Breaking News

Demo Tolak Revisi UU Pilkada di Bandung: 25 Ditangkap, 7 Terluka Parah

Demo Tolak RUU Pilkada di Bandung, Kamis (22/8/2024)

D'On, Bandung -
Kamis, 22 Agustus 2024, Kota Bandung menjadi saksi dari sebuah gelombang protes besar-besaran yang melibatkan berbagai elemen masyarakat. Aksi demonstrasi ini menolak revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang dinilai mengancam hak demokrasi dan mengabaikan aspirasi rakyat. Sejak pagi pukul 10.00 WIB, ribuan warga tumpah ruah di sejumlah titik strategis di kota ini, menyuarakan tuntutan mereka dengan damai dan penuh semangat.

Namun, harapan untuk menyampaikan aspirasi dengan damai mulai pudar saat jarum jam menunjukkan pukul 18.00 WIB. Ketika malam mulai turun, suasana di jalanan berubah tegang. Aparat kepolisian yang sejak awal mengawal aksi ini, mendadak mengambil tindakan represif untuk membubarkan massa. Apa yang semula berjalan tertib berubah menjadi adegan penuh kekerasan yang meninggalkan luka mendalam bagi para peserta aksi dan masyarakat luas.

Kekerasan di Tengah Protes

Menurut laporan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, tindakan aparat kepolisian dalam membubarkan demonstrasi ini tidak hanya brutal, tetapi juga melanggar hak asasi manusia. Sejumlah peserta aksi mengalami kekerasan fisik, ada yang hilang, ditangkap, bahkan beberapa harus dilarikan ke rumah sakit. Data sementara yang dihimpun LBH Bandung menunjukkan bahwa puluhan orang menjadi korban dalam insiden ini.

Direktur LBH Bandung, Heri Pramono, dalam keterangan persnya pada Jumat malam (23/8/2024), menjelaskan rincian korban. “Massa aksi yang kritis dan harus dilarikan ke rumah sakit berjumlah tujuh orang, sementara 25 orang lainnya ditangkap oleh kepolisian. Selain itu, ada dua orang yang menjadi korban penyanderaan kendaraan bermotor,” ungkapnya.

Situasi semakin parah ketika 25 orang yang ditangkap tersebut diharuskan menjalani tes urine sebelum akhirnya dilepaskan oleh Polrestabes Bandung. Langkah ini memicu kritik keras dari berbagai pihak, termasuk LBH Bandung, yang menilai bahwa tindakan tersebut merupakan upaya intimidasi dan pelecehan terhadap para peserta aksi.

Pelanggaran Hak Asasi Manusia

LBH Bandung tidak tinggal diam. Mereka mengutuk keras tindakan represif yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Dalam pernyataannya, LBH Bandung menegaskan bahwa tindakan ini tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga menunjukkan ketidakmampuan aparat dalam menghormati hak masyarakat untuk menyuarakan pendapat secara damai. Kejadian ini mempertegas pandangan bahwa ruang demokrasi di Indonesia semakin terancam oleh kebijakan dan tindakan yang represif.

Sejak pukul 18.00 WIB hingga pukul 23.00 WIB, LBH Bandung telah menerima banyak laporan dari berbagai sumber, termasuk peserta aksi, rekan jaringan, dan tim lapangan LBH Bandung sendiri. Mereka terus melakukan pendataan terhadap para korban, sambil membuka hotline bagi siapa saja yang membutuhkan bantuan hukum atau ingin melaporkan tindakan represif yang dialami.

“LBH Bandung menyediakan hotline untuk masyarakat yang membutuhkan pendampingan hukum atau sebagai kontak pelaporan atas tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian dalam berlangsungnya aksi,” ujar Heri Pramono.

Respons Aparat Kepolisian

Di sisi lain, pihak kepolisian memberikan tanggapan berbeda atas kejadian tersebut. Komisaris Besar Jules Abraham Abast, Kabid Humas Polda Jawa Barat, dalam pernyataannya menyebutkan bahwa aparat kepolisian juga menjadi korban dalam aksi demonstrasi ini. “Sebanyak 20 personel kepolisian mengalami luka-luka akibat lemparan batu, bahkan ada yang tangannya patah,” kata Jules saat dihubungi, Jumat malam.

Meskipun demikian, pernyataan ini tidak meredakan kekhawatiran dan kemarahan masyarakat. Banyak yang menilai bahwa respons kepolisian yang represif hanya akan memperburuk situasi dan memperlebar jarak antara rakyat dan pemerintah.

Masa Depan Demokrasi di Bawah Ancaman

Aksi unjuk rasa ini mencerminkan ketegangan yang semakin memuncak antara masyarakat dan pemerintah terkait revisi UU Pilkada. Banyak pihak, terutama di kalangan mahasiswa dan aktivis, merasa bahwa revisi UU ini akan memperlemah demokrasi dan menutup ruang partisipasi publik dalam proses pemilihan kepala daerah.

Insiden kekerasan yang terjadi selama demonstrasi di Bandung ini menjadi peringatan serius akan ancaman terhadap ruang demokrasi di Indonesia. LBH Bandung berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini dan memastikan bahwa para korban mendapatkan keadilan yang layak. Mereka juga menuntut agar pemerintah dan aparat kepolisian bertanggung jawab atas tindakan represif yang terjadi selama aksi tersebut.

Bagi banyak orang, kejadian ini bukan hanya soal menolak revisi UU Pilkada, tetapi juga tentang mempertahankan hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi di tengah semakin sempitnya ruang demokrasi di negeri ini. Hingga berita ini diturunkan, LBH Bandung masih terus berupaya mengumpulkan data korban dan mengimbau siapa pun yang mengetahui adanya korban tambahan untuk segera melapor ke hotline mereka di nomor 0822-5884-3986.

Kejadian di Bandung ini telah membuka mata banyak pihak tentang betapa rentannya hak-hak demokratis di Indonesia. Semangat perlawanan yang muncul dari masyarakat menunjukkan bahwa demokrasi harus terus diperjuangkan, meskipun dengan risiko yang besar. Kini, masyarakat menunggu respons pemerintah dan berharap bahwa keadilan akan ditegakkan bagi mereka yang menjadi korban dalam tragedi ini.

(Mond/Ning)

#Peristiwa #Demontrasi #RUUPilkada #Polri #Bandung