Breaking News

Kasus Kekerasan di Pesantren: Santri di Kudus Dihukum dengan Celup Tangan ke Air Panas

Belasan santri di sebuah pesantren di Kecamatan Dawe, Kudus, dihukum mencelupkan tangan ke air panas karena ketahuan merokok. (Istimewa/Jamaah)

D'On, Kudus (Jateng),-
Insiden kekerasan yang melibatkan 15 santri di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, kini menjadi sorotan publik. Peristiwa tersebut terjadi pada 27 Mei 2024, di mana para santri dihukum dengan cara mencelupkan tangan mereka ke dalam baskom berisi air panas, diduga sebagai hukuman atas pelanggaran merokok.

Akibat dari hukuman tersebut, dua santri mengalami luka melepuh pada tangan mereka. Salah satu dari mereka bahkan harus mendapatkan perawatan medis intensif. Kasus ini mulai mendapat perhatian luas setelah foto-foto tangan melepuh para santri tersebar di media sosial, memicu kemarahan dan keprihatinan masyarakat.

Detil Peristiwa

Menurut Ahmad Toha, salah satu pengasuh pondok pesantren, hukuman ini dijatuhkan oleh pengurus pesantren setelah ke-15 santri tersebut kedapatan merokok. "Pengurus itu menghukum 15 santri. Hukumannya sama, memasukkan tangan sebatas jari ke dalam baskom berisi air panas," jelas Toha pada Rabu, 12 Juni 2024.

Toha menambahkan bahwa air dalam baskom sebenarnya telah dicampur dengan air dingin terlebih dahulu, sehingga suhu air tidak terlalu panas. Namun, ia mengakui bahwa ia tidak mengetahui bahwa hukuman tersebut akan diberlakukan oleh pengurus pondok. "Selama ini, hukuman bagi santri yang melanggar aturan hanya sebatas membersihkan kamar mandi atau tempat sampah. Saya tidak tahu mengapa kali ini hukuman fisik seperti itu diterapkan," katanya.

Reaksi dan Tindakan Selanjutnya

Setelah insiden tersebut terungkap, pengasuh pondok pesantren berusaha menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Namun, keluarga salah satu santri yang mengalami luka serius memilih untuk melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian. "Kami merasa hukuman ini terlalu berlebihan dan tidak manusiawi. Karena itu, kami melaporkan kejadian ini ke Polres Kudus," ujar perwakilan keluarga santri.

Polres Kudus telah mulai melakukan penyelidikan terkait peristiwa ini dan tengah memeriksa pengurus pondok pesantren yang terlibat dalam pemberian hukuman. "Kami akan memastikan bahwa semua pihak yang terlibat akan diperiksa secara menyeluruh dan kasus ini akan ditangani sesuai dengan hukum yang berlaku," ujar seorang petugas dari Polres Kudus.

Respons dari Komunitas dan Pengamat

Kasus ini memicu berbagai reaksi dari komunitas pendidikan dan pengamat sosial. Banyak yang mengecam tindakan kekerasan ini sebagai bentuk pelanggaran hak asasi anak dan menuntut adanya perubahan dalam pendekatan disiplin di lingkungan pendidikan, khususnya di pondok pesantren.

"Penggunaan hukuman fisik, apalagi yang berpotensi menyebabkan cedera serius, tidak dapat dibenarkan dalam konteks pendidikan atau pembinaan," kata seorang pengamat pendidikan. "Institusi pendidikan seharusnya mengutamakan pendekatan yang mendidik dan membangun, bukan yang bersifat menyakiti."

Kasus ini menggarisbawahi perlunya evaluasi dan pengawasan yang lebih ketat terhadap metode disiplin di lingkungan pendidikan, khususnya di pondok pesantren. Diharapkan, insiden ini dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk memastikan bahwa hak-hak santri dihormati dan diperlakukan dengan cara yang manusiawi.

Hingga berita ini diturunkan, Polres Kudus masih melanjutkan penyelidikan dan diharapkan akan segera mengungkap hasil dari penyelidikan ini. Masyarakat menanti dengan harap cemas agar keadilan ditegakkan dan insiden serupa tidak terulang lagi di masa depan.

(*)

#Peristiwa #Kekerasan