Anwar Usman Tak Terlibat dalam Putusan Kaesang, tapi Setujui Perubahan UU Pilkada
Hakim MK Anwar Usman
D'On, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) membuat dua keputusan penting pada Selasa (20/8/2024) yang menyita perhatian publik, khususnya terkait dengan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Keputusan ini mencakup dua isu utama, yakni syarat batas usia minimum calon kepala daerah serta penghitungan dukungan partai politik dalam mengusung calon kepala daerah.
Putusan Nomor 70: Batas Usia Minimum Calon Kepala Daerah
Putusan pertama yang menjadi sorotan adalah Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024, yang berkaitan dengan syarat batas usia minimum bagi calon kepala daerah. Kasus ini bermula dari gugatan yang diajukan oleh dua mahasiswa, Fahrur Rozi dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Anthony Lee dari Podomoro University. Mereka menggugat ketentuan UU Pilkada terkait batas usia minimum bagi calon gubernur dan wakil gubernur, yang sebelumnya diatur harus berusia 30 tahun pada saat ditetapkan sebagai pasangan calon.
Namun, gugatan ini juga mendapat perhatian lebih karena kaitannya dengan putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep. Kaesang, yang lahir pada 25 Desember 1994, akan berusia 29 tahun pada saat penetapan calon kepala daerah untuk Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Ini berarti, menurut aturan yang ada, Kaesang belum memenuhi syarat untuk mencalonkan diri sebagai gubernur atau wakil gubernur, meski pada saat pelantikan usianya sudah mencapai 30 tahun.
Putusan Mahkamah Agung (MA) sebelumnya sempat memperlonggar syarat ini dengan menyatakan bahwa usia minimum tersebut baru berlaku pada saat pelantikan, sehingga memungkinkan calon seperti Kaesang untuk tetap maju. Namun, dalam putusannya, MK justru menegaskan kembali bahwa syarat usia minimum harus dipenuhi pada saat pencalonan, bukan pada saat pelantikan. Dengan demikian, peluang Kaesang untuk mencalonkan diri sebagai gubernur atau wakil gubernur tertutup, meski ia masih bisa maju di level bupati atau wali kota.
Dalam proses persidangan, terdapat permohonan agar Hakim Konstitusi Anwar Usman, yang juga merupakan paman dari Kaesang, tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Anwar Usman sendiri, dalam Rapat Permusyawaratan Hakim, menyatakan tidak akan ikut memutus perkara ini untuk menghindari kecurigaan adanya konflik kepentingan. Meski begitu, para pemohon tetap menekankan pentingnya integritas dan netralitas dalam pengambilan keputusan, agar wibawa dan kredibilitas MK tetap terjaga.
Putusan Nomor 60: Penghitungan Dukungan Partai Politik
Selain putusan terkait batas usia minimum, MK juga mengeluarkan Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah mekanisme penghitungan dukungan partai politik dalam mengusung calon kepala daerah. Gugatan ini diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora, yang merasa dirugikan oleh aturan sebelumnya dalam UU Pilkada.
Sebelum putusan ini, penghitungan dukungan partai politik untuk mengusung calon kepala daerah didasarkan pada jumlah kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Namun, dalam putusan terbaru, MK menetapkan bahwa penghitungan tersebut kini harus mengacu pada jumlah penduduk yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di daerah tersebut. Keputusan ini juga berlaku bagi calon independen atau perseorangan.
MK mempertimbangkan bahwa aturan sebelumnya menghambat partai politik yang memperoleh suara sah dalam pemilu tetapi tidak mendapatkan kursi di DPRD untuk mengusung calon kepala daerah. Ini dinilai mengurangi nilai demokrasi dalam pemilihan kepala daerah dan berpotensi menimbulkan calon tunggal, yang mengancam proses demokrasi yang sehat.
Keputusan ini membuka peluang bagi partai-partai kecil atau partai yang tidak memiliki kursi di DPRD untuk tetap dapat mengusung calon kepala daerah. Dengan demikian, putusan ini diharapkan bisa memperkaya pilihan calon bagi masyarakat dan menjaga keberagaman dalam kontestasi politik daerah.
Hakim Konstitusi Anwar Usman turut terlibat dalam pengambilan keputusan ini, yang diputus oleh sembilan hakim MK, termasuk Suhartoyo, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan lainnya. Keputusan ini menegaskan komitmen MK untuk menjaga keseimbangan antara hak-hak partai politik dan nilai-nilai demokrasi dalam pelaksanaan Pilkada.
Dampak dan Implikasi Keputusan MK
Kedua putusan ini tidak hanya berdampak langsung pada kontestasi politik lokal menjelang Pilkada 2024, tetapi juga menyoroti pentingnya integritas dan independensi lembaga peradilan di Indonesia. Keputusan terkait batas usia calon kepala daerah menutup peluang bagi beberapa tokoh muda, seperti Kaesang Pangarep, untuk maju di tingkat provinsi. Di sisi lain, perubahan mekanisme penghitungan dukungan partai politik diharapkan bisa meningkatkan kualitas demokrasi lokal dengan memberikan ruang yang lebih besar bagi partai-partai kecil dan calon independen.
Dengan kedua putusan ini, MK telah menegaskan kembali posisinya sebagai penjaga konstitusi dan pengawal demokrasi, meski tidak lepas dari sorotan dan kritik terkait konflik kepentingan yang mungkin muncul. Ke depannya, keputusan-keputusan MK akan terus menjadi barometer penting dalam perkembangan hukum dan politik di Indonesia.
(Mond)
#AnwarUsman #KaesangPangarep #UUPilkada #MahkamahKonstitusi