Keluarga Afif Maulana Didampingi LBH Padang Laporkan Kapolda Sumbar ke Propam Mabes Polri
D'On, Jakarta,- Keluarga Afif Maulana, yang didampingi oleh advokat dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, telah melaporkan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumatera Barat dan Kepolisian Resor (Polres) Padang ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Kepolisian Republik Indonesia. Langkah ini diambil akibat dugaan pelanggaran etik terkait penyiksaan yang dialami oleh Afif Maulana.
"Proses advokasi dan upaya menjemput keadilan harus terus berlanjut demi penegakan hukum yang adil dalam kasus ini. Maka dari itu, kami membuat pengaduan ke Mabes Polri," ujar tim Advokasi Kasus Afif Maulana dalam rilis yang diterbitkan pada Rabu, 3 Juli 2024. Tim advokasi tersebut terdiri atas LBH Padang, YLBHI, KontraS, dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian.
Kronologi Kasus Afif Maulana
Afif Maulana, seorang siswa SMP berusia 13 tahun, ditemukan tewas di sungai di bawah Jembatan Kuranji, Kota Padang. Kasus ini hingga kini belum menemukan titik terang, setelah Kapolda Sumatera Barat menutup penyelidikannya pada 30 Juni 2024. Sementara itu, LBH Padang mengungkapkan adanya bukti baru dari saksi-saksi yang belum diperiksa oleh pihak kepolisian.
Kapolda Sumbar, Irjen Suharyono, menyangkal bahwa kematian Afif disebabkan oleh tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggotanya. Ia menyatakan bahwa penutupannya didasarkan pada kesaksian saksi A, teman korban yang juga menjadi saksi kunci dalam kasus ini. "Keterangan dari saksi A membantah narasi bahwa Afif tewas akibat dianiaya oleh polisi dan kemudian dibuang di bawah jembatan Kuranji. Itu tidak benar," ujar Suharyono.
Menurut Suharyono, saksi A yang membonceng Afif Maulana mengatakan bahwa korban melompat dari jembatan untuk menghindari penangkapan polisi yang tengah melakukan tugas pencegahan tawuran. Pernyataan ini diambil sebagai dasar penutupan kasus oleh pihak kepolisian.
Temuan Investigasi LBH Padang
Namun, hasil investigasi LBH Padang memberikan pandangan berbeda. Menurut temuan mereka, Afif Maulana diduga meninggal akibat penyiksaan, bukan karena melompat. Pada tubuh jenazah Afif ditemukan luka lebam di pinggang, punggung, pergelangan tangan, dan siku. Selain itu, pipi kiri jenazah membiru dan terdapat luka berdarah di kepala.
LBH Padang mencurigai adanya tindakan penyiksaan berdasarkan kesaksian saksi A, yang juga telah diperiksa oleh Kapolda Sumbar. Sebelum saksi A diperiksa oleh kepolisian, LBH Padang telah melakukan investigasi awal dengan bertanya langsung kepada saksi tersebut. "Saat ditangkap polisi, saksi A melihat Afif dikelilingi oleh beberapa anggota kepolisian yang memegang rotan," ungkap Direktur LBH Padang, Indira Suryani. Setelah itu, saksi A tidak lagi melihat keberadaan Afif Maulana.
Upaya Mencari Keadilan
Kasus ini telah menjadi sorotan berbagai pihak, yang menuntut transparansi dan keadilan. LBH Padang bersama dengan YLBHI, KontraS, dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian, mendesak agar dilakukan penyelidikan independen dan menyeluruh atas kematian Afif Maulana. Mereka menegaskan pentingnya akuntabilitas dalam penegakan hukum untuk mencegah terulangnya tragedi serupa.
Kasus Afif Maulana merupakan pengingat pentingnya perlindungan hak asasi manusia dalam setiap proses penegakan hukum. Langkah hukum yang diambil keluarga Afif bersama tim advokasi diharapkan dapat membuka tabir kebenaran dan memberikan keadilan yang layak bagi Afif dan keluarganya.
Laporan ini diharapkan dapat menggugah perhatian publik terhadap pentingnya keadilan dan transparansi dalam penanganan kasus-kasus yang melibatkan aparat penegak hukum. Keluarga Afif Maulana bersama tim advokasi akan terus berjuang demi tegaknya keadilan.
(Mond)
#AfifMaulana #Peristiwa #PropamMabesPolri #LBHPadang #KontraS