BPIP Terancam Langgar UU Perlindungan Anak Akibat Kebijakan Lepas Jilbab Paskibraka
Kepala BPIP Yudian Wahyudi saat klarifikasi proses seleksi calon Paskibraka di Kantor BPIP, Jakarta Pusat, Senin (25/7/2023). Foto: Dok. BPIP
D'On, Jakarta - Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) tengah menjadi sorotan setelah kebijakan mereka yang mewajibkan anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) putri melepas jilbab saat pengukuhan dan pengibaran bendera dalam rangka HUT RI menuai kecaman. Kebijakan ini dinilai melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak, terutama terkait prinsip nondiskriminasi.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Dyah Puspitarini, menegaskan bahwa BPIP tidak boleh memberlakukan kebijakan tersebut. "Kebijakan ini melanggar prinsip perlindungan anak, salah satunya adalah nondiskriminasi," ujar Dyah dalam pesan singkat yang diterima media. Ia menambahkan bahwa anggota Paskibraka, yang sebagian besar masih siswa SMA kelas X dan berada di bawah umur, seharusnya tetap diperbolehkan mengenakan jilbab sesuai dengan keyakinan mereka.
Surat Pernyataan Bermeterai: Bukan untuk Anak di Bawah Umur
BPIP beralasan bahwa para anggota Paskibraka telah secara sukarela menandatangani surat pernyataan kesediaan mematuhi peraturan, termasuk melepas jilbab saat pengukuhan dan pengibaran bendera. Surat pernyataan tersebut bermeterai Rp 10 ribu.
Namun, Dyah menegaskan bahwa hal ini tidak semestinya berlaku untuk anak di bawah umur. "Anak sebenarnya tidak boleh melakukan consent, apalagi bermeterai," kata Dyah. Ia menyoroti bahwa anggota Paskibraka adalah remaja yang belum mencapai usia dewasa dan belum memiliki wewenang hukum untuk membuat keputusan yang berdampak signifikan terhadap hak asasi mereka, seperti kewajiban melepas jilbab.
Alasan "Keseragaman" Memicu Kontroversi
Kepala BPIP, Yudian Wahyu, sebelumnya menyatakan bahwa kewajiban melepas jilbab bagi anggota Paskibraka putri dilakukan demi alasan "keseragaman." Namun, kebijakan ini segera mendapat reaksi keras dari berbagai kalangan, mulai dari orang tua anggota Paskibraka, kepala daerah, tokoh agama, hingga organisasi purna Paskibraka.
Dalam pernyataannya, BPIP menegaskan bahwa penggunaan atribut, termasuk pelepasan jilbab, hanya berlaku saat pengukuhan dan pengibaran bendera pada upacara kenegaraan. "Di luar acara tersebut, Paskibraka putri memiliki kebebasan penggunaan jilbab, dan BPIP menghormati hak kebebasan tersebut," klaim BPIP.
Meski demikian, banyak pihak menilai bahwa kebijakan tersebut tetap tidak adil dan diskriminatif, serta bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi.
Istana Kepresidenan "Batalkan" Kebijakan BPIP
Kontroversi ini akhirnya memaksa Istana Kepresidenan untuk turun tangan. Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono menyampaikan bahwa anggota Paskibraka yang berjilbab tetap diizinkan mengenakan jilbabnya pada upacara peringatan HUT RI di IKN dan Istana Kepresidenan di Jakarta pada 17 Agustus mendatang.
"Kami meminta kepada seluruh adik-adik putri yang memang menggunakan jilbab, tetap gunakan itu," ujar Heru dalam pernyataan yang dikutip dari Antara.
Sementara itu, Kepala BPIP, Yudian Wahyu, belum memberikan komentar terkait keputusan Istana yang secara tidak langsung membatalkan peraturan yang telah dibuatnya. Keputusan ini menunjukkan bahwa pemerintah ingin menghindari potensi konflik lebih lanjut serta menjaga semangat kebhinekaan dan toleransi dalam perayaan kemerdekaan Indonesia.
Dengan intervensi Istana, diharapkan polemik terkait penggunaan jilbab oleh anggota Paskibraka ini dapat segera mereda, sehingga upacara peringatan HUT RI dapat berlangsung dengan damai dan khidmat, tanpa mengorbankan hak individu para peserta.
(Mond)
#KPAI #BPIP #Paskibraka #KontroversiLepasHijab #Kontroversi