Breaking News

Heboh Selebaran Sholat Idul Adha di UIN Maliki Malang: Imam, Khotib, dan Bilal Perempuan, Benarkah?

Perempuan Jadi Imam di UIN Malang Bikin Heboh (Foto: dok istimewa)

D'On, Malang (Jatim),-
Jagat maya dihebohkan dengan pamflet Sholat Idul Adha yang tersebar dari Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Selebaran tersebut memicu kontroversi lantaran mengungkapkan rencana pelaksanaan Sholat Idul Adha khusus untuk mahasantri putri dengan imam, khotib, dan bilal semuanya perempuan.

Pamflet yang viral di media sosial itu memuat informasi pelaksanaan Sholat Idul Adha di Masjid Ulul Albab Mahasantri Putri, UIN Malang, yang dijadwalkan berlangsung pada Senin, 17 Juni 2024, pukul 06.00 WIB. Di situ tertulis bahwa penceramahnya adalah Prof. Tutik Hamidah, Guru Besar Fakultas Syariah dan Anggota Fatwa MUI Kota Malang, dengan imam Firdausi Nuzula, mahasantri Mabna Asma' bin Abi Bakar, serta bilal Gita Selvia, Musyrifah Mabna Ummu Salamah.

Pengumuman ini langsung memantik beragam reaksi dari masyarakat. Banyak yang mempertanyakan keabsahan dan keabsahan imam, khotib, dan bilal perempuan dalam pelaksanaan Sholat Idul Adha. Tidak sedikit juga yang mengkritik keterbukaan gender dalam peran-peran ritual tersebut.

Ahmad Izzuddin, Ketua Pusat Ma'had Al-Jam'iyah, menjelaskan bahwa flyer yang beredar tersebut sebenarnya masih dalam tahap rencana. “Selebaran yang tersebar itu adalah draft kegiatan. Kami menyusun ini sebagai upaya mengantisipasi kepadatan jamaah di masjid mahasantri putra yang berjumlah 1.932 orang. Jika ditambah mahasantri putri sebanyak 2.559, belum lagi masyarakat sekitar, akan sangat sulit mengatur keramaian di satu lokasi,” jelas Ahmad Izzuddin dalam pernyataan tertulisnya pada Minggu malam, 16 Juni 2024.

Ia menekankan bahwa rencana ini masih perlu dipertimbangkan matang-matang, terutama dari aspek keamanan dan ketertiban. “Kami sudah mengomunikasikan rencana ini dengan pimpinan universitas, pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Malang, dan MUI Jawa Timur. Arahan dan petunjuk dari mereka akan sangat menentukan apakah kegiatan ini akan dilaksanakan atau tidak.”

Ahmad juga menambahkan bahwa sosialisasi terkait rencana ini belum disebarluaskan melalui kanal resmi Pusat Ma'had Al-Jam'iyah maupun media sosial resmi kampus. “Kami menunggu arahan lebih lanjut dan memastikan kondisi serta situasi yang mendukung sebelum mengambil keputusan final. Oleh karena itu, informasi dalam pamflet yang beredar belum tentu akan direalisasikan,” tegasnya.

Meski masih dalam tahap rencana, kehebohan sudah terlanjur meluas. Isu ini menjadi perbincangan hangat, tidak hanya di kalangan mahasiswa UIN Maliki Malang, tetapi juga masyarakat luas yang mengikuti perkembangan kampus tersebut. 

Beberapa mahasiswa menyuarakan dukungan atas inovasi ini, melihatnya sebagai langkah maju untuk kesetaraan gender di lingkungan kampus. Sementara yang lain merasa bingung dan mempertanyakan dasar hukum dan keabsahan dari imam, khotib, dan bilal perempuan dalam Sholat Idul Adha.

Situasi ini memunculkan diskusi lebih luas tentang peran perempuan dalam berbagai ritual keagamaan dan bagaimana hal ini dipandang dalam kerangka syariah yang lebih besar. Kegiatan ini, jika jadi dilaksanakan, berpotensi menjadi momen penting dalam diskursus kesetaraan gender di lingkungan pendidikan Islam di Indonesia.

Sebagai catatan, kontroversi ini memperlihatkan bagaimana perubahan kecil dalam struktur pelaksanaan ibadah bisa memicu diskusi besar tentang norma-norma sosial dan agama. UIN Maliki Malang kini menjadi pusat perhatian, dengan banyak pihak menantikan bagaimana keputusan akhir terkait pelaksanaan Sholat Idul Adha tersebut.

(*)

#Viral #Peristiwa