Bareskrim Polri Ungkap Kasus Eksploitasi Anak sebagai PSK, Ditawarkan Lewat X dan Telegram
D'On, Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri membongkar jaringan eksploitasi anak yang dijadikan pekerja seks komersial (PSK) dan ditawarkan melalui platform media sosial X dan Telegram. Dalam pengungkapan kasus ini, polisi menetapkan empat tersangka: MIR alias IM alias Sam (26), YM (26), MRP alias Alona alias Aline (39), dan CA alias Aul (19).
Menurut Kombes Dani Kustoni, Wakil Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, tersangka MIR merupakan narapidana kasus narkoba yang sedang menjalani masa tahanan. Sedangkan MRP adalah residivis kasus prostitusi online. "Salah satu dari tersangka ini dulunya juga merupakan talent di jaringan ini. Karena pergaulannya luas, dia diangkat ke jenjang yang lebih tinggi. Pelaku biasanya merekrut dari lingkar pertemanan mereka," jelas Dani dalam konferensi pers, Selasa (23/7/2024) di Bareskrim Polri.
Dalam operasi ini, terdapat 1.962 talent yang ditawarkan kepada 3.200 anggota yang terdaftar. Saat penangkapan, polisi menemukan empat anak dan satu perempuan dewasa. Para talent diklasifikasikan dalam beberapa kategori dengan tarif antara Rp8 juta hingga Rp17 juta. Namun, mereka hanya menerima Rp2 juta dari jumlah tersebut.
"Dalam penyelidikan, kami menemukan grup 'hidden gem' di mana anggota membayar lebih tinggi. Jika grup biasa membayar deposit Rp500 ribu hingga Rp5 juta, di grup 'hidden gem' ini tarifnya mencapai Rp5 juta hingga Rp10 juta, dengan talent yang ditawarkan hingga ratusan juta," ungkap Dani. Polisi menemukan total transaksi mencapai Rp9 miliar dari rekening kelompok ini selama satu tahun terakhir. Korban yang berhasil ditemukan rata-rata baru tiga bulan menjalani pekerjaan ini.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 45 Ayat (1) Jo Pasal 52 Ayat (1) Jo Pasal 27 Ayat (1) UU No. 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang ITE, Pasal 2 UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pasal 88 Jo Pasal 76 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 30 Jo Pasal 4 Ayat (2) UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Empat anak dan satu perempuan dewasa yang menjadi korban telah diserahkan kepada UPT P3A Jakarta untuk ditempatkan di rumah aman dan mendapatkan hak-hak mereka. Tri Palupi Diah Handayani, Kepala UPT P3A Jakarta, mengatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan dinas pendidikan dan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan para korban. Dari empat anak, satu telah dikeluarkan dari sekolah, sementara tiga lainnya masih berstatus kelas 3 SMA.
Penyidik masih mendalami keterlibatan pihak lain, termasuk orang tua korban. Tri Palupi mengungkapkan bahwa tidak semua orang tua mengakui anaknya sebagai korban, meskipun data menunjukkan sebaliknya. "Ada juga orang tua yang sebenarnya tahu dari mucikari bahwa anaknya terlibat open BO. Semua ini masih dalam pendalaman penyidik," ungkapnya.
Menurut data UPT P3A Jakarta, jumlah korban eksploitasi anak terus meningkat sejak 2021. Pada tahun 2021 tercatat 1.313 kasus, 2022 ada 1.455 kasus, 2023 meningkat menjadi 1.682 kasus, dan sejak awal 2024 sudah ada 1.115 kasus. Tri Palupi mengimbau masyarakat untuk melaporkan kasus eksploitasi anak melalui hotline 081317617622.
"Kami mengimbau kepada masyarakat untuk terbuka memberikan informasi apabila ada tetangga atau kerabat yang menjadi korban untuk dilaporkan ke hotline 081317617622," kata Tri Palupi, mengakhiri keterangannya.
Kasus ini menjadi alarm keras bagi semua pihak untuk lebih waspada dan berperan aktif dalam melindungi anak-anak dari jaringan eksploitasi yang semakin canggih dan tersebar luas melalui media sosial.
(*)
#ProstitusiAnak #Prostitusi #BareskrimPolri