Bawaslu: KPU Tak Patuh Putusan MA, PSU Sumbar Habiskan Rp350 Miliar
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja
D'On, Jakarta - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja, mengungkapkan keprihatinan terhadap pemungutan suara ulang (PSU) untuk anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Sumatera Barat yang memakan biaya hingga Rp350 miliar. PSU ini diperintahkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak menerapkan aturan tahapan Pemilu sesuai dengan putusan Mahkamah Agung (MA).
Dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (18/7), Bagja menegaskan pentingnya kepatuhan KPU terhadap aturan untuk mencegah pemborosan uang negara. "Biaya PSU di Sumatera Barat mencapai Rp350 miliar. Dana sebesar itu seharusnya bisa dialihkan untuk kepentingan lain yang lebih bermanfaat," ujarnya.
Bagja menyebutkan bahwa PSU tersebut melibatkan 17 ribu Tempat Pemungutan Suara (TPS). "Bayangkan, untuk satu kotak suara saja biayanya bisa mencapai Rp100 miliar," tambahnya.
Putusan MA dan Kontroversi Eks Narapidana Korupsi
Permasalahan ini bermula dari putusan MA Nomor 30 P/HUM/2018 yang mengizinkan eks narapidana korupsi untuk ikut serta dalam pemilu sebagai calon anggota legislatif. Namun, untuk eks napi dengan masa hukuman lebih dari 5 tahun, harus ada masa jeda sebelum mereka dapat mencalonkan diri kembali. Bagi eks napi dengan masa pidana kurang dari 5 tahun, mereka diperbolehkan langsung nyaleg.
Pada Pemilu 2024, KPU tidak memasukkan eks narapidana korupsi, Irman Gusman, ke dalam Daftar Calon Tetap (DCT) DPD Sumbar karena menilai masa jeda 5 tahun belum terpenuhi. Irman kemudian menggugat KPU ke PTUN Jakarta dan memenangkan gugatan. Namun, KPU tidak melakukan koreksi terhadap DCT, sehingga Irman tidak dapat ikut dalam kontestasi tersebut. Hal ini akhirnya dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK), yang kemudian memenangkan gugatan Irman dan memerintahkan PSU di Sumbar.
KPU Harus Patuh pada Putusan MA
Menurut Bagja, putusan MA harus diikuti untuk menghindari konsekuensi seperti PSU yang mahal ini. "Ketidaksesuaian dengan putusan MA menyebabkan PSU di seluruh TPS di Sumbar. Oleh karena itu, KPU harus patuh pada putusan MA meskipun ada hal yang menarik untuk dibahas. Ini adalah PR kita bersama," tegas Bagja.
Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari, sebelumnya menyatakan bahwa Irman Gusman dicoret dari DCT karena belum memenuhi masa jeda 5 tahun berdasarkan informasi dari lembaga penegak hukum. "Masa jedanya belum genap 5 tahun. Itu ada satu orang di Sumatera Barat," ungkap Hasyim.
Ketua Divisi Hukum KPU, M Afifuddin, menambahkan bahwa pihaknya tidak dapat menjalankan putusan PTUN karena bertentangan dengan konstitusi. "Putusan PTUN tersebut tidak dapat dilaksanakan (non-executable) karena bertentangan dengan konstitusi," kata Afifuddin, saat dihubungi pada Selasa (19/12/2023).
Afif menegaskan bahwa menurut putusan MK, eks narapidana harus memenuhi masa jeda 5 tahun setelah menjalani hukuman penjara sebelum mendaftar kembali sebagai calon. "Masa jeda tersebut adalah selama 5 tahun," pungkasnya.
Tuntutan Kepatuhan dan Efisiensi
Kasus ini menyoroti pentingnya kepatuhan terhadap aturan hukum untuk menghindari pemborosan anggaran negara. Bagja berharap kejadian serupa tidak terulang dan meminta KPU untuk lebih teliti dan benar dalam menentukan Peraturan KPU (PKPU) ke depan, termasuk syarat calon kepala daerah sesuai putusan MA. "Kami meminta KPU untuk berpikir keras dan benar dalam menentukan PKPU ke depan atau syarat calon kepala daerah sesuai putusan MA," tutupnya.
(*)
#Bawaslu #KPU #PSU #PSUDPDSumateraBarat