Jimly: Gugatan Anwar Usman di PTUN Salah Alamat
Mantan Ketua MK Jimly: Gugatan Anwar Usman di PTUN Salah Sasaran
D'On, Jakarta,- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, memberikan pandangan kritis terkait gugatan yang diajukan Hakim Konstitusi Anwar Usman ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Menurut Jimly, langkah hukum Anwar ini tidak tepat sasaran, karena objek yang disengketakan di PTUN seharusnya adalah pelanggaran hukum, bukan kode etik.
"Objek perkara di PTUN adalah pelanggaran hukum. Namun, ini kasus bukanlah pelanggaran hukum, melainkan pelanggaran kode etik. Jadi, ini salah alamat," ujar Jimly, Minggu (7/7/2024), di Gedung Kementerian Perhubungan, Jakarta.
Komentar Jimly ini merespons putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang disampaikan dalam sidang pada Kamis (4/7/2024). Dalam putusan nomor 08/MKMK/L/05/2024, MKMK menyatakan bahwa Anwar Usman tidak terbukti melanggar kode etik terkait dugaan konflik kepentingan dengan pengacara Muhammad Rullyandi. Rullyandi diketahui sebagai pihak berperkara dalam sengketa Pemilihan Umum (PHPU) dan juga ahli dari tim kuasa hukum Anwar dalam gugatan di PTUN.
Anggota MKMK, Ridwan Mansyur, dalam pertimbangannya, menegaskan bahwa PTUN tidak berwenang mengadili keputusan MKMK, yang bersifat final dan terkait dengan pemberhentian Anwar dari jabatannya sebagai Ketua MK. "MKMK sudah dengan tegas menyatakan bahwa PTUN tidak berwenang mengadili putusan MKMK yang merupakan putusan lembaga etik yang bersifat final,” tegas Ridwan.
Menurut Ridwan, meskipun MKMK tidak dapat mencampuri kompetensi absolut PTUN dalam memeriksa dan memutus perkara, mereka menekankan bahwa PTUN tidak memiliki wewenang untuk mengadili putusan MKMK. Pernyataan ini mempertegas bahwa keputusan lembaga etik tidak dapat dijadikan objek perkara di PTUN.
Jimly juga menyoroti pentingnya memahami bahwa perkara di PTUN harus terkait keputusan administrasi yang mengandung unsur hukum, bukan pelanggaran etik. "Tidak ada Keputusan Presiden (Keppres) terkait pemberhentian Anwar Usman sebagai anggota, karena pemberhentian dari jabatan ketua dilakukan melalui rapat internal, bukan Keppres. Oleh karena itu, tidak ada dasar hukum untuk dijadikan objek perkara di PTUN," jelas Jimly.
Selain itu, Jimly menegaskan bahwa PTUN adalah lembaga peradilan hukum, sementara pelanggaran etik tidak termasuk dalam ranah hukum, sehingga gugatan Anwar di PTUN dinilai tidak relevan.
Sebelumnya, pada akhir 2023, Anwar Usman mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta, meminta agar keputusan pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK yang baru dinyatakan tidak sah. "Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya, menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023, tentang pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028," bunyi gugatan tersebut. Gugatan ini juga mencakup putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/2023 yang memberhentikan Anwar dari jabatan Ketua MK.
Kontroversi ini memunculkan pertanyaan mengenai batas-batas wewenang antara keputusan etik dan peradilan tata usaha negara, serta menyoroti perlunya pemahaman yang lebih jelas tentang lingkup yurisdiksi PTUN. Jimly menekankan bahwa gugatan Anwar di PTUN hanyalah salah satu contoh dari kekeliruan dalam memahami peran dan fungsi lembaga-lembaga hukum di Indonesia.
(Mond)
#AnwarUsman #PTUN #JimlyAsshiddiqie