Breaking News

Netanyahu Bubarkan Kabinet Perang: Krisis Gaza dan Ketegangan dengan Hizbullah

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghadiri pertemuan faksi Partai Likud di Knesset, Yerusalem, 20 Mei 2024. (REUTERS/Ronen Zvulun)

D'On, Yerusalem,–
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan pembubaran Kabinet Perang beranggotakan enam orang, menyusul mundurnya mantan Jenderal Benny Gantz. Langkah drastis ini mencerminkan perubahan dalam strategi Israel di tengah eskalasi konflik di Gaza dan ketegangan yang memuncak di perbatasan dengan Lebanon.

Pembubaran Kabinet Perang

Keputusan ini terjadi setelah Gantz dan rekan politiknya, Gadi Eisenkot, meninggalkan pemerintahan pekan lalu, menyusul ketidakpuasan mereka terhadap kepemimpinan Netanyahu dalam penanganan konflik Gaza. Kabinet Perang, yang dibentuk setelah Gantz bergabung dengan Netanyahu dalam pemerintahan persatuan nasional pada Oktober, termasuk Menteri Urusan Strategis Ron Dermer dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant. Namun, kini Netanyahu akan berkonsultasi dengan kelompok menteri yang lebih kecil, termasuk Gallant dan Dermer, untuk menangani krisis tersebut.

Langkah ini juga menanggapi tuntutan dari mitra koalisi nasionalis-religius, seperti Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, yang menginginkan kursi dalam Kabinet Perang. Netanyahu telah menolak permintaan ini, khawatir akan meningkatnya ketegangan dengan mitra internasional, terutama Amerika Serikat, jika kelompok nasionalis ini dimasukkan ke dalam forum yang sensitif tersebut.

Krisis Gaza dan Kunjungan Utusan Khusus AS

Keputusan ini bertepatan dengan kunjungan Amos Hochstein, utusan khusus Amerika Serikat, yang bertemu dengan pejabat Israel untuk menenangkan situasi di perbatasan yang disengketakan dengan Lebanon. Kunjungan Hochstein terjadi di tengah ketegangan tinggi setelah serangkaian insiden kekerasan antara militer Israel dan milisi Hizbullah yang didukung Iran. Pekan lalu, Militer Israel melaporkan penembakan yang menewaskan seorang anggota senior Hizbullah di Selaa, Lebanon Selatan, menambah ketegangan yang sudah mendidih di sepanjang Garis Biru, perbatasan yang memisahkan Israel dan Lebanon.

Lebih dari 30.000 orang telah dievakuasi dari rumah mereka di kedua sisi Garis Biru, menyoroti eskalasi konflik yang mengkhawatirkan. "Kondisi saat ini bukanlah realitas yang berkelanjutan," kata Juru Bicara pemerintah David Mencer dalam konferensi pers terbaru, menggarisbawahi krisis yang mengancam stabilitas kawasan tersebut.

Dinamika Internal dan Tantangan Strategis

Ketegangan internal dalam koalisi Netanyahu muncul ketika Gantz dan Eisenkot mengkritik ketidakmampuan pemerintah dalam membentuk strategi yang jelas untuk konflik Gaza. Kedua mantan jenderal ini, yang telah berperan penting dalam kebijakan pertahanan Israel, mundur karena frustrasi terhadap pendekatan Netanyahu yang dianggap tidak efektif dan kurangnya koordinasi strategis.

Munculnya tuntutan dari mitra koalisi nasionalis juga memperumit dinamika politik internal, memaksa Netanyahu untuk melakukan manuver diplomatik yang sulit. Sementara itu, tekanan internasional terutama dari Amerika Serikat untuk menjaga stabilitas di perbatasan Lebanon menambah beban bagi Netanyahu yang sudah bergulat dengan tantangan di Gaza.

Pembubaran Kabinet Perang dan pengaturan ulang strategi pemerintahan mencerminkan situasi kompleks dan rentan yang dihadapi Israel saat ini. Dengan meningkatnya ketegangan di perbatasan Lebanon dan berlanjutnya konflik di Gaza, Netanyahu harus mengelola dinamika politik internal dan eksternal dengan hati-hati untuk mencegah eskalasi lebih lanjut dan menjaga stabilitas di kawasan. Kunjungan Hochstein mungkin menawarkan kesempatan untuk diplomasi, namun jalan menuju resolusi yang berkelanjutan tetap penuh dengan tantangan.

(*)

#Israel #BenjaminNetanyahu #KabinetPerang #Internasional