BPIP: Jilbab Dilepas Paskibraka untuk Keseragaman
Sebanyak 76 pelajar dilantik sebagai anggota Paskibraka Tahun 2024 di Istana Negara, Ibu Kota Nusantara, pada Rabu (14/8/2024), tanpa ada yang berjilbab. Foto: X/@jokowi.
D'On, Kalimantan Timur - Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi, mengungkapkan latar belakang di balik keputusan kontroversial mengenai pelepasan jilbab oleh anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) 2024. Dalam penjelasannya, Yudian menegaskan bahwa langkah ini bertujuan untuk menekankan nilai keseragaman yang merupakan esensi dari pengibaran bendera Merah Putih.
“Paskibraka itu memang dari awal didirikan untuk tampil uniform,” ucap Yudian dalam pernyataan pers di Hunian Polri, Ibu Kota Nusantara, Kalimantan Timur, pada Rabu (14/8). Keputusan ini muncul seiring dengan penyesuaian ketentuan seragam bagi anggota Paskibraka yang selama ini diperbolehkan mengenakan jilbab, terutama saat upacara pengukuhan dan pengibaran bendera setiap 17 Agustus.
Pada tahun-tahun sebelumnya, Paskibraka perempuan diizinkan mengenakan jilbab selama acara penting tersebut. Namun, berdasarkan Surat Edaran Deputi Diklat Nomor 1 Tahun 2024 yang dikeluarkan BPIP, semua anggota Paskibraka diharuskan mengenakan seragam tanpa opsi jilbab. Yudian menjelaskan bahwa keputusan ini diambil untuk mengekspresikan semangat Bhinneka Tunggal Ika, yang diusung oleh pendiri bangsa, Ir. Soekarno.
“Ketunggalan dalam keseragaman ini adalah interpretasi kami terhadap nilai-nilai yang dibawa oleh Soekarno,” ujarnya. Dalam pandangan BPIP, keseragaman pakaian anggota Paskibraka menjadi simbol penting dari kebersatuan dalam kemajemukan bangsa.
Yudian juga menekankan bahwa pelepasan jilbab dilakukan secara sukarela. Setiap anggota Paskibraka memberikan tanda tangan di atas materai Rp 10.000 sebagai bukti resmi bahwa mereka siap mematuhi peraturan dalam pembentukan dan pelaksanaan tugas Paskibraka tahun ini. “Pelepasan jilbab hanya berlaku saat pengukuhan Paskibraka dan pengibaran Sang Merah Putih dalam upacara kenegaraan,” tambahnya.
Meskipun banyak yang mempertanyakan keputusan ini, Yudian menegaskan bahwa hal ini menjadi bagian dari upaya untuk menyatukan simbol-simbol negara dalam acara yang penuh makna. Menyusul keputusan ini, muncul berbagai reaksi dari masyarakat, khususnya mengenai hak anggota Paskibraka yang mengenakan jilbab. Para anggota Paskibraka putri, yang sebelumnya berjumlah 18 orang dan selalu mengenakan jilbab dalam keseharian, kini dihadapkan pada dilema saat pengukuhan dan pengibaran bendera.
Selama latihan gladi kotor dan gladi resik, mereka diizinkan untuk mengenakan jilbab, namun harus melepaskannya saat acara resmi. Keputusan ini menimbulkan diskusi mengenai hak dan kebebasan berekspresi di kalangan generasi muda, terutama dalam konteks keseragaman yang diharapkan dapat menonjolkan nilai-nilai nasionalisme.
Paskibraka mengenakan jilbab saat gladi bersih pada Rabu, 14 Agustus 2024, sehari setelah dikukuhkan oleh Presiden Jokowi di Istana Negara IKN. |
Dari keputusan ini, terlihat bahwa BPIP berupaya menegaskan bahwa tugas anggota Paskibraka adalah untuk merepresentasikan kebersatuan di tengah kemajemukan yang ada. Namun, apakah keputusan ini benar-benar mencerminkan semangat Bhinneka Tunggal Ika yang sejati? Perdebatan tentang keselarasan antara identitas individual dan persatuan nasional terus berlanjut di masyarakat.
Keputusan ini diharapkan tidak hanya memicu diskusi mengenai keseragaman dan identitas, tetapi juga menjadi momen refleksi bagi seluruh bangsa tentang makna sejati dari kesatuan dalam keragaman. Paskibraka, sebagai simbol perjuangan dan kebanggaan bangsa, akan terus menjadi sorotan dalam upaya mempertahankan nilai-nilai Pancasila yang diharapkan mampu mengikat seluruh elemen masyarakat Indonesia.
(Mond)
#BPIP #Paskibraka #KontroversiLepasHijab #Kontroversi #YudianWahyudi