Hasto Kristiyanto Mengadu ke Dewan Pers: Klaim Wawancara Sebagai Produk Jurnalistik Ditengah Dugaan Pelanggaran UU ITE dan Penghasutan
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, tiba di Polda Metro Jaya pada Selasa, 4 Juni 2024. (ANTARA/Ilham Kausar)
D'On, Jakarta,– Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, telah berkonsultasi dengan Dewan Pers terkait dugaan pelanggaran UU ITE dan penghasutan yang dilaporkan terhadapnya. Hasto menegaskan bahwa wawancara yang dilakukannya di SCTV dan Kompas TV merupakan produk jurnalistik, sehingga, menurutnya, permasalahan ini harus diselesaikan melalui Dewan Pers dan bukan melalui jalur pidana.
Dalam wawancaranya di Masjid At Taufiq, Sekolah Partai PDIP di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Hasto menjelaskan, “Kami menerima dukungan dari Dewan Pers yang memperkuat argumen tim hukum PDI Perjuangan bahwa wawancara saya adalah bagian dari produk jurnalistik. Jika ada isu terkait hal tersebut, semestinya diselesaikan oleh Dewan Pers, bukan melalui proses pidana.”
Hasto mempertanyakan dasar dari pelaporan yang menyebutkan ucapannya dalam wawancara tersebut sebagai penyebaran hoaks dan penghasutan. Dia menekankan bahwa pernyataannya tidak mengandung unsur penghasutan atau informasi palsu yang dapat menyebabkan kerusuhan.
“Dalil yang membuktikan bahwa pernyataan saya menghasut di muka umum atau menyebarkan berita hoaks itu tidak ada. Apa dampaknya dari wawancara tersebut sehingga dilaporkan? Banyak pakar dan tokoh pro-demokrasi menilai bahwa pelaporan ini adalah upaya untuk membungkam kebebasan pers dan kebebasan bersuara yang dijamin oleh konstitusi,” tegas Hasto.
Lebih lanjut, Hasto menegaskan bahwa pernyataannya terkait isu bansos, pemilu, dan penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden Jokowi, adalah bagian dari kedaulatannya sebagai Sekjen PDIP untuk menjalankan komunikasi politik. Pernyataan tersebut juga didukung oleh dissenting opinion dari tiga hakim Mahkamah Konstitusi.
“Saya, sebagai Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, berdasarkan UUD 1945 dan UU Partai Politik, memiliki hak untuk melakukan komunikasi politik dan pendidikan politik. Kritik terhadap penyelenggaraan pemilu, penyalahgunaan alat-alat negara, dan sumber daya negara adalah bagian dari fungsi kami. Bahkan, ada pengakuan dari tiga hakim MK melalui dissenting opinion yang mendukung pandangan kami,” ujarnya.
Meski begitu, Hasto menyatakan komitmennya untuk mematuhi hukum yang berlaku di Indonesia. “Kami diajarkan untuk menghormati hukum dan supremasi hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan hukum negara kolonial. Kami percaya pada jalan kebenaran melalui supremasi hukum,” imbuhnya.
Polisi Dalami Kasus Dugaan Hoaks dan Penghasutan
Kasus yang menimpa Hasto dilaporkan ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan penyebaran hoaks dan penghasutan. Dirkrimum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Triputra, mengonfirmasi bahwa penyelidikan sedang berlangsung. “Kami sedang mendalami masalah ini, termasuk dugaan pelanggaran ITE dan penghasutan. Ada dua orang pelapor dalam kasus ini,” kata Wira kepada wartawan pada Kamis (6/6).
Hasto telah menjalani pemeriksaan sebagai terlapor pada Selasa (4/6), dengan penyidik mengajukan empat pertanyaan terkait kasus ini. Merespons hal ini, Hasto berencana mengadu ke Dewan Pers karena percaya bahwa pernyataannya dalam wawancara tersebut seharusnya dilindungi sebagai produk jurnalistik.
Hasto menutup dengan menyatakan keyakinannya bahwa kasus ini akan menjadi ujian penting bagi perlindungan kebebasan pers di Indonesia. “Kami akan membawa masalah ini ke Dewan Pers untuk menegaskan bahwa produk jurnalistik harus dihargai dan dilindungi dalam konteks hukum Indonesia,” tutupnya.
(Mond)
#HastoKristiyanto #PDIP #ProdukJurnalistik #Hukum #Hoaks #Penghasutan #DewanPers