Breaking News

Santriwati 13 Tahun di Lombok Barat Tewas Diduga Akibat Kekerasan di Ponpes

Jenazah santriwati Ponpes Al-Aziziyah dibawa ke RS Bhayangkara Mataram untuk autopsi pada Sabtu, 29 Juni 2024.

D'On, Lombok Barat (NTB),-
Keluarga Nurul Izati, santriwati berusia 13 tahun dari pondok pesantren (ponpes) Al-Aziziyah, Lombok Barat, mengalami duka mendalam setelah Nurul ditemukan meninggal dunia pada Sabtu pagi, 29 Juni 2024. Tragedi ini memicu desakan dari berbagai pihak untuk pengungkapan kasus dan reformasi menyeluruh di lingkungan ponpes.

Kekhawatiran Sang Ibu dan Kondisi Kamar Mandi

Raudah, ibu Nurul, mengungkapkan bahwa putrinya sering kali mengeluhkan ingin pulang setiap kali mereka berkomunikasi via telepon. Nurul tidak hanya mengungkapkan ketidaknyamanan dengan kondisi kamar mandi yang kotor dan air yang tidak layak pakai, tetapi juga tampak enggan membicarakan kondisi kesehatannya secara rinci.

"Setiap kali Nurul menelepon, dia selalu minta pulang. Ketika ditanya alasannya, dia bilang kamar mandi di sana sangat kotor dan airnya tidak layak dipakai," ujar Raudah. 

Raudah mengetahui kondisi kesehatan putrinya dari sepupu yang juga bersekolah di ponpes tersebut. Informasi bahwa Nurul sakit baru disampaikan oleh sepupunya pada malam sebelum kejadian, saat kondisi Nurul sudah kritis.

Komunikasi dengan Pihak Ponpes yang Berbelit

Saat mendengar kabar bahwa Nurul sakit, Raudah langsung menghubungi salah satu pengurus asrama putri bernama Puput. Pada awalnya, Puput meyakinkan bahwa Nurul dalam keadaan baik. Namun, beberapa saat kemudian, Puput mengakui bahwa Nurul sakit dan telah dibawa ke klinik.

"Ibu Puput awalnya mengatakan anak saya baik-baik saja. Namun, setelah beberapa waktu, dia menghubungi lagi dan mengatakan Nurul sakit serta telah dibawa ke klinik," jelas Raudah dengan nada sedih.

Perjalanan Kritis ke Rumah Sakit

Mengetahui kondisi anaknya yang semakin memburuk, Raudah segera menuju Rumah Sakit Soedjono Selong, Lombok Timur. Sayangnya, setibanya di rumah sakit, Nurul sudah menghembuskan nafas terakhirnya pada Sabtu pagi. Duka dan rasa tidak percaya menyelimuti keluarga, mengingat usia Nurul yang masih sangat muda.

Desakan Hukum dan Investigasi

Yan Mangandar Putra, kuasa hukum keluarga korban, mendesak agar pihak ponpes dan Kementerian Agama (Kemenag) tidak menutup-nutupi kasus ini. Yan menuntut pengusutan tuntas terhadap dugaan kekerasan yang dialami Nurul serta peningkatan standar keamanan dan kesejahteraan santri di ponpes.

"Kami berharap pihak pondok pesantren dan Kemenag, utamanya, tidak lagi menutup mata. Kekerasan yang terjadi di ponpes harus diungkap dengan transparan, demi mencegah anak-anak menjadi korban lagi," tegas Yan.

Yan juga menyoroti pentingnya penyesuaian daya tampung santri dengan sumber daya yang ada, termasuk perbaikan sarana prasarana. Selain itu, Yan menekankan bahwa pengajar, satpam, dan senior di ponpes harus memiliki komitmen kuat untuk tidak melakukan kekerasan terhadap santri.

Upaya Autopsi dan Pengungkapan Kebenaran

Untuk mengungkap penyebab pasti kematian Nurul, keluarga dan tim kuasa hukum sepakat melakukan autopsi di Rumah Sakit Bhayangkara Mataram. Langkah ini diambil untuk memastikan penyebab kematian Nurul dan menuntut keadilan bagi santriwati muda tersebut.

Tamparan Bagi Sistem Pendidikan Ponpes

Kasus kematian Nurul Izati menjadi tamparan keras bagi sistem pendidikan di ponpes. Kejadian ini menjadi pengingat bahwa keselamatan dan kesejahteraan santri harus menjadi prioritas utama. Penyelesaian kasus ini dengan penyelidikan yang transparan dan akuntabel, serta langkah-langkah konkret untuk memperbaiki lingkungan ponpes, sangat dibutuhkan untuk mencegah tragedi serupa terulang di masa mendatang.

Kematian tragis Nurul telah menyentuh banyak pihak dan menjadi sorotan bagi penegakan hak-hak santri di Indonesia. Tragedi ini diharapkan menjadi momentum bagi perubahan yang signifikan di lingkungan pondok pesantren demi terciptanya lingkungan yang aman dan sejahtera bagi para santri.

(*)

#Kekerasan #Peristiwa #KekerasandiPompes