PDIP dan PKS Dulu Dukung UU Tapera, Kini Berbalik Menolak: Apa yang Terjadi?
kolase Logo PDIP dan PKS
D'On, Jakarta,– Kebijakan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang memotong gaji pekerja terus menuai kontroversi. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kini berada di garis depan kritik terhadap kebijakan ini, meskipun keduanya dahulu mendukung penuh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera.
Kritik dari PDIP dan PKS
Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, menyatakan bahwa pemotongan upah untuk iuran Tapera tidak seharusnya diterapkan saat ini. Menurutnya, “Kemampuan ekonomi rakyat belum pulih sepenuhnya, sehingga tidak adil jika mereka dibebani tambahan iuran yang memotong upah bulanan,” ujarnya.
Senada dengan Hasto, anggota DPR dari PKS, Mardani Ali Sera, berpendapat bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 yang mengatur penyelenggaraan Tapera perlu dicabut. “PP ini memberatkan pekerja, dan seharusnya pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan yang justru menambah beban di saat kondisi ekonomi masih rentan,” kata Mardani.
Dukungan Kuat di Masa Lalu
Ironisnya, PDIP dan PKS sebelumnya adalah pendukung utama dari lahirnya UU Tapera. Pada Rapat Paripurna DPR yang berlangsung di Gedung Nusantara II pada 23 Februari 2016, RUU Tapera disahkan dengan dukungan yang kuat dari berbagai fraksi termasuk PDIP dan PKS.
Yoseph Umar Hadi, Ketua Panitia Khusus (Pansus) Tapera dari PDIP saat itu, menegaskan bahwa UU Tapera adalah langkah revolusioner untuk memudahkan rakyat mendapatkan rumah. “Kebutuhan rumah adalah hak dasar setiap manusia yang diamanatkan oleh konstitusi. UU Tapera merupakan solusi ideologis bangsa untuk menyejahterakan rakyat Indonesia,” tegas Yoseph dalam rapat tersebut.
Tujuan Mulia UU Tapera
Latar belakang dukungan PDIP dan PKS terhadap UU Tapera adalah keprihatinan terhadap sulitnya akses masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah. UU ini dirancang untuk menjadi dasar hukum bagi penyediaan perumahan yang layak, dengan harapan membantu pekerja mendapatkan tempat tinggal yang dekat dengan lokasi kerja mereka. “UU Tapera membantu pengusaha dan pekerjanya untuk mendapatkan tempat tinggal di sekitar lokasi perusahaannya, sehingga mengurangi waktu dan biaya perjalanan yang selama ini menjadi beban,” jelas Yoseph.
Dari PKS, dukungan serupa disuarakan oleh Abdul Hakim, Sekretaris Fraksi PKS di DPR dan salah satu inisiator RUU ini. “RUU Tapera memiliki arti penting untuk membuka akses kepemilikan rumah bagi masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Abdul Hakim. Ia menekankan bahwa regulasi ini kelak akan menjadi solusi bagi masalah perumahan layak yang dihadapi banyak warga.
Realita dan Tantangan Implementasi
Namun, realita pelaksanaan UU Tapera tampaknya tidak seindah harapan para pengusulnya. Penerapan PP Nomor 21 Tahun 2024 yang mengharuskan pemotongan gaji untuk iuran Tapera menjadi titik tolak kritik saat ini. Kebijakan ini dianggap memberatkan pekerja, terutama di tengah pemulihan ekonomi yang masih belum stabil.
Polemik mengenai iuran Tapera mencerminkan tantangan dalam menjembatani niat baik regulasi dengan realitas ekonomi dan sosial masyarakat. Dukungan masa lalu terhadap UU Tapera oleh PDIP dan PKS kini berubah menjadi kritik tajam, menunjukkan kompleksitas dalam implementasi kebijakan perumahan yang berkelanjutan dan adil bagi semua pihak.
Kritik terhadap kebijakan iuran Tapera mencerminkan perubahan pandangan yang dipicu oleh tantangan implementasi di lapangan. Meskipun UU Tapera dirancang dengan tujuan mulia untuk menyediakan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, realitas ekonomi dan beban tambahan bagi pekerja menjadi bahan refleksi yang memerlukan peninjauan ulang agar kebijakan ini benar-benar dapat mencapai tujuannya tanpa memberatkan rakyat.
(Mond)
#PDIP #PKS #Politik #Tapera