda Awal Puasa: BMKG dan Muhammadiyah dalam Menetapkan Jadwal Ramadhan 2024
Ilustrasi penetapan awal ramadan
Dirgantaraonline,- Pada awal Ramadhan tahun 2024/1445 Hijriah di Indonesia, penentuan awal bulan puasa mengalami perbedaan pendekatan antara lembaga-lembaga resmi seperti Kementerian Agama dan Nahdlatul Ulama dengan Muhammadiyah. Kriteria yang digunakan sebagai pedoman berbeda, dengan pemerintah menggunakan kriteria Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), sementara Muhammadiyah mengikuti metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal.
Menurut kriteria MABIMS, tinggi hilal harus mencapai 3 derajat dan elongasi Bulan-Matahari minimal 6,4 derajat untuk menetapkan awal bulan hijriah. Namun, Muhammadiyah memandang bahwa bulan baru telah dimulai asalkan ada ketinggian hilal, bahkan hanya sebesar 0,1 derajat.
Pada tanggal 10 Maret 2024, ketinggian hilal di Indonesia berkisar antara 0,33 derajat di Jayapura, Papua, sampai dengan 0,87 derajat di Tua Pejat, Sumatra Barat. Sedangkan pada tanggal 11 Maret, ketinggian hilal berkisar antara 10,75 derajat di Merauke, Papua, sampai dengan 13,62 derajat di Sabang, Aceh. Elongasi Bulan-Matahari juga menjadi pertimbangan, di mana pada tanggal 10 Maret antara 1,64 derajat di Denpasar, Bali, sampai dengan 2,08 derajat di Jayapura, Papua, dan pada tanggal 11 Maret berkisar antara 13,24 derajat di Jayapura, Papua, sampai dengan 14,95 derajat di Banda Aceh, Aceh.
Muhammadiyah telah menetapkan awal Ramadhan pada tanggal 11 Maret 2024 berdasarkan metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal, sementara Kementerian Agama belum menetapkan tanggal yang pasti. Perbedaan ini menunjukkan kompleksitas dalam menentukan awal bulan hijriah dan pentingnya toleransi serta saling menghormati dalam menyikapi perbedaan pandangan ini, sesuai dengan imbauan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir.
(*)
#PenetapanAwalPuasa #Ramadan #global