Breaking News

Anggota Komisi VI DPR RI Kritisi Kebijakan Pelarangan Penjualan Rokok Ketengan

Anggota Komisi VI DPR RI Luluk Nur Hamidah

D'On, Jakarta -
Anggota Komisi VI DPR RI, Luluk Nur Hamidah, menyampaikan kritik tajam terhadap kebijakan pemerintah yang melarang penjualan rokok ketengan. Luluk menilai kebijakan ini tidak berpihak kepada rakyat kecil, khususnya para pelaku usaha mikro yang menggantungkan penghidupan dari penjualan rokok eceran.

"Kebijakan pelarangan penjualan rokok ketengan tidak berpihak pada wong cilik. Lagi-lagi pelaku usaha mikro yang menjadi korban," ungkap Luluk Nur Hamidah dalam keterangannya yang dikutip dari laman DPR RI, Kamis (1/8/2024).

Larangan penjualan rokok ketengan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, yang merupakan turunan dari Undang-undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023. PP ini baru saja diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan melarang penjualan rokok dalam kemasan 'kiddie pack' atau kurang dari 20 batang, kecuali untuk produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik.

Luluk Nur Hamidah mengakui pentingnya pengetatan aturan terkait rokok untuk kesehatan masyarakat. Namun, ia menekankan bahwa kebijakan ini akan sangat berdampak pada pelaku usaha kecil dan masyarakat berpenghasilan rendah.

"Rokok ketengan ini hak pedagang asongan, pedagang kecil, dan konsumen dari kelas bawah yang hanya punya kemampuan beli secara ketengan," ujar Legislator dari Dapil Jawa Tengah IV tersebut.

Menurut Luluk, larangan penjualan rokok ketengan akan sangat mempengaruhi konsumsi masyarakat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang lesu saat ini. Ia menilai bahwa pemerintah seharusnya mempertimbangkan kebutuhan ekonomi rakyat kecil dalam membuat kebijakan.

"Pelarangan ketengan sungguh sangat tidak peka dan tidak adil khususnya bagi pedagang kecil seperti asongan, starling, warung-warung kecil, dan konsumen kelas bawah," tegasnya.

Luluk juga menyoroti bahwa rokok ketengan sebenarnya mengakomodir masyarakat yang bukan perokok berat, karena mereka tidak membutuhkan membeli rokok dalam jumlah banyak. Kebijakan ini, menurutnya, justru dapat mendorong anak-anak untuk membeli rokok ilegal tanpa cukai yang harganya lebih murah.

"Kalau memang kebutuhannya untuk menekan prevalensi perokok anak, hari ini yang terjadi anak-anak itu membeli rokok ilegal tanpa cukai karena harganya yang sangat murah. Mestinya ini yang diatasi, termasuk bentuk pengawasan secara sistematis," papar Luluk.

Daripada memberlakukan larangan penjualan rokok yang berdampak pada industri tembakau dan pelaku usaha mikro, Luluk berpendapat bahwa pemerintah seharusnya fokus pada pemberian edukasi dan literasi tentang bahaya rokok kepada anak-anak.

"Saya merasa kebijakan pelarangan penjualan rokok eceran tidak akan efektif karena kalau dari hulu-nya saja tidak dibenahi, artinya ada kegagalan pada sistem pencegahan di bidang edukasi dan sosialisasi," tukasnya.

Luluk menutup pernyataannya dengan harapan agar pemerintah dapat meninjau ulang kebijakan larangan penjualan rokok ketengan. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini justru akan menambah masalah ekonomi kerakyatan baru, sementara tujuan utamanya belum tentu dapat dicapai.

"Saya berharap kebijakan larangan penjualan rokok ketengan bisa ditinjau ulang oleh Pemerintah," tutup Luluk. 

Kritik yang disampaikan oleh Luluk Nur Hamidah mencerminkan keresahan dari pelaku usaha kecil dan masyarakat berpenghasilan rendah yang akan terdampak oleh kebijakan ini. Peninjauan ulang dan penyesuaian kebijakan mungkin diperlukan agar tujuan kesehatan masyarakat dapat tercapai tanpa mengorbankan kepentingan ekonomi rakyat kecil.

(B1/mond)

#RokokKetengan #DPR #Nasional